Diskriminasi terhadap Tionghoa-Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 48:
[[File:Tableau de la Partie de Batavia, ou s'est fait proprement le terrible Massacre des Chinois, le 9 Octob.jpeg|thumb|Chinese-owned houses were burned, while bodies were dumped into rivers and canals]]
Hingga tahun 1740, telah ada lebih dari 2.500 rumah yang dimiliki orang Tionghoa di dalam tembok kota [[Batavia, Hindia Belanda|Batavia]], dengan 15,000 individu lainnya tinggal di luar batas kota.{{sfn|Setiono|2008|p=109}} Pemerintah kolonial Belanda mewajibkan mereka untuk membawa surat-surat registrasi, dan mereka yang tidak mematuhinya akan dideportasi ke Tiongkok. Setelah wabah [[malaria]] menewaskan ribuan orang pada tahun 1730-an, termasuk [[Daftar Gubernur Jenderal Hindia Belanda|Gubernur Jenderal Hindia Belanda]], [[Dirk van Cloon]], kebijakan deportasi diperketat.{{sfn|Setiono|2008|pp=111–113}} Menurut sejarawan Indonesia [[Benny G. Setiono]], wabah tersebut disusul oleh meningkatnya kecurigaan dan kebencian di kalangan pribumi Indonesia dan Belanda terhadap etnis Tionghoa, yang jumlahnya terus bertambah dan kekayaannya semakin terlihat.{{sfn|Setiono|2008|pp=111–113}} Akibatnya, Komisaris Urusan Pribumi Roy Ferdinand, di bawah perintah Gubernur Jenderal [[Adriaan Valckenier]], mendekritkan pada tanggal 25 Juli 1740 bahwa orang-orang Tionghoa yang dianggap mencurigakan akan dideportasi ke [[Ceylon Belanda|Ceylon]] (Sri Lanka modern) untuk memanen kayu manis.{{sfn|Setiono|2008|pp=111–113}}
== Sebab ==
|