Petungsewu, Wagir, Malang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Infrastruktur di Desa Petungsewu Wagir
Sosial Budaya di Desa Petungsewu Wagir
Tag: menambah kata-kata yang berlebihan atau hiperbolis VisualEditor
Baris 67:
 
Selain daripada itu, sarana jalan di Desa Petungsewu sudah memadai untuk mendorong kegiatan mobilitas dan ekonomi masyarakat. Kegiatan ekonomi yang didominasi oleh pertanian juga turut didorong melalui pembangunan sarana Irigasi pertanian dan drainase. Pemerintah Desa Petungsewu juga melakukan pengembangan jaringan internet dan telekomunikasi, air bersih dan listrik. Infrastruktur Desa Petungsewu yang berbasis pada kebutuhan masyarakat memberikan peran lebih kepada masyarakat untuk mengelola, merawat, dan mendukung pemanfaatan infrastruktur di Desa Petungsewu.
 
== Sosial Budaya ==
1] Tradisi “Selamatan Petik Pari”
 
Masyarakat desa Petungsewu mempunyai tradisi “Selamatan Petik Pari,” di mana sebagai desa dengan kebanyakan mata pencahariannya adalah petani, mereka sudah lama melaksanakan tradisi tersebut sejak zaman nenek moyang karena adanya kepercayaan bahwa terdapat penjaga lahan yang menjaga keberlangsungan lahan mereka agar tetap subur dan terhindar dari hama penyakit serta membantu menghasilkan panen yang banyak, yang disebut sebagai Dewi Sri sehingga tradisi tersebut merupakan wujud ucapan syukur atau terima kasih atas bantuan yang diberikan. Tradisi tersebut dilaksanakan pada masa panen tiba ketika padi sudah menguning. Adapun dalam tahapannya, terdapat tahap persiapan dan pelaksanaan.
 
Tahap persiapan pelaksanaan tradisi “Selamatan Petik Pari,” terdiri dari penyiapan sesajen yang disebut dengan uborampe (nasi, urap sayur, ikan, asin, telur rebus, serta aneka ragam kue tradisional). Kemudian, para tokoh adat beserta sesepuh desa bersama-sama menuju ke sawah yang siap dipanen. Setelah itu bersama para ibu-ibu, tokoh adat membawa sesajen, berupa makanan, uborampe, dan alat-alat ritual dalam berdoa. Adapun tahap pelaksanaannya adalah melakukan doa bersama (jika dipimpin oleh tokoh adat agama Islam, maka membaca doa selamat), kemudian setelahnya adalah para tokoh adat tersebut membawa sesajennya ke sawah dan diletakkan di pinggir setiap petak sawah yang selanjutnya adalah menyiram air yang sudah didoakan di setiap sudut sawah, membakar kemenyan; jerami; dan dupa yang sudah dibacakan, serta memotong seikat padi untuk kembali ke rumahnya nanti padi yang sudah diikat tersebut disimpan dalam lumbung padi.
 
2] Tradisi Peringatan 1 Suro
 
Masyarakat desa Petungsewu juga merupakan salah satu desa yang memperingati 1 Suro atau tahun baru Islam. Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa rangkaian di dalamnya yang terdiri dari bersih desa serta pagelaran wayang yang dilakukan di kantor desa dan rumah kepala desa. Adapun untuk waktu pelaksanaannya dilakukan seharian mulai dari subuh hingga datang subuh kembali.
 
Keberadaan bersih desa dalam rangka menanamkan sikap persatuan dan kesatuan masyarakat desa Petungsewu serta wujud ucapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah diberikan keselamatan dan ketenteraman hidup masyarakat. Adapun pelaksanaan wayang kulit merupakan wujud tindakan yang dilakukan dalam rangka mempertahankan kesenian wayang kulit serta dari kesenian wayang kulit tersebut memberikan penanaman nilai dan moral yang baik terhadap masyarakat desa Petungsewu Wagir. Kegiatan memperingati 1 Suro ini diikuti oleh seluruh masyarakat desa Petungsewu Wagir.
 
3] Tahlilan
 
Masyarakat desa Petungsewu pada setiap Rukun Tetangga (RT) di masing-masing dusun melakukan tahlilan di setiap hari kamis. Adapun dalam pelaksanaannya, tahlilan ibu-ibu maupun bapak-bapak dilakukan di waktu dan tempat yang berbeda. Tahlilan ibu-ibu dilakukan pada sore hari setelah ashar, sedangkan tahlilan bapak-bapak dilakukan pada malam hari setelah isya’. Keberadaan tahlilan tersebut dalam rangka tetap mempererat tali silaturahmi diantara masyarakat desa Petungsewu Wagir dan sebagai wujud syukur terima kasih terhadap Allah SWT.
 
== Pranala luar ==