Perang Aceh: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Dirga udara (bicara | kontrib)
Tag: halaman dengan galat kutipan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Dirga udara (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: halaman dengan galat kutipan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 110:
 
Setelah penyerahan kedaulatan Belanda ke Indonesia pada bulan Agustus 1949, banyak masyarakat Aceh yang merasa tidak puas dengan kebijakan pemerintah pusat yang didominasi [[Orang Jawa]] di [[Jakarta]] dan mulai melakukan agitasi untuk [[otonomi]] .<ref name="Vickers140">Vickers (2005), hal. 140</ref> Keluhan yang muncul mencakup penggabungan Aceh ke dalam provinsi [[Sumatera Utara]] yang mayoritas penduduknya [[Kristen]] [[Suku Batak|Batak]], buruknya imbalan finansial dan politik di dalam [[negara kesatuan|kesatuan]] Republik Indonesia dan kegagalan menerapkan hukum [[syariah]].<ref name="Reid341" /><ref name="Reid19">Reid (2005), p. 19</ref> Pada tahun 1953, [[Soekarno]] menyatakan bahwa ia menentang rencana Aceh untuk memberlakukan hukum [[syariah]], dengan menyatakan bahwa "Indonesia adalah negara bangsa dengan ideologi [[Pancasila]] , bukan negara teokratis dengan orientasi keagamaan tertentu."<ref>{{Cite web|url=https://historia.id/politik/articles/air-mata-bung-karno-meleleh-di-aceh-vqrx1|title=Bung Karno's Tears Melt in Aceh|last =Jo|first=Hendi|date=9 Oktober 2015|website=Historia.id|access-date=}}</ref> Diceritakan Sajoeti yang juga mendampingi Soekarno, sebagian kelompok militan Aceh tidak menyambut baik kunjungan Sukarno bahkan menduga ia mempunyai agenda sekularisasi. Misalnya, ada beberapa poster yang bertuliskan: "Kami menyayangkan pidato Presiden di Amuntai"; Kami mencintai Presiden, namun kami lebih mencintai negara. Kami cinta tanah air, tapi kami lebih cinta agama. Islam itu suci”; “Mencintai agama berarti mencintai tanah air. Tapi itu tidak berarti mencintai negara berarti mencintai agama", dan "Mereka yang menolak hukum Islam bukanlah pembela Islam."<ref name="Sajoeti">Sajoeti 1953: 33–8</ref> Faktor-faktor ini menyebabkan hingga pemberontakan singkat oleh gerakan [[Darul Islam]] di bawah [[Daud Bereueh]]<ref name="Reid341" /> yang ditindas oleh [[Tentara Nasional Indonesia|Bahasa Indonesia angkatan bersenjata]].<ref name="Reid19" /><ref name="Vickers120">Vickers (2005), hal. 120</ref> Meskipun demikian, banyak masyarakat Aceh dan masyarakat Sumatera lainnya yang tidak menyukai dominasi posisi penting di pemerintahan dan militer oleh orang Jawa.<ref name="Reid19" /> Pemberontakan yang dipimpin oleh [[Gerakan Aceh Merdeka]] berkecamuk di provinsi tersebut hingga perjanjian damai ditandatangani antara gerakan Aceh dan pemerintah Indonesia setelah [[Samudera Hindia tahun 2004 gempa bumi dan tsunami|Tsunami Besar Aceh]].
 
===Pemakaman Kerkhof Poucut Belanda===
Banyak korban Belanda dalam Perang Aceh dimakamkan di [[Pemakaman Kerkhof Peucut]] (juga disebut Pemakaman Peutjoet atau Peutjut), pemakaman militer Belanda terletak di dekat pusat [[Banda Aceh] ] di sebelah [[Museum Tsunami Aceh]]. Kerkhoff Poucut tercatat sebagai pemakaman militer Belanda terbesar di luar Belanda. Terdapat sekitar 2.200 kuburan tentara Belanda serta rekrutan dari Ambon, Manado dan Jawa, serta beberapa jenderal Belanda.<ref>Hotli Semanjuntak, '[http://www.thejakartapost.com/news/2012/03/20/kerkhoff-poucut-cemetery-testifying-aceh-war.html Kerkhoff Poucut Cemetery, testifying to the Aceh War'], ''The Jakarta Post'', 20 Maret 2012.</ref>
 
== Taktik perang ==