Kerajaan Wajo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Swarabakti (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Swarabakti (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Baris 153:
Sebagian besar rakyat Wajo tinggal di kawasan subur tepi danau di pedalaman semenanjung.{{sfnp|Lineton|1975a|p=17}} Sama sebagaimana masyarakat Bugis lainnya, kebanyakan dari mereka mencari penghidupan dengan bercocok tanam; [[beras]] dan [[jagung]] adalah dua jenis tumbuhan utama yang dibudidayakan oleh orang Wajo. Selain menjadi petani, banyak pula orang Wajo yang menjadi nelayan, dengan wilayah operasi di perairan air tawar di pedalaman atau di sekitar wilayah pantai.{{sfnp|Lineton|1975a|p=20}}<!-- tambahkan asal usul nama tiga limpo dan kaitannya dg mata pencaharian-->
 
Wajo juga memiliki tradisi berniaga yang paling kuat di antara orang-orang Bugis. Wilayah pedalaman subur di pusat Wajo terhubung dengan laut melalui Sungai Cenrana yang dapat dilalui kapal besar (walaupun sejak abad ke-19 sungai ini berangsur-angsur mendangkal{{sfnp|Lineton|1975a|pp=45–46}}). Keadaan geografis ini mendukung keterlibatan aktif orang Wajo dalam perdagangan maritim,{{sfnp|Lineton|1975a|pp=16–17}} yang pergerakannya mengikuti arah [[Muson|angin musiman]].{{sfnp|Pelras|1996|p=307}} Sebagian besar pedagang Bugis rantau sejak akhir abad ke-17 hingga akhir abad ke-19 berasal dari Wajo.{{sfnp|Reid|1998|p=147}}{{sfnp|Pelras|p=254}} Pada masa ini, perantau-perantau Bugis bertindak sebagai perantara bagi pedagang dari negeri-negeri besar dan kecil di kawasan [[Asia Tenggara Maritim]].{{sfnp|Lineton|1975b|p=178}} Perniagaan orang-orang Wajo menjangkau hampir seluruh pusat perdagangan di kawasan ini,{{sfnp|Lineton|1975a|p=17}} baik yang dekat di Sulawesi,{{efn|Contohnya Makassar, [[Suku Mandar|Mandar]], dan [[Pulau Buton|Buton]].}} Kalimantan,{{efn|Contohnya [[Banjarmasin]], [[Kota Pagatan, Kusan Hilir, Tanah Bumbu|Pagatan]], Paser, dan [[Kesultanan Berau|Berau]].}} dan Nusa Tenggara,{{efn|Contohnya [[Bali]], [[Lombok]], dan Sumbawa.}} maupun yang jauh di [[Pulau Papua|Papua]], [[Sumatra]], [[Semenanjung Malaya]], [[Kesultanan Sulu|Sulu]], bahkan [[Kamboja]].{{sfnp|Lineton|1975b|p=178}}{{sfnp|Pelras|1996|pp=254, 266}}{{sfnp|Reid|1998|p=147}}{{sfnp|Wellen|2014|p=70}} Komoditas yang diperdagangkan oleh orang-orang Wajo ke berbagai negeri (baik yang berasal dari tanah air maupun diperoleh dalam pelayaran) mencakup beras, [[tekstil|kain]], [[rempah]], [[intan]], [[emas]], hingga [[kemenyan arab]]. Sementara, komoditas yang dibawa kembalipulang ke Wajo antara lain mencakup beragam tekstil asal India dan Eropa, [[bijih besi]], [[opium|candu]], serta [[tembakau]]. Selain barang, terdapat pula bukti perdagangan [[hewan ternak]] terutama dengan Kalimantan Timur, dan [[perdagangan budak]] juga tampaknya cukup signifikan.{{sfnp|Pelras|1996|pp=307–308}}{{sfnp|Wellen|2014|pp=70–71}}
 
Praktik-praktik perniagaan Wajo, menurut sejarawan [[Hans Hägerdal]], dapat dianggap sebagai paralel dari konsep "[[kapitalisme dagang]]" yang berkembang di Eropa.{{sfnp|Hägerdal|2015|p=51}} [[Jalur perdagangan|Jaringan perdagangan]] Wajo berkembang pesat selama abad ke-18 dan 19 hingga mampu menyaingi perdagangan Belanda;{{sfnp|Ammarell|2002|p=57}}{{sfnp|Lineton|1975a|p=18}} perniagaan tekstil VOC bahkan mengalami penurunan tajam akibat "penyelundupan" tekstil [[India]] oleh pedagang-pedagang Wajo yang mampu menghindari [[monopoli]] Belanda.{{sfnp|Wellen|2014|p=85}}{{sfnp|Druce|2020|pp=82–83}} Pedagang-pedagang Wajo juga sering kali berkolaborasi dengan Inggris yang merupakan saingan Belanda. Pada tahun 1824, bandar Inggris di [[Singapura]] disinggahi oleh 90 kapal dagang dari Wajo, dan jumlah ini bertambah menjadi 120 pada tahun berikutnya.{{sfnp|Druce|2020|pp=82–83}} Menurut laporan John Crawfurd, pada tahun 1820-an saja jumlah perantau Wajo di Singapura telah mencapai sekitar 2.000 hingga 3.000 jiwa.{{sfnp|Lineton|1975a|p=17}} Kehadiran pedagang-pedagang Wajo merupakan salah satu kunci utama keberhasilan komersial Singapura sebagai [[Entrepôt|bandar persinggahan]].{{sfnp|Druce|2020|pp=82–83}} Ekspansi perdagangan Wajo pada abad ke-18 dan 19 juga berdampak pada meningkatnya kemakmuran di tanah Wajo, serta menyokong pertumbuhan penduduk pada permukiman berbasis niaga di sepanjang jalur pelayaran menuju laut; [[Lagosi, Pammana, Wajo|Lagosi]] (bandar utama Wajo di pedalaman), misalnya, diperkirakan memiliki lebih dari 15.000 penduduk pada sekitar tahun 1840.{{sfnp|Lineton|1975a|p=19}}{{efn|Sebagai perbandingan, penduduk Makassar dan pulau-pulau kecil di sekitarnya pada tahun 1828 berjumlah sebanyak 19.007 jiwa.{{sfnp|Sutherland|2015|p=143}}}}