Soedjono AJ: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
PeragaSetia (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
PeragaSetia (bicara | kontrib)
Baris 47:
Walau demikian, dirinya tidak lepas dari kontroversi. Salah satu kebijakannya yang kontroversial ialah pemugaran [[Jalan Malioboro]] yang dimulai pada tahun 1973. Rencana pemugaran tersebut melibatkan arsitek dari Fakultas Teknik [[Universitas Gadjah Mada|UGM]] dan beberapa instansi lain seperti [[Badan Perencanaan Pembangunan Daerah|Bappeda]] (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) DIY. Rencana pemugaran tersebut meliputi berbagai hal, seperti penataan ulang ruas jalan sehingga memberi ruang lebih bagi pedagang kaki lima, pembuatan jalur pemisah yang ditanami [[Arecaceae|pohon palm]], dan pembangunan air mancur pada ujung selatan jalan.{{sfn|Pusat Data dan Analisa Tempo|2020|p=20}}{{sfn|Pusat Data dan Analisa Tempo|2020|p=30}}
 
Namun, setelah dipugar, kondisi lalu lintas di Malioboro malah memburuk. Jalur lambat yang berada di sisi timur, kini diperuntukkan untuk parkir saja. Alhasil, semua kendaraan lambat seperti [[Delman|andong]], [[becak]], dan sepeda, hanya mampu menggunakan jalur lambat di sisi barat saja, di mana mereka juga harus berebut ruang dengan para tukang becak yang memarkirkansedang kendaraannyamangkal. Kondisi jalur cepat juga menjadi terlalu padat karena sudah dipotongdipangkas untuk lahan parkir. Pelaksanaan pemugaran dinilai terburu-buru karena ingin mengejar penyambutan Konferensi PATA (Pacific Area Travel Association) yang akan diselenggarakan pada tahun 1974.{{sfn|Pusat Data dan Analisa Tempo|2020|p=21}}{{sfn|Pusat Data dan Analisa Tempo|2020|p=30-31}}
 
Kontroversi lainnya berkaitan dengan perannya sebagai pemrakarsa penyelenggaraan Loda (Lotto Daerah), semacam [[lotre]] yang berstatus legal, di [[Kota Yogyakarta]]. Loda kemudian dinyatakan terlarang sejak tanggal 5 Januari 1972 akibat banyaknya tindak kriminal yang terjadi karena hasilnya. Pelarangan tersebut diinstruksikan oleh Wakil Gubernur DIY saat itu, [[Paku Alam VIII]]. Soedjono tunduk, tetapi mengusulkan kontrol yang ketat terhadap pelaksanaan Loda "seperti di [[Monako]]". Akibatnya, dia mendapat kritik dari [[Pelajar Islam Indonesia|Pelajar Islam indonesia]] (PII). Delegasi PII mengirimkannya sejumlah "hadiah", seperti sebuah kaca mata plastik, sebuah obat telinga, sebuah obat sakit kepala, dan sebotol jamu kuat.{{sfn|Pusat Data dan Analisa Tempo|2019|p=30-31}} Pada masa jabatannya pula, anggota-anggota [[Buppenda]] (Badan Usaha Pembiayaan Pembangunan Daerah) Kota Yogyakarta diduga melakukan korupsi uang hasil lotre dalam skala besar.{{sfn|Pusat Data dan Analisa Tempo|2019|p=38-39}}