Sultan Alauddin Jauhar al-Alam: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Memperbaiki Tulisan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 6:
[[Kerajaan Britania Raya|Inggris]] yang ketika itu telah menguasai [[Penang]] lepas pantai [[Semenanjung Melayu]] sejak 1786 memiliki hubungan dagang yang cukup mantap dengan Aceh. Ketika produksi lada dan hasil pertanian lainnya meningkat di Aceh, pelabuhan lada dipantai barat berkembang dengan pesat. Beberapa pelabuhan itu didominasi secara serius oleh Lebai Dappa, ayah mertua Raja Udahna Lela. Sebuah insiden serius terjadi pada tahun [[1803]] ketika kapal inggris ''Crescent'' dirampas oleh penduduk Muki (utara [[Singkil]]). Menangani masalah penjarahan itu, pada tahun [[1804]] sebuah ekspedisi Inggris diberangkatkan ke Aceh dari Bengkulu guna menghukum para penduduk Muki. Ekspedisi ini berhasil mengusir para perampas dan merebut benteng pertahanan penduduk Muki.<ref>Lee (1995), pp. 108-13.</ref>
== Perang
Sultan Alauddin Jauharul Alam Syah mulai memerintah atas namanya sendiri pada tahun [[1802]]. Namun pamannya Raja Udahna Lela tidak bersedia mundur dari hak prerogatif sebagai Raja Muda. Udahna Lela mengobarkan gerakan pemberontakan terhadap sultan. Pemberontakan ini didukung oleh sepenuhnya oleh ayah mertuanya Lebai Dappa. Kuatnya desakan pemberontakan membuat Alauddin Jauharul Alam Syah terpaksa mengasingkan diri ke [[Pidie]]. Beberapa waktu kemudian dia kembali lagi ke ibu kota, di [[Krueng Aceh]] dia menemui kapal Inggris dan memohon bantuan dari penguasa Inggris di Penang agar mengatasi pemberontakan. Tetapi Inggris tidak pernah mengirimkan bantuan ke Aceh, Raja Udahna Lela berhasil dikalahkan setelah Pocut Meurah Awan yang awalnya mendukung kakaknya kini berpaling mendukung anaknya. Raja Udahna Lela melarikan diri dan pada tahun [[1805]] ia tertangkap dan dibunuh di Neusu.<ref>Djajadiningrat (1995), p. 207.</ref> Kewenangan Alauddin Jauharul Alam Syah tetap berdiri tetapi kini dalam kondisi goyah dia memiliki banyak masalah yang harus ditangani di pantai barat. Posisi sultan yang dia emban tidak mendatangkan hasil positif bagi rakyat dan negaranya. Karena dia sama sekali tidak cakap dalam urusan perdagangan lada dan tidak juga dibantu oleh aparat birokrasi yang handal untuk urusan perdagangan itu. Rakyat yang tidak puas terhadap sultan kini mengadakan perlawanan, lewat sebuah pemberontakan singkat yang dikobarkan oleh Lebai Dappa. Pada tahun [[1808]] pemberontakan ini berhasil ditumpas sepenuhnya.<ref>Lee (1995), pp. 125-6.</ref>
Silsilah Versi ll :
1. Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam
2. Fatimah Az-Zahra
3. Husein Asy-Syahid
4. Ali Zainal Abidin
5. Muhammad Al-Baqir
6. Ja'far Ash-Shadiq
7. Ali Al-Uraidhi
8. Ahmad Asy-Sya'rani
9. Ubaidillah
10. Ali
11. Muhammad
12. Abdullah Al-Bahar Al-Azhar
13. Hamzah
14. Nasir
15. Aba Zaid
16. Muhammad
17. Muhammad
18. Muhammad
19. Salim
20. Mathar Mudhaffar
21. Ya'qub
22. Badran Badaruddin
23. Yusuf
24. Muhammad
25. Badar
26. Yasin Al-Badri
27. Hasan
28. Yusuf
29. Muhammad
30. Ali
31. Ahmad Ad-Dijani
32. Yunus Abdun Nabi
33. Muhammad Al-Madani
34. Ahmad Al-Qusyasyi
35. Sultan Sulaiman Syah / Teungku Chik Di Gidieng / Syaikh Burhanuddin
36. Sultan Alauddin Jauhar Al-Alam / Sultan Alauddin Jauharul Alam Syah / Sultan As-Sayyid Djohar Alam Syah Al-Qusyasyi Al-Husaini
Sumber : Kitab Syarif Basim bin Syarif Ya'qub bin bin Muhammad Ibrahim Al-Kutbi Al-Hasani dan Naqib An-Nasabah Syarif Anas Al-Kutbi Al-Hasani Madinah Munawarah Hari Jum'at Bulan Safar 1433 Hijriyah.
== Perang Sipil kedua ==
|