Sumatra: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
→‎Etimologi: menambah konten
Baris 26:
|timezone=[[Waktu Indonesia Barat]] ([[UTC+07:00]])
}}
'''Sumatra''' (bentuk tidak baku: '''Sumatera'''){{efn|Dalam ''[[Kamus Besar Bahasa Indonesia]]'' telah disebutkan bahwa {{lang|id|'''Sumatra'''}} adalah ejaan yang benar dalam bahasa Indonesia;<ref>{{cite web|url=https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/{{urlencode:Sumatra|WIKI}}|title=Arti kata Sumatra|website=[[KBBI Daring]]|department=[[Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa]], [[Kemendikbud]]|access-date=24 Juni 2024}}</ref> Namun, secara populer dieja dalam bahasa Indonesia yang tidak baku sebagai {{lang|id|''Sumatera''}}.}} adalah [[pulau]] [[Daftar pulau menurut luas wilayah|keenam terbesar di dunia]] yang terletak di [[Indonesia]], dengan luas 473.481&nbsp;km². Penduduk yang tinggal di pulau ini sekitar 57.940.351 jiwa (sensus 2018)<ref name='makalahislam'>https://www.britannica.com/list/the-largest-islands-in-the-world</ref>. Pulau ini dikenal pula dengan namaberagam lainnama yaitu ''Pulau Percha'', ''Andalas'', Bumi Malayu atau ''Suwarnadwipa'' ([[bahasa Sanskerta]], berarti "pulau emas"). Kemudian pada [[Prasasti Padang Roco]] tahun 1286 dipahatkan ''swarnnabhūmi'' ([[bahasa Sanskerta]], berarti "tanah emas") dan ''bhūmi mālayu'' ("Tanah Melayu") untuk menyebut pulau ini. Selanjutnya dalam naskah [[Negarakertagama]] dari abad ke-14 juga kembali menyebut "Bumi Malayu" (Melayu) untuk pulau ini.
 
== Etimologi ==
Menurut [[Hamka]], asal nama Sumatra berawal dari keberadaaan kata ''Samudra'' dari nama [[Kesultanan Samudera Pasai]] yang terletak di pesisir timur [[Aceh]]. Nama ini bersumber dari catatan oleh [[Ibnu Batutah]], petualang asal [[Maroko]] pada tahun [[1345]]. Dia melafalkan kata ''Samudra'' menjadi ''Shumathra'' karena ketidakmampuannya dalam membaca huruf dalam [[Bahasa Sanskerta|Bahasa Sansekerta]]<ref name=":0">{{Cite book|last=Hamka|date=1950|url=https://ia803101.us.archive.org/17/items/hamkasedjarahislamdisumaterazlib.org1/%5BHamka%5D_Sedjarah_Islam_di_Sumatera%28z-lib.org%29%20%281%29.pdf|title=Sedjarah Islam di Sumatera|location=Medan|publisher=Pustaka Nasional|pages=7|language=id|url-status=live}}</ref> Akan tetapi, [[Nicolaas Johannes Krom]] menyatakan bahwa kata Sumatera berasal dari kata ''Sumatrabhumi'' yang merupakan variasi dari ''[[Suvarnabhumi|Suwarnabhumi]].'' Penggunaan kata ini mengalami beberapa variasi kata seperti ''Siometra'', ''Sumutra'', ''Samudra, Samatra, Sciamuthera'' yang tercantum dalam peta-peta abad ke-16 buatan orang Eropa seperti orang [[Imperium Portugal|Portugis]] dan orang [[Venesia]].<ref name=":1">{{Cite journal|last=Krom|first=N. J.|date=1941|title=De Naam Sumatra|url=https://www.jstor.org/stable/20770508|journal=Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië|volume=100|pages=5–25|issn=1383-5408}}</ref>
 
Nama ''Suwarnabhumi'' ('Pulau Emas') atau ''Swarnadwipa'' yang memiliki arti yang sama diberikan karena kandungan emas yang berlokasi di dataran tinggi di pulau ini yang kemungkinan berasal dari daerah Minangkabau atau [[Sumatera Barat]]. yang saat itu dikuasai [[Sriwijaya]] antara abad 7 sampai 11 masehi <ref name=":0" /> Istilah "Pulau Emas" ini pun disebutkan dalam cerita rakyat Minangkabau seperti pada cerita [[Kaba Cindua Mato]] dengan nama ''Pulau Ameh'' yang berarti pulau emas dalam [[Bahasa Minangkabau]].<ref name=":1" /> Istilah-istilah ini muncul pada [[prasasti]] di India, yaitu [[Prasasti Nalanda]] di India (860 M) dan [[Prasasti Tanjore]] (1030 M) dalam [[bahasa Sanskerta]] saat menceritakan perjalanan utusan [[Kerajaan Chola]] ke Sumatra.<ref name=":2" />
Nama asli Sumatra, sebagaimana tercatat dalam sumber-sumber sejarah dan cerita-cerita rakyat, adalah "Pulau Emas". Istilah ''Pulau Ameh'' ([[bahasa Minangkabau]], berarti pulau emas) kita jumpai dalam cerita [[Cindua Mato]] dari [[Minangkabau]]. Dalam cerita rakyat Lampung tercantum nama tanoh mas untuk menyebut pulau Sumatra. Seorang musafir dari [[Tiongkok]] yang bernama [[I-tsing]] (634-713) yang bertahun-tahun menetap di [[Sriwijaya]] (Palembang sekarang) pada abad ke-7, menyebut Sumatra dengan nama ''chin-chou'' yang berarti "negeri emas". Emas menjadi daya tarik para pendatang di pulau Sumatra.<ref>{{cite web|url=https://historia.id/kuno/articles/pulau-emas-di-barat-nusantara-6k4rr|title=Pulau Emas di Barat Nusantara|first=Risa|last=Herdahita Putri|website=historia.id|date=13 Mei 2018|accessdate=20 Juni 2023}}</ref>.
 
Nama asli Sumatra, sebagaimana tercatat dalam sumber-sumber sejarah dan cerita-cerita rakyat, adalah "Pulau Emas". Istilah ''Pulau Ameh'' ([[bahasa Minangkabau]], berarti pulau emas) kita jumpai dalam cerita [[Cindua Mato]] dari [[Minangkabau]]. Dalam cerita rakyat Lampung tercantum nama tanoh mas untuk menyebut pulau Sumatra. Seorang musafir dari [[Tiongkok]] yang bernama [[I-tsing]] (634-713) yang bertahun-tahun menetap di [[Sriwijaya]] (Palembang sekarang) pada abad ke-7, menyebut Sumatra dengan nama ''chin-chou'' yang berarti "negeri emas". Emas menjadi daya tarik para pendatang di pulau Sumatra.<ref name=":2">{{cite web|url=https://historia.id/kuno/articles/pulau-emas-di-barat-nusantara-6k4rr|title=Pulau Emas di Barat Nusantara|first=Risa|last=Herdahita Putri|website=historia.id|date=13 Mei 2018|accessdate=20 Juni 2023}}</ref>.
Dalam berbagai [[prasasti]], Sumatra disebut dalam [[bahasa Sanskerta]] dengan istilah: ''Suwarnadwipa'' ("pulau emas") atau ''[[Suvarnabhumi|Suwarnabhumi]]'' ("tanah emas"). Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Naskah [[Buddha]] yang termasuk paling tua, Kitab [[Jataka]], menceritakan pelaut-pelaut [[India]] menyeberangi [[Teluk Benggala]] ke Suwarnabhumi. Dalam cerita [[Ramayana]] dikisahkan pencarian Dewi [[Sinta]], istri Rama yang diculik [[Rahwana]], sampai ke Suwarnadwipa.
 
Dalam berbagai [[prasasti]], Sumatra disebut dalam [[bahasa Sanskerta]] dengan istilah: ''Suwarnadwipa'' ("pulau emas") atau ''[[Suvarnabhumi|Suwarnabhumi]]'' ("tanah emas"). Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Naskah [[Buddha]] yang termasuk paling tua, Kitab [[Jataka]], menceritakan pelaut-pelaut [[India]] menyeberangi [[Teluk Benggala]] ke Suwarnabhumi. Dalam cerita [[Ramayana]] dikisahkan pencarian Dewi [[Sinta]], istri Rama yang diculik [[Rahwana]], sampai ke Suwarnadwipa.
 
Para musafir Arab menyebut Sumatra dengan nama "Serendib" (tepatnya: "Suwarandib"), transliterasi dari nama Suwarnadwipa. Abu Raihan Al-Biruni, ahli geografi [[Persia]] yang mengunjungi Sriwijaya tahun 1030, mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak di pulau Suwarandib. Namun ada juga orang yang mengidentifikasi Serendib dengan [[Srilangka]], yang tidak pernah disebut Suwarnadwipa.
Baris 44 ⟶ 46:
 
Banyak ahli sejarah yang berpendapat bahwa negeri [[Ophir]] itu terletak di Sumatra (Gunung Ophir di [[Kabupaten Pasaman Barat|Pasaman Barat]], [[Sumatera Barat]] yang sekarang bernama [[Gunung Talamau]]?). Perlu dicatat, kota Tirus merupakan pusat pemasaran barang-barang dari Timur Jauh. Ptolemaios pun menulis ''Geographike Hyphegesis'' berdasarkan informasi dari seorang pedagang Tirus yang bernama Marinus. Dan banyak petualang Eropa pada abad ke-15 dan ke-16 mencari emas ke Sumatra dengan anggapan bahwa di sanalah letak negeri Ofir Nabi Sulaiman a.s.
 
 
Kemudian pada [[Prasasti Padang Roco]] tahun 1286 dipahatkan ''swarnnabhūmi'' ([[bahasa Sanskerta]], berarti "tanah emas") dan ''bhūmi mālayu'' ("Tanah Melayu") untuk menyebut pulau ini. Selanjutnya dalam naskah [[Negarakertagama]] dari abad ke-14 juga kembali menyebut "Bumi Malayu" (Melayu) untuk pulau ini.
 
=== Samudra menjadi Sumatra ===