Fisika Islam abad pertengahan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Narariya (bicara | kontrib)
Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan.
 
Baris 6:
 
== Fisika ==
[[Ilmu pengetahuan Islam abad pertengahan|Studi akademis Islam dalam ilmu pengetahuan]] telah mewarisi [[fisika Aristoteles]] dari Yunani dan mengembangkannya lebih lanjut pada masa [[Zaman Kejayaan Islam]], terutama menempatkan penekanan pada pengamatan dan pertimbangan [[A priori dan a posteriori|apriori]], mengembangkan bentuk awal dari [[metode ilmiah]]. Bersama [[fisika Aristoteles]], fisika dipandang lebih rendah daripada ilmu matematika demonstratif, tetapi dalam hal teori pengetahuan yang lebih besar, fisika lebih tinggi daripada astronomi; banyak prinsip tersebut yang berasal dari fisika dan [[metafisika]].<ref name = "Islam, Science, and the Challenge of History">. ''Islam, Science, and the Challenge of History''. New Haven:Yale University Press. pg 57</ref> Subjek utama fisika, menurut [[Aristoteles]], adalah gerak atau perubahan; ada tiga faktor yang terlibat dengan perubahan ini, hal yang mendasari, halangan, dan bentuk. Dalam ''Metafisika''-nya, [[Aristoteles]] percaya bahwa "Penggerak Tak Bergerak" bertanggung jawab atas pergerakan kosmos, yang oleh para [[Neoplatonisme|Neoplatonis]] dirampatkan sebagai kosmos yang abadi.<ref name = "classical Arabic philosophy"/>
 
Salah satu tafsiran pertama "Metafisika" [[Aristoteles]] disusun oleh [[Al-Farabi]]. Dalam "Maksud Metafisika Aristoteles", [[Al-Farabi]] berpendapat bahwa metafisika tidak spesifik untuk makhluk alami, tetapi pada saat yang sama, metafisika lebih tinggi dalam universalitas daripada makhluk alami.<ref name = "classical Arabic philosophy"/>
Baris 16:
[[Ibnu Sahl (matematikawan)|Ibnu Sahl]] (sekitar tahun 940-1000), seorang ahli matematika dan fisika yang berhubungan dengan istana [[Baghdad]], menulis sebuah risalah "Mengenai Cermin dan Lensa Pembakaran" pada tahun 984 yang di dalamnya dia mengemukakan pemahamannya tentang bagaimana [[cermin melengkung]] dan [[lensa]] membengkokkan dan memfokuskan [[cahaya]]. Ibnu Sahl dianggap berjasa karena menemukan hukum [[pembiasan]], sekarang biasanya disebut [[Hukum Snellius]].<ref>K. B. Wolf, "Geometry and dynamics in refracting systems", ''European Journal of Physics'' '''16''', p. 14-20, 1995.</ref><ref name="rashed90">R. Rashed, "A pioneer in anaclastics: Ibn Sahl on burning mirrors and lenses", ''[[Isis (journal)|Isis]]'' '''81''', p. 464–491, 1990.</ref>
 
[[Ibnu Haitham]] (dikenal di [[Eropa Barat]] dengan sebutan Alhacen atau Alhazen) (965-1040), sering dianggap sebagai "bapak optik"<ref>R. L. Verma, "Al-Hazen: father of modern optics", ''Al-Arabi,'' 8 (1969): p.12-13</ref> dan pelopor [[metode ilmiah]], merumuskan "pendekatan komprehensif dan sistematis pertama untuk teori optik Yunani. "<ref name=":0">D. C. Lindberg, "Alhazen's Theory of Vision and its Reception in the West", ''Isis'', 58 (1967), p. 322.</ref> Dia mendalilkan dalam" Book of Optics "bahwa cahaya yang dipantulkan pada permukaan menyebabkan sesuatu permukaan dapat dilihat mata.<ref name=":1">Lindberg, David C. (1976). ''Theories of Vision from al-Kindi to Kepler.'' University of Chicago Press, Chicago. ISBN 0-226-48324-0. [[Online Computer Library Center|OCLC]] [https://www.worldcat.org/title/theories-of-vision-from-al-kindi-to-kepler/oclc/1676198 1676198] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20220101194750/https://www.worldcat.org/title/theories-of-vision-from-al-kindi-to-kepler/oclc/1676198 |date=2022-01-01 }}.</ref> Ini adalah pendekatan yang berbeda dari yang sebelumnya dipikirkan oleh para ilmuwan Yunani, seperti [[Euclid]] atau [[Klaudius Ptolemaeus|Ptolemy]], yang percaya sinar [[Pancaran|dipancarkan]] dari mata ke suatu objek dan kembali lagi. Al-Haytham, dengan teori [[Optika|optik]] baru ini, mampu mempelajari aspek geometris dari sistem penglihatan mata tanpa menjelaskan [[fisiologi]] persepsi.<ref name="ahmad" /> Juga dalam Kitab Optiknya, Ibn al-Haytham menggunakan mekanika untuk mencoba dan memahami optik. Dengan menggunakan proyektil, dia mengamati bahwa objek yang mengenai target secara tegak lurus menghasilkan lebih banyak gaya daripada proyektil pada sudut lainnya. Al-Haytham menerapkan penemuan ini pada optik dan mencoba menjelaskan mengapa cahaya langsung dapat melukai mata, karena cahaya langsung mendekat secara tegak lurus dan bukan pada sudut miring.<ref name=":1" /> Dia mengembangkan [[kamera obscura]] untuk mendemonstrasikan bahwa cahaya dan warna dari lilin yang berbeda dapat dilewatkan melalui satu celah dalam garis lurus, tanpa bercampur di celah tersebut.<ref>{{Cite journal|last=Lindberg|first=David C.|date=1968|title=The theory of Pinhole images from antiquity to the thirteenth century|url=http://dx.doi.org/10.1007/bf00327249|journal=Archive for History of Exact Sciences|volume=5|issue=2|pages=154–176|doi=10.1007/bf00327249|issn=0003-9519|access-date=2020-10-16|archive-date=2023-07-21|archive-url=https://web.archive.org/web/20230721233123/https://link.springer.com/article/10.1007/BF00327249|dead-url=no}}</ref> Teorinya diteruskan ke Barat.<ref name=":0" /> Karyanya mempengaruhi [[Roger Bacon]], [[John Peckham]] dan [[Vitello]], yang dibuat berdasarkan karyanya dan akhirnya ditransmisikan ke [[Johannes Kepler|Kepler]].<ref name=":0" />
 
[[Taqī al-Dīn]] mencoba untuk menyangkal kepercayaan yang diyakini secara luas bahwa cahaya bersumber dan dipancarkan oleh mata bukan dari objek yang diamati. Dia menjelaskan bahwa, jika cahaya berasal dari mata kita dan dipancarkan dengan kecepatan konstan, akan memakan waktu terlalu lama untuk menerangi bintang agar kita dapat melihat bintang tersebut saat kita masih melihatnya, karena jaraknya yang sangat jauh. Oleh karena itu, proses [[iluminasi]] harus berasal dari bintang sehingga kita dapat melihatnya segera setelah kita membuka mata.<ref>Taqī al-Dīn. Kitāb Nūr, Book I, Chapter 5, MS ‘O', folio 14b; MS ‘S', folio 12a-b</ref>
Baris 23:
''Lihat juga: [[Astronomi di dunia Islam pada Abad Pertengahan]]''
 
Pemahaman Islam tentang model astronomi didasarkan pada sistem Ptolemeus dari Yunani. Namun banyak astronom awal yang mulai mempertanyakan model tersebut, penggunaanya tidak selalu akurat dalam prediksinya dan terlalu rumit jika diggambarkan secara matematis untuk memahami pergerakan benda langit. [[Ibnu Haitham|Ibnu Haytham]] menerbitkan ''Al-Shukuk ala Batiamyus'' ("Keraguan pada Ptolemeus"), yang menguraikan banyak kritiknya terhadap [[paradigma]] Ptolemeus. Buku ini mendorong astronom lain untuk mengembangkan model baru untuk menjelaskan pergerakan langit yang lebih baik daripada Ptolemeus.<ref>Dallal, Ahmad (1999), "Science, Medicine and Technology", in Esposito, John, The Oxford History of Islam, Oxford University Press, New York</ref> Dalam ''[[Book of Optics]]'' karya al-Haytham dia berpendapat bahwa bola langit tidak terbuat dari materi padat, dan bahwa langit kurang padat dari udara.<ref>Rosen, Edward. (1985). "The Dissolution of the Solid Celestial Spheres". ''Journal of the History of Ideas''. Vol 46(1):13-31.</ref> Al-Haytham akhirnya menyimpulkan bahwa benda langit mengikuti [[hukum fisika]] yang sama dengan benda di bumi.<ref>Duhem, Pierre. (1969). "To Save the Phenomena: An Essay on the Idea of Physical Theory from Plato to Galileo". University of Chicago Press, Chicago.</ref> Beberapa astronom berteori tentang gravitasi juga, [[al-Khazini]] menyatakan bahwa gravitasi yang dikandung suatu benda bervariasi tergantung pada jaraknya dari pusat [[alam semesta]]. Pusat alam semesta dalam hal ini mengacu pada pusat bumi.<ref>Mariam Rozhanskaya and I. S. Levinova (1996), "Statics", in Roshdi Rashed, ed., Encyclopedia of the History of Arabic Science, Vol. 2, p. 614-642 Routledge, London and New York</ref>
 
== Mekanika ==