Perang Aceh: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Dirga udara (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Dirga udara (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 87:
 
Pada tahun 1894, penghulu atau hakim [[Hasan Mustafa]] juga membantu menghentikan pertempuran dengan mengeluarkan fatwa yang memerintahkan umat Islam untuk tunduk kepada pemerintah kolonial Belanda.<ref>Mufti Ali, "A Study of Hasan Mustafa's 'Fatwa: 'It Is Incumbent upon the Indonesian Muslims to be Loyal to the Dutch East Indies Government,'" ''Journal of the Pakistan Historical Society,'' April 2004, Vol. 52 Issue 2, pp 91–122</ref>
 
===Pasifikasi===
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Een militaire patrouille die deelneemt aan de Atjeh Oorlog eet tijdens een rustpauze TMnr 60009091.jpg|thumb|Patroli militer Belanda yang sedang istirahat saat Perang Aceh, foto oleh [[H.M. Neeb]]]]
Pada tahun 1898 Van Heutsz diproklamasikan sebagai gubernur Aceh, dan bersama letnannya, yang kemudian [[Perdana Menteri Belanda|Perdana Menteri Belanda]] [[Hendrikus Colijn]], akhirnya menaklukkan sebagian besar Aceh. Mereka mengikuti saran Hurgronje, dengan membentuk uleebelang yang kooperatif yang akan mendukung mereka di pedesaan dan mengisolasi perlawanan dari basis pendukung mereka di pedesaan.<ref name="Vickers13"/> Belanda merumuskan strategi baru [[melawan pemberontakan ]] peperangan dengan mengerahkan unit bersenjata ringan [[Korps Marechaussee te voet|Marechaussee]] dan menggunakan taktik [[bumi hangus]].<ref name="Ibrahim133"/> Van Heutsz menyerang Kolonel [[Gotfried Coenraad Ernst van Daalen]] dengan mematahkan sisa perlawanan.<ref name=daalen>{{cite web|url=http://resources.huygens.knaw.nl/bwn1880-2000/lemmata/bwn3/daalen |title=DAALEN, Gotfried Coenraad Ernst van (1863–1930) |website=[[Huygens Institute for the History of the Netherlands]] |author=H.L. Zwitzer|year=1989|language=nl|access-date=26 Januari 2022}}</ref>
 
[[Berkas:Ottoman and Acehnese guns after the Dutch conquest of Aceh in 1874 Illustrated London News.jpg|thumb|Membongkar senjata Ottoman dan Aceh setelah penaklukan Belanda atas Aceh pada tahun 1874. [[Illustrated London News]]]]
 
Pada tahun 1903, pemimpin utama perlawanan sekuler Aceh termasuk Sultan [[Alauddin Muhammad Da'ud Syah II]], [[Tuanku Raja Keumala]], Mahmud dan Muda Perkasa menyerah.<ref name="Ibrahim133"/> Selama kampanye tahun 1904, Kolonel van Daalen menghancurkan beberapa desa, menewaskan sedikitnya 2.922 warga Aceh, di antaranya 1.149 wanita dan anak-anak selama kampanye tahun 1904.<ref name=daalen/> Kerugian Belanda berjumlah 26 , dan Van Daalen dipromosikan. Episode kekejaman militer Belanda terjadi pada periode ini. Foto-foto [[pembantaian Kuta Reh|pembantaian Belanda]] bulan Juni 1904 di desa Kuta Reh yang diambil oleh [[orang Alas]] pada saat ekspedisi militer Belanda di wilayah Gayo dan Alas di Aceh, misalnya, menunjukkan bahwa pembunuhan terhadap kelompok besar orang warga sipil terjadi pada beberapa kesempatan.<ref>Linawati Sidarto, 'Images of a grisly past', ''The Jakarta Post: Weekender'', Juli 2011 {{cite web|url=http://www.thejakartapost.com/news/2011/06/23/grisly-images.html |title=Grisly Images &#124; the Jakarta Post |access-date=2011-06-26 |url-status=dead |archive-url=https://web.archive.org/web/20110627150918/http://www.thejakartapost.com/news/2011/06/23/grisly-images.html |archive-date=27 Juni 2011 }}</ref> Pada akhir tahun 1904 sebagian besar wilayah Aceh berada di bawah kendali Belanda, dan mempunyai pemerintahan pribumi yang bekerja sama dengan negara kolonial. Belanda mengkonsolidasikan kendali mereka atas Aceh dengan menerapkan kebijakan [[toleransi beragama]] sebagai cara untuk menghalangi rakyat Aceh melakukan perjuangan bersenjata.<ref name="Ibrahim133"/> Menurut Sejarawan Adrian Vickers, selama keseluruhan Perang Aceh, 50.000 hingga 60.000 warga Aceh meninggal karena kekerasan dan penyakit, sekitar 2.000 tentara Eropa dan pribumi sekutu tewas dalam pertempuran, dan lebih dari 35.000 tentara dan buruh meninggal karena penyakit.<ref name="Vickers13"/> Kehancuran seluruh komunitas juga menyebabkan 10.000 warga Aceh mengungsi ke negara tetangga [[British Malaya|Malaya]].<ref name="Vickers13"/>
 
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Luitenant-generaal J.B. van Heutsz met zijn staf tijdens de aanval op Bateë-iliëk TMnr 10018875.jpg|thumb|Jenderal van Heutz dan staf dalam foto oleh [[Christiaan Benjamin Nieuwenhuis]]]]
Di Belanda pada saat itu, Van Heutsz dianggap sebagai pahlawan, diberi nama 'Penenang Aceh' dan diangkat menjadi gubernur jenderal seluruh [[Hindia Belanda]] pada tahun 1904. Sebuah monumen yang masih ada untuknya didirikan. di [[Amsterdam]], meskipun gambar dan namanya kemudian dihapus, untuk memprotes warisan kekerasannya. Pemerintahan Belanda membela tindakan mereka di Aceh dengan mengutip keharusan moral untuk membebaskan masyarakat dari penindasan dan praktik terbelakang yang dilakukan oleh penguasa pribumi independen yang tidak memenuhi norma-norma internasional.<ref name="Vickers14">Vickers (2005), pp. 14</ref> Perang Aceh juga mendorong aneksasi Belanda atas negara-negara merdeka lainnya di [[Bali]], [[Maluku]], [[Kalimantan]] dan [[Sulawesi]] antara tahun 1901 dan 1910.<ref name="Vickers14"/>
 
Akan tetapi, pengaruh kolonial di wilayah [[Dataran Tinggi (geografi)|dataran tinggi]] terpencil di Aceh tidak pernah besar, dan perlawanan [[gerilya]] terbatas yang dipimpin oleh para ulama tetap bertahan hingga tahun 1942.<ref name="Ibrahim133"/> Tidak dapat untuk mengusir Belanda, banyak ulama yang secara bertahap menghentikan perlawanannya. Wilayah [[Kabupaten Gayo Lues|Gayo]] tetap menjadi pusat perlawanan hingga tahun 1914.<ref name="Reid339" /> Seorang intelektual [[Sayyid Ahmad Khan]] menganjurkan penghentian "[[jihad]]" melawan Belanda.<ref name="Ibrahim133"/>
 
== Siasat Snouck Hurgronje ==