Bregada: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Menghapus Illustration_of_Bupati_and_Wedana_clothing_from_Mataram.png karena telah dihapus dari Commons oleh Krd; alasan: No permission since 31 December 2023.
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{italic title}}
[[Berkas:Bregada Festival Gunungan.jpg|jmpl|Bregada rakyat yang dikirab di [[Candi Prambanan]]]]
'''''Bregada''''' ({{lang-jv|ꦧꦽꦒꦝ|bregadha}}), lebih lengkapnya adalah '''''bregada kaprajuritan''''' adalah seni keprajuritan yang berasal dari zaman [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat]] dan [[Kadipaten PakualamanMataram]]. Olah keprajuritan ini mengadaptasi unsur-unsur militer yang beradaptasi dengan budaya Jawa. Berbeda dengan keprajuritan lainnya, ''bregada'' biasanya tampil sebagai pasukan yang umumnya dikerahkan saat upacara adat atau pesta rakyat, seperti [[Grebeg]] atau [[merti dusun]].
 
Kata ''bregada'' berasal dari kata "[[brigade]]".{{Sfn|Suryadi A.P.|2002|p=76}} Saat ini terdapat 34 kategori ''bregada'' yang aktif di Yogyakarta: ''bregada'' [[Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat|Keraton Yogyakarta]], ''bregada'' [[Keraton Surakarta]], ''bregada'' [[Pura Pakualaman]], serta ''bregada'' yang dibentuk secara swadaya oleh masyarakat, yang disebut ''bregada rakyat''.
 
== Sejarah ==
Perkembangan ''bregada'' tidak lepas dari sejarah keprajuritan [[Kesultanan Mataram]]. Sejak masa pembentukan Kesultanan Mataram, negara tersebut telah diperlengkapi dengan alat pertahanan dan keamanan yang tangguh dan kuat. Bukti kuat yang berkaitan dengan tangguhnya kesatuan prajurit Kesultanan Mataram adalah pada saat terjadinya [[Penyerbuan di Batavia|penyerangan ke Batavia]], yang saat itu sudah diduduki [[VOC]] pada 1628 dan 1629. Pada masa pemerintahan [[Pakubuwana III]], Kesultanan Mataram pecah sebagai akibat dari [[Perang Takhta Jawa Ketiga]], ditandai dengan penandatanganan [[Perjanjian Giyanti]] oleh Pakubuwana III dan [[Hamengkubuwana I|Pangeran Mangkubumi]] pada 13 Februari 1755. Pecahan Kesultanan Mataram tersebut adalah Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta.{{Sfn|Suwito|Marwito|2009|p=7}}
 
=== Prajurit Kesultanan''Bregada'' Yogyakarta ===
[[Berkas:State forces of the Sultan of Yogyakarta, Dutch East Indies (1864).jpg|jmpl|Sketsa paling awal dari para ''dwajadara'' (prajurit pembawa bendera) ''bregada'' Prajurit Keraton Yogyakarta pada abad ke-19.|kiri]]PerkembanganPada ''bregada''saat tidakterjadi lepaspertempuran daridi sejarahJenar keprajuritanmelawan [[KesultananVOC, Mataram]].Pangeran SejakMangkubumi masamemiliki pembentukan''bregada'' Kesultananprajurit Mataram,yang negarasangat tersebuttangkas; telahnamanya diperlengkapi''bregada'' denganMantrilebet alat(sekarang pertahanandisebut danMantrijero). keamanan''Bregada'' yangini tangguhberhasil danmenumpas kuat.Mayor BuktiClereq kuatpada yang12 berkaitanDesember dengan1751. tangguhnyaMayor kesatuanClereq prajuritberhadapan Kesultanansatu-satu Mataramdengan adalahseorang padapersonel saatprajurit terjadinyabernama [[PenyerbuanWiradigda. diTombak Batavia|penyerangantersebut kemelukai Batavia]],bahu yangClereq saatsehingga itupedang sudahyang didudukiia [[VOC]]pegang pada 1628lepas dan 1629terjatuh. PadaDalam masakondisi pemerintahangenting, [[Pakubuwanaia III]],mencoba Kesultananuntuk Matarammenodongkan pecahpistol sebagaikepada akibatWiradigda. dariNamun, [[PerangWiradigda Takhtatidak Jawasendiri; Ketiga]],Wiradigda ditandaidibantu denganoleh penandatangananrekannya [[Perjanjianyang Giyanti]]bernama olehPrawirarana Pakubuwanauntuk IIImenusukkan dansebatang [[Hamengkubuwanatombak I|Pangeranke Mangkubumi]]leher padaClereq 13hingga FebruariClereq 1755pun tewas seketika. PecahanTombak Kesultananyang Mataramdigunakan tersebutdalam adalahperistiwa Kasunanantersebut Surakartakemudian dandiberi Kasultanannama NgayogyakartaKyai Clereq.{{Sfn|Suwito|MarwitoBangunjiwa|20092015|p=719}}
 
Pada saat terjadi pertempuran di Jenar melawan VOC, Pangeran Mangkubumi memiliki ''bregada'' prajurit yang sangat tangkas; namanya ''bregada'' Mantrilebet (sekarang disebut Mantrijero). ''Bregada'' ini berhasil menumpas Mayor Clereq pada 12 Desember 1751. Mayor Clereq berhadapan satu-satu dengan seorang personel prajurit bernama Wiradigda. Tombak tersebut melukai bahu Clereq sehingga pedang yang ia pegang lepas dan terjatuh. Dalam kondisi genting, ia mencoba untuk menodongkan pistol kepada Wiradigda. Namun, Wiradigda tidak sendiri; Wiradigda dibantu oleh rekannya yang bernama Prawirarana untuk menusukkan sebatang tombak ke leher Clereq hingga Clereq pun tewas seketika. Tombak yang digunakan dalam peristiwa tersebut kemudian diberi nama Kyai Clereq.{{Sfn|Bangunjiwa|2015|p=19}}
 
Setelah Kesultanan Ngayogyakarta berdiri, [[Hamengkubuwana I]] memerintahkan pembangunan keraton, serta melembagakan kesatuan prajurit yang tetap melakukan perlawanan bersenjata. Kekuatan mereka semakin disegani; terbukti pada 1781 seorang Gubernur Pantai Timur Laut Jawa bernama [[Johannes Siberg]] (menjabat 1780–1787) pernah mengajukan permohonan pengerahan pasukan keraton sebanyak 1.132 orang, dengan perincian 1.000 personel prajurit biasa, 100 orang prajurit pengawal Putra Mahkota, dan sisanya perwira-perwira tinggi, ke Batavia. Tujuan dari pengerahan pasukan ini adalah untuk menghalau tentara Britania Raya yang akan berperang melawan Belanda dan menduduki wilayah Asia Tenggara. Tugasnya berakhir pada Oktober 1783 dan mereka pun mendapatkan hadiah 12 unit meriam dari Residen VOC di Yogyakarta.{{Sfn|Ricklefs|2002}}{{Sfn|Suwito|Marwito|2009|p=8}}
Baris 30 ⟶ 29:
Sejak pemerintahan [[Hamengkubuwana VI]] hingga [[Hamengkubuwana VIII|VIII]], ''bregada'' Prajurit Keraton berubah menjadi prajurit seremonial (keperluan upacara). Prajurit ini dibubarkan penuh pada 1942 dan baru dihidupan kembali pada 2 Maret 1971 atas perintah dari [[Hamengkubuwana IX]]. Bregada keprajuritan ini keluar saat upacara [[Grebeg]], yang diselenggarakan setiap peringatan [[Maulid Nabi Muhammad|Maulid]] ("Grebeg Mulud"), [[Idulfitri]] (disebut "Grebeg Syawal"), dan [[Iduladha]] ("Grebeg Besar"), atau pawai budaya yang diselenggarakan Pemerintah Daerah atau Keraton.{{Sfn|Suwito|Marwito|2009|p=13-14}}
 
=== ''Bregada'' Surakarta ===
=== ''Bregada'' Pakualaman ===
{{utama|Legiun Pakualaman}}Sebelum dijadikan sebagai ''bregada,'' korps angkatan bersenjata [[Kadipaten Pakualaman]] dikenal dengan nama "Legiun Pakualaman". Legiun ini dibentuk segera setelah Pakualaman berdiri, dan [[Paku Alam I]] (Pangeran Natakusuma) bertakhta. Tidak seperti ''bregada'' Kraton, legiun difasilitasi dengan gaya busana, keterampilan dan taktik, kepangkatan, dan pelatihan seperti halnya prajurit-prajurit Eropa. Mereka juga difasilitasi oleh Pemerintah Kolonial mulai dari instruktur sampai uang saku. Mereka pernah terlibat dalam [[Perang Aceh]], tetapi tidak memberi kepuasan bagi Pemerintah Kolonial, sehingga legiun ini dibubarkan pada 1892 (era [[Paku Alam V]]). Mereka yang masih muda dan sehat ditawari bergabung dengan [[Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger]], tetapi mereka yang ditolak masuk ditawari menjadi [[abdi dalem]] punakawan.{{Sfn|Poerwokoesoemo|1985|p=236}}{{Sfn|Mahfudhoh|2016|p=}}
Baris 197:
|}
 
=== Surakarta ===
=== Pakualaman ===
Keprajuritan Pakualaman memiliki pucuk pimpinan yakni Pandega, yang kemudian membawahi dua ''bregada''. Dua ''bregada'' Pakualaman yang sampai sekarang masih aktif adalah ''bregada'' Lombok Abang dan ''bregada'' Plangkir. Pada saat upacara Grebeg, ''bregada'' Lombok Abang berbaris di depan gunungan, sedangkan ''bregada'' Plangkir berbaris di belakangnya.{{Sfn|Suyami|2008|p=73}}
Baris 224 ⟶ 225:
|}
 
=== Bregada rakyat dan pengaruh terhadap masyarakat ===
Popularitas ''bregada'' prajurit keraton di kalangan masyarakat Yogyakarta membuat banyak masyarakat mengkreasikan gaya-gaya keprajuritan, karena memiliki ciri khas tersendiri. Masyarakat umum yang peduli dengan seni keprajuritan gaya Yogyakarta banyak membentuk sebuah ''bregada'' kreasi baru, yang dikenal sebagai bregada rakyat. Umumnya bregada rakyat dibentuk di wilayah [[pedesaan]], yang masih menjunjung tinggi adat istiadat dan pelestarian budaya tradisional. ''Bregada'' ''rakyat'' banyak ditampilkan dalam upacara adat di wilayah pedesaan, seperti merti dusun.{{sfn|Utomo S.|2018}}