Analgesik: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Muhammad Anas Sidik (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Muhammad Anas Sidik (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 54:
[[Morfin]], [[opioid]] tipikal, dan opioid lainnya (misalnya [[kodein]], [[oksikodon]], hidrokodon, dihidromorfin, [[petidina]]) semuanya memberikan pengaruh serupa pada sistem [[reseptor opioid]] [[otak besar]]. [[Buprenorfin]] adalah agonis parsial reseptor μ-opioid, dan [[tramadol]] adalah penghambat pengambilan kembali serotonin norepinefrin (SNRI) dengan sifat agonis reseptor μ-opioid yang lemah.<ref>{{cite journal | vauthors = Smith HS, Raffa RB, Pergolizzi JV, Taylor R, Tallarida RJ | title = Combining opioid and adrenergic mechanisms for chronic pain | journal = Postgraduate Medicine | volume = 126 | issue = 4 | pages = 98–114 | date = July 2014 | pmid = 25141248 | doi = 10.3810/pgm.2014.07.2788 | s2cid = 19782818 }}</ref> Tramadol secara struktural lebih dekat dengan [[venlafaxine]] daripada kodein dan memberikan analgesia dengan tidak hanya memberikan efek "mirip opioid" (melalui agonis ringan pada reseptor mu) tetapi juga dengan bertindak sebagai agen pelepas serotonin yang lemah namun bekerja cepat dan penghambat pengambilan kembali norepinefrin.<ref name="pmid1596676">{{cite journal | vauthors = Driessen B, Reimann W | title = Interaction of the central analgesic, tramadol, with the uptake and release of 5-hydroxytryptamine in the rat brain in vitro | journal = British Journal of Pharmacology | volume = 105 | issue = 1 | pages = 147–51 | date = January 1992 | pmid = 1596676 | pmc = 1908625 | doi = 10.1111/j.1476-5381.1992.tb14226.x }}</ref><ref name="pmid9389855">{{cite journal | vauthors = Bamigbade TA, Davidson C, Langford RM, Stamford JA | title = Actions of tramadol, its enantiomers and principal metabolite, O-desmethyltramadol, on serotonin (5-HT) efflux and uptake in the rat dorsal raphe nucleus | journal = British Journal of Anaesthesia | volume = 79 | issue = 3 | pages = 352–6 | date = September 1997 | pmid = 9389855 | doi = 10.1093/bja/79.3.352 | doi-access = free }}</ref><ref name="pmid9671098">{{cite journal | vauthors = Reimann W, Schneider F | title = Induction of 5-hydroxytryptamine release by tramadol, fenfluramine and reserpine | journal = European Journal of Pharmacology | volume = 349 | issue = 2–3 | pages = 199–203 | date = May 1998 | pmid = 9671098 | doi = 10.1016/S0014-2999(98)00195-2 }}</ref><ref name="pmid12354291">{{cite journal | vauthors = Gobbi M, Moia M, Pirona L, Ceglia I, Reyes-Parada M, Scorza C, Mennini T | title = p-Methylthioamphetamine and 1-(m-chlorophenyl)piperazine, two non-neurotoxic 5-HT releasers in vivo, differ from neurotoxic amphetamine derivatives in their mode of action at 5-HT nerve endings in vitro | journal = Journal of Neurochemistry | volume = 82 | issue = 6 | pages = 1435–43 | date = September 2002 | pmid = 12354291 | doi = 10.1046/j.1471-4159.2002.01073.x | hdl = 10533/173421 | s2cid = 13397864 | hdl-access = free }}</ref> Tapentadol, dengan beberapa kesamaan struktural dengan tramadol, menghadirkan apa yang diyakini sebagai obat baru yang bekerja melalui dua (dan mungkin tiga) cara kerja berbeda seperti opioid tradisional dan sebagai SNRI. Efek serotonin dan norepinefrin terhadap nyeri, meskipun belum sepenuhnya dipahami, telah diketahui hubungan sebab akibat dan obat-obatan dalam golongan SNRI biasanya digunakan bersama dengan opioid (terutama tapentadol dan tramadol) dengan keberhasilan yang lebih besar dalam meredakan nyeri.
 
Dosis semua opioid mungkin dibatasi oleh toksisitas opioid (kebingungan, depresi pernapasan, sentakan mioklonik[[mioklonus]], dan pupil tajam), kejang[[sawan]] (tramadol), namun individu yang toleran terhadap opioid biasanya memiliki batasan dosis yang lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa toleransi.<ref>{{cite web| vauthors = Tozer A |title=Replacing Opioids: Developing drugs to treat pain|url=https://www.analyticalcannabis.com/articles/replacing-opioids-developing-drugs-to-treat-pain-289925|website=Analytical Cannabis|access-date=22 August 2017|url-status=live|archive-url=https://web.archive.org/web/20170822182648/https://www.analyticalcannabis.com/articles/replacing-opioids-developing-drugs-to-treat-pain-289925|archive-date=22 August 2017}}</ref> Opioid, meskipun merupakan analgesik yang sangat efektif, mungkin memiliki beberapa efek samping yang tidak menyenangkan. Pasien yang mulai menggunakan morfin mungkin mengalami mual dan muntah (umumnya dapat diatasi dengan pemberian [[Antimuntah|antiemetik]] jangka pendek seperti fenergan[[prometazin]]). Pruritus ([[gatal]]) mungkin memerlukan peralihan ke opioid lain. Sembelit terjadi pada hampir semua pasien yang menggunakan opioid, dan obat pencahar[[laksatif]] ([[laktulosa]], yang mengandung makrogol, atau ''co-danthramer'') biasanya diresepkan bersama.<ref name="oxford">Oxford Textbook of Palliative Medicine, 3rd ed. (Doyle D, Hanks G, Cherney I and Calman K, eds. Oxford University Press, 2004).</ref>
 
Bila digunakan dengan tepat, opioid dan analgesik sentral lainnya aman dan efektif; Namun, risiko seperti kecanduan dan membiasakan tubuh terhadap obat (toleransi) dapat terjadi. Efek toleransi berarti bahwa penggunaan obat yang sering dapat mengakibatkan berkurangnya efeknya. Jika aman untuk dilakukan, dosis mungkin perlu ditingkatkan untuk menjaga efektivitas terhadap toleransi, yang mungkin menjadi perhatian khusus pada pasien dengan nyeri kronis dan memerlukan analgesik dalam jangka waktu lama. Toleransi opioid sering diatasi dengan terapi rotasi opioid di mana pasien secara rutin beralih antara dua atau lebih obat opioid yang tidak toleran silang untuk mencegah melebihi dosis aman dalam upaya mencapai efek analgesik yang memadai.
 
Toleransi opioid tidak sama dengan hiperalgesia yang diinduksi opioid. Gejala kedua kondisi ini bisa tampak sangat mirip namun mekanisme kerjanya berbeda. Hiperalgesia yang diinduksi opioid terjadi ketika paparan opioid meningkatkan sensasi nyeri (hiperalgesia) dan bahkan dapat membuat rangsangan yang tidak nyeri menjadi nyeri (allodyniaalodinia).<ref>{{cite journal | vauthors = Bannister K | title = Opioid-induced hyperalgesia: where are we now? | journal = Current Opinion in Supportive and Palliative Care | volume = 9 | issue = 2 | pages = 116–21 | date = June 2015 | pmid = 25872113 | doi = 10.1097/SPC.0000000000000137 | s2cid = 13922218 }}</ref>
 
===Alkohol===