Konten dihapus Konten ditambahkan
Farras (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Karir +Karier); perubahan kosmetika
 
(2 revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan)
Baris 14:
Menulis menjadi bagian dari hidupnya selama lebih seperempat abad. Latar belakang pendidikan teknik yang dia punyai, membuat Eko Yanche Edrie, pria kelahiran Padang Panjang 5 Juni 1963 ini banyak mencurahkan perhatiannya pada hal-hal teknik disamping humaniora juga dia sukai.
 
KarirKarier wartawannya diawali dari ‘wartawan cilik’ ketika di STM Negeri Bukittinggi ia menjadi wartawan untuk Koran Masuk Desa Haluan edisi Tanah Datar pada 1981-1982. Kemudian dia bergabung dengan dengan Harian Singgalang tahun 1984.
 
Suami dari Yus Eriza dan ayah dari Fadhel Mohammad Edrie, Fajar Mohammad Edrie dan Faridz Mohammad Edrie ini tercatat sebagai salah satu wartawan Sumatera Barat yang ‘rajin’ dihampiri penghargaan kepenulisan. Sejak 1990 tidak kurang dari 14 kali meraih juara nasional lomba karya tulis jurnalistik yang diadakan oleh berbagai lembaga.
Ia juga menulis sejumlah buku bersama rekan-rekannya, antara lain adalah bersama Hasril Chaniago Otobiografi Hasan Basri Durin (2008) Ia juga termasuk tim penyusun buku KMN, Pola Pengentasan Kemiskinan Ala Sumbar (2009) Yang teranyar adalah buku SBY & Ranah Minang (2009) yang ia tulis bersama Basril Basyar dan Zulnadi. Buku 50 Tahun Bank Nagari (2012) serta Otobiografi Marlis Rahman (bersama Nita Indrawati Arifin) dan Otobiografi Muhammad Rani Ismael (bersama Hasil Chaniago)
 
Keresahan jiwa anak polisi ini untuk senantiasa mencari hal-hal baru membuatnya ambil bagian juga dalam ‘kelompok 18’ yakni 18 wartawan senior Singgalang yang keluar dengan baik-baik, lalu mendirikan koran digital pertama di Sumatra yakni Ekuator Online. Ini adalah cikal bakal berdirinya koran Mimbar Minang yang dibidani bersama-sama tokoh ICMI Sumatera Barat. Mimbar Minang adalah koran pertama di Indonesia yang seratus persen sahamnya dimiliki oleh Koperasi.
Baris 28:
 
***
 
=== Eko Yanche Edrie: "Saya wartawan, bukan saudagar" ===
 
:Baris terlekuk
Menulis menjadi bagian dari hidupnya selama lebih seperempat abad. Latar belakang pendidikan teknik yang dia punyai, membuat Eko Yanche Edrie, pria kelahiran Padang Panjang 5 Juni 1963 ini banyak mencurahkan perhatiannya pada hal-hal teknik disamping humaniora juga dia sukai.
Dua kali ia menjadi juara nasional Lomba Karya Tulis Kelistrikan yang digelar PLN. Maka, ketika ditawari menulis buku ini, kontan saja Eko mengangguk setuju.
Karir wartawannya diawali dari ‘wartawan cilik’ ketika di STM Negeri Bukittinggi ia menjadi wartawan untuk Koran Masuk Desa Haluan edisi Tanah Datar pada 1981-1982. Kemudian dia bergabung dengan dengan Harian Singgalang tahun 1984.
Suami dari Yus Eriza dan ayah dari Fadhel Mohammad Edrie, Fajar Mohammad Edrie dan Faridz Mohammad Edrie ini tercatat sebagai salah satu wartawan Sumatera Barat yang ‘rajin’ dihampiri penghargaan kepenulisan. Sejak 1990 tidak kurang dari 14 kali meraih juara nasional lomba karya tulis jurnalistik yang diadakan oleh berbagai lembaga.
Ia juga menulis sejumlah buku bersama rekan-rekannya, yang terbaru adalah bersama Hasril Chaniago Otobiografi Hasan Basri Durin (2008) Ia juga termasuk tim penyusun buku KMN, Pola Pengentasan Kemiskinan Ala Sumbar (2009) Yang teranyar adalah buku SBY & Ranah Minang (2009) yang ia tulis bersama Basril Basyar dan Zulnadi. Buku 50 Tahun Bank Nagari (2012) serta Otobiografi Marlis Rahman (bersama Nita Inrawati Arifin) dan Otobiografi Muhammad Rani Ismael (bersama Hasil Chaniago)
Keresahan jiwa anak polisi ini untuk senantiasa mencari hal-hal baru membuatnya ambil bagian juga dalam ‘kelompok 18’ yakni 18 wartawan senior Singgalang yang keluar dengan baik-baik, lalu mendirikan koran digital pertama di Sumatra yakni Ekuator Online. Ini adalah cikal bakal berdirinya koran Mimbar Minang yang dibidani bersama-sama tokoh ICMI Sumatera Barat. Mimbar Minang adalah koran pertama di Indonesia yang seratus persen sahamnya dimiliki oleh Koperasi.
Di sela-sela kesibukannya menjadi Wakil Sekretaris PWI Sumbar, Eko juga terlibat dalam upaya peningkatan SDM wartawan bersama Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Pers Sumatera Barat (LP3SB) yang didirikannya bersama wartawan Fachrul Rasyid HF dan Ismet Fanany.
Setelah sempat mengurus Harian Haluan selama kurun waktu 2003 – 2008, ia memutuskan untuk menggeluti koran digital (media online) dan menjadi Pemimpin Redaksi padangmedia.com. Menurutnya, era media online yang mengonvergensikan grafis, teks, suara dan video, radio dan TV sekaligus adalah media masa depan. Setidaknya mengantisipasi saat munculnya media paperless.
Belakangan dia diajak kembali bergabung dengan Harian Haluan oleh Hasril Chaniago dan Zul Effendi. Tapi ia lebih memilih mengurusi Departemen Litbang, ketimbang operasional redaksi. Tapi ia tetap konsisten menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya, "Saya wartawan, bukan saudagar," katanya ketika diajak teman-temannya berbisnis serius.***