Resi Bhisma: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Feri istanto (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Xqbot (bicara | kontrib)
k Bot: Memperbaiki pengalihan ganda ke Bisma
 
(15 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
#ALIH [[Bisma]]
'''Resi Bhisma''' atau Resi Bisma, [[kakek]] dari para [[pandawa]] dan [[kurawa]] dalam [[wiracarita]] [[Mahabharata]]. Nama Bisma berarti Maha Dahsyat. Bisma adalah anak Prabu [[Sentanu]], Rata Astina dengan [[Dewi Gangga]]/[[Dewi Jahnawi]] (dalam versi Jawa). Waktu kecil bernama Raden Dewabrata yang berarti keturunan Barata yang luhur. Ia juga mempunyai nama lain Ganggadata. Dia adalah salah satu tokoh [[wayang]] yang tidak menikah yang disebut dengan istilah Brahmacari. Berkediaman di pertapaan Talkanda.
 
Dikisahkan, saat ia lahir, ibunya moksa ke alam baka meninggalkan Dewabrata yang masih bayi. Ayahnya prabu Santanu kemudian mencari wanita yang bersedia menyusui Dewabrata hingga ke negara Wirata bertemu dengan Dewi Durgandini, istri Parasara yang telah berputra Wiyasa. Setelah Durgandini bercerai, ia dijadikan permaisuri Prabu Santanu dan melahirkan Citragada dan Wicitrawirya, yang menjadi saudara Bisma seayah lain ibu.
 
Setelah menikahkan Citragada dan Wicitrawirya, Prabu Santanu turun tahta menjadi pertapa, dan digantikan anaknya. Sayang kedua anaknya kemudian meninggal secara berurutan, sehingga tahta kerajaan Astina dan janda Citragada dan Wicitrawirya diserahkan pada Wiyasa, putra Durgandini dari suami pertama. [[Wiyasa]] lah yang kemudian menurunkan Pandu dan Destarata, orangtua Pandawa dan Kurawa.
 
Dalam [[perang Baratayuda]], Bisma berpihak pada kurawa. Beliau pernah dikutuk oleh seseorang yang mencintainya dan tak sengaja dibunuhnya yaitu Dewi Amba. Putri ini lalu menitis pada [[Srikandi]] dan membunuhnya di perang [[Bharatayuddha]].
 
Bhisma memiliki ke[[sakti]]an tertentu, yaitu ia bisa menentukan waktu kematiannya sendiri. Maka ketika sudah sekarat terkena panah, ia minta sebuah tempat untuk berbaring. Kurawa memberinya tempat pembaringan mewah namun ditolaknya, akhirnya pandawa memberikan ujung panah sebagai alas tidurnya (kasur panah): <i>sarpatala</i>. Tetapi ia belum ingin meninggal, ingin melihat akhir daripada perang Bharatayuddha.
 
[[Kategori:Kurawa]]
 
[[en:Bhisma]]