Gamelan sekaten: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 3:
 
== Sejarah ==
Dalam cerita lisan turun-temurun di kalangan [[orang Jawa]], dakwah Islam dengan menggunakan gamelan telah dilakukan oleh [[Wali Sanga]] pada abad ke-16.{{Sfn|Sumarsam|2002|p=136}} Sebelumnya, orang Jawa telah mengenal [[Hinduisme|Hindu]] dan [[Buddhisme|Buddha]], serta telah mengenal gamelan sebagai bagian dalam upacara adatnya. telah memeluk agama Hindu dan Budha yang menyertakan
 
=== Kesultanan Demak ===
gamelan atau kesenian sebagai salah satu kegiatan dari upacara ritualnya. Kondisi
Dalam cerita lisan turun-temurun di kalangan [[orang Jawa]], dakwah Islam dengan menggunakan gamelan telah dilakukan oleh [[Wali Sanga]] pada abad ke-16.{{Sfn|Sumarsam|2002|p=136}} Sebelumnya, orang Jawa telah mengenal [[Hinduisme|Hindu]] dan [[Buddhisme|Buddha]], serta telah mengenal [[gamelan]] sebagai bagian dalam upacara adatnya. Masalah telahinilah memelukyang agamamenghambat HinduWali danSanga Budhauntuk melaksanakan tugasnya, yaitu meng-Islamkan Nusantara. Dalam sebuah musyawarah yang menyertakandiselenggarakan oleh Dewan Wali Sanga Kesultanan Demak, [[Sunan Kalijaga]] yang kala itu hadir dalam majelis mengemukakan gagasan untuk menggunakan gamelan sebagai media dakwah.{{Sfn|Daryanto|2015|p=6}}
 
Terkait dengan spesifikasi teknis gamelan sekaten, penulis Pradjapangrawit menjabarkan ide Sunan Kalijaga terkait gamelan sekaten sebagai berikut:{{Sfn|Pradjapangrawit|1990|p=25-26}}
sosial psikologis masyarakat Jawa semacam itu rupanya menjadi hambatan para
{{Cquote|Supaya tujuan (meng-Islamkan) itu segera tercapai, perlu memanfaatkan sarana kebudayaan yang disukai orang Jawa, dan dianggap sebagai pusaka Jawa, yaitu gamelan. Gamelan tersebut ditabuh di dekat masjid dengan suara keras agar dapat terdengar sampai jauh. Lebih-lebih orang yang berada di dekatnya dapat mendengarnya dengan jelas. Dipastikan bahwa orang Jawa akan datang melihat wujud atau mendengar suara gamelan.}}
Untuk mewujudkan tujuan itu, perangkat gamelan sekaten dibuat lebih besar daripada gamelan biasa, sehingga menghasilkan suara yang sangat keras dan nyaring. Menurut Dewan Wali Sanga, dakwah dengan pendekatan kultural semacam ini diyakini akan menjadi langkah efektif untuk meng-Islamkan orang Jawa.{{Sfn|Daryanto|2015|p=7}}
 
=== Kesultanan Pajang ===
wali untuk menyebarkan agama Islam. Maka dalam suatumusyawarah para wali,
 
== Spesifikasi teknis ==
Sunan Kalijaga mengusulkan agar menggunakan gamelan sebagai daya tarik awal
 
== Memainkan gamelan ==
bagi penyebaran agama Islam. Gamelan Sekaten yang digunakan sebagai sarana
 
=== ''Miyos'' dan ''kondur gangsa'' ===
penyebaran agama Islam di Jawa diduga kuat memiliki nilai-nilai atau unsurunsur
 
=== Waktu permainan gamelan ===
Islam dalam perangkat tersebut.
Gamelan sekaten ditabuh selama 24 jam selama sepekan sejak ''miyos'' hingga ''kondur gangsa''. [[Keraton Surakarta]] terus mempertahankan tradisi ini,<ref>{{Cite web|last=P.D|first=Mariyana Ricky|date=2019-11-03WIB01:00:21+00:00|title=Gamelan Ditabuh, Sekaten Solo Dimulai|url=https://soloraya.solopos.com/gamelan-ditabuh-sekaten-solo-dimulai-1028633|website=Solopos.com|language=id|access-date=2024-05-11}}</ref> sedangkan [[Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat|Keraton Ngayogyakarta]] membatasi waktu permainan hingga pukul 00.00 sejak tahun 1970.<ref>{{Cite web|last=crew|first=kraton|title=Gendhing Sekaten|url=https://www.kratonjogja.id/kagungan-dalem/37-gendhing-sekaten/|website=kratonjogja.id|language=en|access-date=2024-05-11}}</ref> Setiap kali gamelan ditabuh, orang-orang di sekitarnya membakar [[kemenyan]] dan menaburkan bunga-bunga. Tabuhan gamelan dijeda ketika waktu [[muazin]] mengumandangkan [[azan]] hingga pelaksanaan [[salat berjemaah]] dan [[majelis taklim]] di Masjid Agung selesai. Ulama yang saat itu sedang bertugas di masjid kemudian mulai berdakwah. Materi dakwah yang disampaikan adalah dasar-dasar beragama Islam, yaitu memaknai dua kalimat [[syahadat]]. Bagi masyarakat yang benar-benar ingin masuk Islam, para ulama segera menuntun mereka dengan mengucap syahadat. Dengan banyaknya orang yang disyahadatkan, maka keramaian tersebut dikenal dengan istilah ''syahadatain'', yang kemudian berubah pengucapannya menjadi ''sekaten''.{{Sfn|Atmosiswartoputra|2021|p=260}}
 
=== Iringan gendhing ===
 
== Lihat pula ==
Baris 27 ⟶ 32:
 
=== Daftar pustaka ===
* {{Cite journal|last=Daryanto|first=Joko|date=2015|title=GAMELAN SEKATEN DAN PENYEBARAN ISLAM DI JAWA|url=https://journal.uny.ac.id/index.php/ikadbudi/article/view/12030|journal=Jurnal IKADBUDI|volume=4|issue=10|doi=10.21831/ikadbudi.v4i10.12030|issn=2685-8282|ref=harv}}
* {{Cite book|last=Pradjapangrawit|date=1990|title=Serat Sujarah Utawi Riwayating gamelan: Serat Saking Gotek|location=Surakarta|publisher=STSI Press|isbn=|ref=harv|url-status=live}}
* {{Cite book|last=Sumarsam|date=2002|title=Hayatan gamelan : kedalaman lagu, teori, dan perspektif / penulis|location=Surakarta|publisher=STSI Press|isbn=978-602-6610-72-0|ref=harv|url-status=live}}