Pengguna:Rangga Suryo/Buku/Rangga Suryo/Buku/MN: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Rangga Suryo (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-resiko +risiko)
 
(6 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 5:
 
 
'''BAB I : LAHIRNYA KERAJAAN'''
 
'''A. Pendahuluan'''
Baris 28:
 
Sejak tahun 1757 berturut turut yang bertahta di Istana Mangkunegaran adalah;
 
 
1. Mangkunegara I (1757-1795)
Baris 49 ⟶ 50:
'''D. Lokasi Mangkunegaran'''
 
Istana Mangkunegaran berlokasi di Kota Surakarta di jalan Ronggowarsito dan bangunan menghadap ke Selatan.Sebagai kerajaan yang terbuka dengan ide ide baru perjumpaan Kebudayaan jawa dengan Eropa dicermati dengan seksamasaksama dan di akulturasikan menjadi milik Jawa.Akulturasi ini di inkulturasi sampai unsur dan elemen Eropa menjadi semakin Jawa.
 
'''E. Bangunan Istana'''
Baris 65 ⟶ 66:
Di Mangkunegaran saat ini yang bertahta adalah Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IX. Pada masa pemerintahannya sekarang beberapa bangunan di Istana mengalami Revitalisasi dengan dana bantuan dan ahli yag berasal dari Pemerintah Republik Indonesia melalui Pemerintah daerah.Revitalisasi sendiri adalah upaya untuk memulihkan bangunan seperti sedia kala dengan fungsi yang berbeda. Jaman dulu gedung Kavalarry adalah Markas Legiun Mangunegaran maka sekarang bisa di fungsikan untuk aktivitas yang lain.
 
''' ''Referensi'' '''
 
1. Lieberman,Victor B. Beyond binary histories: re-imagining Eurasia to c.1830, University of Michigan Press,USA, 1999.
Baris 75 ⟶ 76:
 
 
'''BAB II : SITUASI GLOBAL MATARAM'''
 
Solo adalah tempat atau ibukota Kraton Mataram sedangkan Giyanti, Salatiga dan Magelang adalah tempat yang menyisakan catatan catatan sejarah Mataram. Perhelatan kekuasaan Mataram meninggalkan jejak jejak nya di tempat tempat termasud; Solo, Giyanti (Sragen), Salatiga dan Magelang.
Sebelum berpusat di Surakarta di desa Solo, ibukota Mataram di Kartasura.Perpindahan pusat pemerintahan ini mengikuti pola tradisi kraton-kraton Jawa bahwa kraton lama yang sudah diduduki oleh lawan dipercaya tidak membawa keberuntungan dan harus didirikan yang baru.Demikian juga dengan Mataram yang diKartasura telah membawa penggulingan Paku Buwono II dari tampuk kekuasaan menjadi alasan kuat untuk melakukan perpindahan.
 
'''A. Belanda Merebut Kekuasaan Mataram'''
Baris 188 ⟶ 190:
Negara Kerajaan Mataram pada hakikatnya adalah monarki absolut yang kurang dapat mengimplementasikan keabsolutannya kedalam pemerintahan yang kuat.Ilmu pemerintahan dan ideologi pada masa Mataramitu belum ada dan untuk menerangkan kepada masyarakat tentang kehidupan bernegara maka sarana yang dipergunakan adalah elemen elemen kebudayaan, agama, seni pertunjukan wayang dan mitos mitos sebagai penguat legitimasi.
 
Ketika Belanda menjadi unsur stabilisator yang menjadikan Mataram stabil, tak kurang disini ditemui beberapa hal yang menjadikan cermatan bahwa para personil Belanda di Jawa adalah para bandit yang berkedok dermawan kepada penguasa Mataram.Peristiwa klasik yang dapat dilihat adalah peristiwa pemahkotaan Amangkurat II yang menggantikan ayahnya menjadi Raja Mataram.Kapten Tack seorang perwira Belanda medapat kehormatan untuk menyematkan Mahkota Mataram ke Amangkurat II. Mahkota yang dipakai raja baru ini sudah hilang beliannyaberliannya sidi Mahkota karena di ambil oleh Kapten Tack.
 
Para petualang yang tergabung dalam korps militer Belanda memang sudah ditengarai membawa penyakit ketidak beresannya dalam kapasitas sebagai pegawai di dinas kemiliteran VOC-Belanda. Stabilitas dan ketenteraman di Jawa bagi sebagian orang Belanda yang dinas di militer sangat tidak menguntungkan posisinya karena peran dan penghasilan mereka sebagai pegawai menjadi berkurang (Soekanto, Dr.,1952).Tambahan penghasilan dan karier dalam dinas menjadi berarti ketika tenaga dan keberadaan mereka dibutuhkan dan ini hanya terjadi jika konflik yang berujung perang terbuka terjadi.
 
Dinasti Mataram sepanjang sejarahnya adalah dinasti penuh dengan konflik antar keluarga yang sedang memegang tampuk kekuasaan.Yogyakarta sebagai pecahan dari Mataram tidak terkecuali pula dalam hal ini.Kekerabatan di Kasultanan Yogyakarta setelah perjanjian Giyanti meningkat dengan pesat.Peningkatan ini disebabkan tingkat kelahiran di kalangan bangsawan Yogyakarta lebih tinggi dibanding dua kerabat Kraton yang lain (Lihat: Ricklefs, MC.,2002).
 
Meningkatnya jumlah keturunan di Yogyakarta tidak diimbangi dengan kekompakan diantara para pewaris yang mengakibatkan terjadinya banyak kesedihan pada diri Sultan (Soekanto, Dr.,1952).Koflik yang bermula diantara para pewaris Yogyakarta ini lantas sedikit banyak mengundang pihak luar untuk terseret dan campur tangan.
 
Konflik yang semakin panas dan tegang sudah dapat ditengarai tradisi Mataram yang lama bakal muncul kembali.Tradisi yang menyelesaikan permasalahan dengan kekuatan bersenjata adalah cara klasik yang kembali dipergunakan untuk mengakhiri suatu konflik sampai seorang yang menang mengungguli dan mengatasi yang lain.
 
Referensi
Baris 277 ⟶ 287:
* Ricklefs, MC., Jogjakarta Under Sultan Mangkubumi, 1749-1792, Sejarah pembagian Jawa, Yogyakarta:Matabangsa, 2002.
 
'''BAB IV Raja Muda: Aktor Dan Penonton'''
 
Sebelum disampaikan Peranan dan kapasitasnya sebagai pelaku dan aktor panggung politik kekuasaan Jawa, ada baiknya para aktor dikemukakan di bab ini sebagai para petarung kerajaan.
Baris 285 ⟶ 295:
'''B. Mangkunegara II'''
 
Mangkunegara II adalah raja di Mangkunegaran yang melanjutkan tahta pendahulunya Pangeran Sambernyawa.Pemerintahannya berlangsung selama lebih kurang 40 tahun (1796-1835).Mangkunegara II merupakan keturunan langsung dari Mangkunegara I sebab ayahnya Pangeran Hario Prabuwijaya adalah putra Mangkunegara I.
 
''1.Asal Usul Mangkunegara II''
Baris 317 ⟶ 327:
Pada masa Mangkunegara II, di Yogyakarta yang bertahta adalah Hamengku Buwono II.Sultan Yogyakarta ke dua ini dalam pemerintahannya mengalami intrik dan rongrongan kekuasaan dari kerabat dan saudaranya sehingga jalannya pemerintahan Kasultanan mengalami pasang surut dan penuh dengan ketegangan dan muatan konflik yang berakibat melemahnya pemerintahan.Yogyakarta kurang siap dalam membaca perubahan abad yang menyangkut kekuatan asing/Eropa di Pulau Jawa yang berbeda dengan VOC-Belanda.Terhadap penguasa penguasa Jawa penampilan Belanda mampu memainkan peran sebagai kekuatan taklukan yang berkuasa.Belanda melayani penguasa penguasa Jawa sebagai suatu strategi tujuan untuk mendapatkan yang diinginkan.
 
Tahun 1807 Daendels datang ke Jawa dan membenahi admnistratif Jawa dan Nusantara dengan aturan aturan baru semacam protocular kepada penguasa penguasa setempat termasuk para raja di Jawa.Pabu Buwono IV dari Surakarta yang tadinya menolak cepat membaca situasi dan menerimanya.Mangkunegaran yang terampil dan cepat membaca perubahan jaman dengan segera merespon dan menjalin kemitraan dengan pembentukan Angkatan Bersenjata Kerajaan. Yogyakarta agak terlambat dalam membaca perubahan sehingga menerima resikorisiko kemerosotan Kerajaan.
 
b. Kekuatan Eropa di Jawa
 
Berbeda dengan Belanda, kekuatan Eropa yang datang dipada tahun 1800 an itu memiliki militer sebagai kekuatan pemaksa terhadap pembangkangan.Sama sama dari Eropa, kekuatan Eropa yang datang adalah kekuatan Revolusioner yang selalu siap berlaga-tempur.Di Kraton Yogyakarta situasinya terpecah pecah dalam kelompok kekuatan yang saling menjatuhkan satu dengan yang lainnya.Ada kelompok Natakusuma dengan anaknya Natadiningrat disamping juga kelompok Putra Mahkota (calon Hamengku Buwono III) dengan Kapiten Cina wilayah Yogyakarta yakni Tan Jiem Sing (kelak bergelar Tumenggung Secadiningrat).Satu lagi adalah kelompok Patih Danurejo yang karena jabatannya merupakan kompromi antara Sultan dengan Gubernur Belanda maka mengharuskan seorang patih melayani dua kepentingan penguasa; Kasultanan dan Gubernur Belanda.
 
Konflik antar kelompok itu mengundang pemerintah di Batavia turun ke daerah dengan bala tentara nya.
Baris 359 ⟶ 369:
Mangkunegara V adalah penerus dinasti Mangkunegaran yang bertahta relatif singkat (1881-1896).Dari beberapa sumber tulisan Mangkunegara V disebutkan tidak memiliki putra Mahkota padahal beliau memiliki putra dan putri tetapi masih remaja dan belum ada yang diangkat sebagai putra mahkota.
 
Dari Putra putranya yang potensial menggantikan kedudukannya ada dua yakni KPH.Suryakusuma sebagai putra sulung Mangkunegara V dengan nama kecil BRM samekto ( lahir 9 Oktober 1873 ) dan RMA. Suryasuparta.Kedua putra Mangkunegara V pada fakta sejarah tidak menggantikan ayahnya sebagai Mangkunegara VI karena tahta kemudian jatuh kepada adik Mangkunegara V yaitu RM.Suyitno yang menggantikan kakaknya menjadi Mangkunegara VI.
 
''1.Pemerintahan Mangkunegara V''
 
Pemerintahan Mangkunegara V tergolong relatif singkat dan beberapa catatan yang dapat ditulis mengenai pemerintahannya adalah sekitar masalah meneruskan usaha bisnis Kerajaan yang telah di rintis oleh ayahandaayah dan pendahulunya yakni Mangkunegara IV.
 
Dalam masa pemerintahannya, pabrik gula mengalami defisit anggaran dan keberlansungan industri gula.Mangkunegara V tahun 1885 berusaha mencari pinjaman kepada Belanda melalui Residen Surakarta tetapi ditolak.Penolakan ini didasarkan karena Mangkunegara V tidak memberi kepastian penghentian model pengurusan keuangan yang salah urus.Belanda mengusulkan soal keuangan diserahkan kepada suatu komisi yang diangkat oleh Residen setelah dirundingkan dengan Raja (Mangkunegara V).Dalam komisi ini Belanda juga mengusulkan agar asisten Residen masuk dalam komisi bersama dengan para keturunan Mangkunegara II, III, IV dan V dalam suatu kepanitiaan.
Baris 392 ⟶ 402:
5. http://gondosuputran.blogspot.com/2007/03/legiun-mangkunegaran.html
6. Wasino, Kapitalisme Bumi Putra, Perubahan Masyarakat Mangkunegaran
 
 
'''G. Mangkunegara VI '''
 
'''H. Mangkunegara VII '''
 
'''I. Mangkunegara VIII '''
 
'''J. Mangkunegara IX '''
 
''' ''Daftar Pustaka'' ''
 
''' ''Lampiran'' '''
 
'''1. Lampiran 1;'''
 
'''Pangeran Surya Mataram'''
 
Pangeran Surya Mataram adalah gelar yang dianugerahkan oleh Mangkunegara I untuk cucu nya tetapi mengundang kontroversi pihak Belanda karena nama itu dikhawatirkan dapat memicu perselisihan baru berkepanjangan.Gelar Pangeran Surya Mataram setelah dihalangi Belanda dengan menekan Sunan Surakarta akhirnya ditarik oleh Mangkunegara I].Cucu Mangkunegara I yang mendapat gelar itu adalah Pangeran Prangwadana calon penerus Mangkunegara I.
 
''Situasi Politik Jawa 1755-1757''
 
Perebutan kekuasaan di kerajaan Mataram dalam lintasan menuju perdamaian dan mengakhiri konflik yang berkepanjangan pada mulanya dimulai dengan keberhasilan Belanda mendapatkan keabsahan kendali kekuasaan atas Mataram melalui Paku Buwono II sebagai titipan. Dua Pangeran lain yang telah menurun keabsahannya dalam tahta kerajaan semula berjuang bersama menghadapi Belanda dan Sunan Paku Buwono III namun kemudian berpisah untuk untuk tujuan yang sama.Pada tanggal 13 februari 1755 Pangeran Mangkubumi mengadakan perdamaian dengan Belanda yang disebut sebagai Perjanjian Giyanti dan tanggal 17 Maret 1757 Pangeran Sambernyawa mengadakan perdamaian dengan Sunan Paku Buwono III yang disebut sebagai Perjanjian Salatiga.Para Pangeran dari dinasti Mataram dengan dua perjanjian tersebut secara legal telah mendapat pengakuan sebagai para penguasa; Kasunanan Surakarta diperintah Paku Buwono III, Kasultanan Yogyakarta diperintah Pangeran Mangkubumi yang bergelar Hamengku Buwono I dan Mangkunegaran yang diperintah oleh Pangeran Sambernyawa] dengan gelar Mangkunegara I.Rivalitas selanjutnya berganti dengan bentuk baru seperti strategi perkawinan dan penganugerahan nama untuk para Pangeran Kerajaan.
 
''Pasca Perjanjian Giyanti (1755) dan Salatiga (1757)''
 
Dengan Perjanjian Giyanti dan Salatiga berakhir sudah Mataram yang didirikan oleh Panembahan Senopati dan dibesarkan oleh Sultan Agung cucunya sebagai kerajaan yang bersatu dan berdaulat Tunggal di Jawa.Mataram telah terbagi menjadi tiga kekuatan politik dan kekuasaan; Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta dan Mangkunegaran.
 
Tiga kekuatan Jawa ini berdampingan dengan kekuatan asing VOC atau Belanda yang hadir sebagai penengah dan sekutu.Pertikaian bersenjata telah menguji dan mampu mengukur kapasitas kekuatan masing masing dan menghasilkan suatu keadaan tidak ada yang unggul dan dominan secara tunggal. Kedalam suasana berdamai itu persaingan kekuatan dan kekuasaan memasuki dimensi baru dan satu sama lain saling mengabaikan keberadaan Keraton yang lain (MC.Ricklefs, 2002).
 
''Surya Mataram''
 
Gelar Pangeran Surya Mataram pertama kali diajukan oleh Mangkunegara I untuk nama cucunya yang kelak melanjutkan tahtanya sebagai Mangkunegara II.Gelar Pangeran Surya Mataram yang dalam sejarah Mataram belum pernah ada dan untuk pertama kalinya dipergunakan sebagai gelar Pangeran Surya Mataram untuk cucu Mangkunegara I menimbulkan spekulasi kehawatiran dan kepanikan Belanda.Nama dan gelar itu memancarkan keagungan dan Belanda tidak menghendaki Mangkunegara I memperoleh keagungan itu karena lambat atau pasti pengaruh Mangkunegara I menjadi bersinar terang kembali yang mengundang daya tarik menghimpun pengikut dengan jumlah yang semakin besar. Belanda dan dua kekuasaan yang lain tidak rela dan menginginkan Mangkunegaran menjadi besar dan berpengaruh.
 
Kepanikan Belanda juga berdasar dari dua penguasa lain yang merasa sikap agresifitas Mangkunegara I kembali kambuh dengan akibat munculnya kembali dukungan pengikut Sultan dan Sunan kepada Mangkunegara I. Belanda menyarankan untuk menarik kembali nama Pangeran Surya Mataram kepada Mangkunegara I.
 
'''Referensi'''
 
1. MC. Ricklefs, Sejarah Indonesia Moderen 1200-2004
 
2. Yasadipura Babad Mangkubumi
 
3. http://grobogan.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=57
 
'''''Lampiran 2:'''''
 
'''Pangeran Surya Mangkubumi'''
 
Pangeran Surya Mangkubumi adalah gelar RM. Sulomo dari Istana Mangkunegaran putera dari Pangeran Hario Prabuwijaya.
 
''Rivalitas Kerajaan''
 
Rivalitas penguasa Jawa sejak masa perdamaian ditanda tangani, selanjutnya persaingan baru memasuki dimensi yang baru pula.Penggunaan gelar dan nama yang berkait satu dengan pihak lain selain mengundang kecurigaan juga potensi menambah dan menaikan suhu ketegangan.
 
Seperti halnya yang dibahas oleh Graft dalam sejarah mataram,bahwa gelar gelar yang menyangkut nama nama yang bersangkut paut dengan tempat atau lainnya selalu mengundang kecurigaan sebab dibalik nama nama itu tersimpan sesuatu yang lambat atau cepat pasti diwujudkan.
 
Setelah perpecahan Mataram terjadi menjadi; Yogyakarta, Surakarta dan Mangkunegaran maka sistem pemberian gelar untuk para pewaris kerajaan mengalami masa masa sensitif dan gejolak.Ketiga dinasti kelanjutan Mataram di Jawa ini pada masa masa awal pemerintahan para perintisnya memulai dengan mengalihkan tujuan semula menyatukan kembali Mataram menjadi tujuan untuk membangun wilayah dan kekuasaan yang diperolehnya.
 
''Pangeran Surya Mangkubumi''
 
Ditariknya atau dibatalkannya gelar Pangeran Surya Mataram untuk cucu Mangkunegara I bukan berarti tidak adanya inovasi yang baru.Negosiasi Belanda dengan Sunan yang telah berhasil menarik nama dan gelar Pangeran Surya Mataram dari cucu Mangkunegara I masih berlanjut dengan ketegangan ketegangan baru ketika RM. Sulomo bergelar Pangeran Surya Mangkubumi. Menyangkut penggunaan nama Mangkubumi ini kemarahan dan protes datang dari Yogyakarta.Sultan Hamengku Buwono I melancarkan protes karena Mangkubumi adalah nama untuk dirinya. Sultan melihat bahwa penggunaan nama Mangkubumi merupakan pelecehan dan merendahkan martabat dan kekuasaannya (Ricklefs, 1991). Sultan menuntut supaya gelar itu dicabut.
 
'''Referensi'''
 
* Ricklefs, MC., Jogjakarta Under Sultan Mangkubumi
* http://www.karatonsurakarta.com/sejarah.html
 
'''''Lampiran 3'''''
 
'''''Pangeran Prangwadana'''''
 
Pangeran Prangwadana adalah gelar kemiliteran dalam sistem Aristokrasi Jawayang untuk pertama kalinya disandang oleh Raden Mas Said.Gelar ini dikukuhkan pada Raden Mas Said sewaktu menjadi Panglima Militer Bala Tentara Sunan Kuning di Kartasura.
 
''Asal Mula''
 
Nama Pangeran Prangwadana bermula dari gelar pendahulu Mangkunegaran yakni Mangkunegara I dan berlanjut pada Mangkunegara berikutnya pada usia sebelum 40 tahun.Semua calon Mangkunegara yang bertahta dalam masa usia belum genap 40 tahun adalah Pangeran Prangwadana.
 
Pangeran Prangwadana adalah gelar dari Raden Mas Said yang lahir pada tahun 1726.
 
''Gelar Prangwadana''
 
Di Istana Mangkunegaran semua Mangkunegara sebelum berumur 40 tahun bergelar Prangwadana.Mangkunegara I dengan gelar;Pangeran Prangwadana Pamot Besur .Gelar Prangwadana selanjutnya terdapat pada dua orang cucunya yang merupakan putera pertama dan kelima dari Raden Mas Sura Mulya/Kanjeng Pangeran Arya Prabhuwijaya Amijaya dengan Kanjeng Ratu Alit.
 
Putera pertama adalah; Kanjeng Pangeran Arya Prabhuwijaya /Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Prabhu Prangwadana, sedangkan putera kelima adalah;Bandara Raden Mas Sulama/Pangeran Suryadiningrat/Pangeran Surya Mangkubumi/Pangeran Surya Prangwadana.
 
''Referensi''
 
1. http://mahandisyoanata.multiply.com/journal?&page_start=20
 
2. http://www.jogjatrip.com/en/encyclopedia/detail/439/mangkunegara-i
 
3. http://4dw.net/royalark/Indonesia/mangku2.htm
 
4. Berbagai sumber
 
'''''Lampiran 4'''''
 
'''Raden Rongga Prawiradirja'''
 
Raden Rongga Prawiradirja adalah Bupati kepala Mancanegara yang berkedudukan di Madiun tepatnya di Kraton Maospati. Raden Rongga Prawiradirja ada tiga yang semuanya menjadi kepala Bupati Mancanegara dari Kasultanan Yogyakarta.
 
''Asal Usul''
 
Raden Rongga Prawiradirja semula bernama Rongga Prawirasentika atau yang terkenal dengan sebutan Rangga Jenggot. Setelah menjadi Bupati yang mengepalai Mancanegara Rangga Prawirasentika berganti nama menjadi Raden Rongga Prawiradirja . Dari garis silsilah Amangkurat IV Raden Rongga Prawiradirja adalah menantu Sunan karena beristerikan putri dari Amangkurat IV. Dengan Mas Said Raden Rongga Prawiradirja masih terhitung pamannya seperti halnya Pangeran Mangkubumi dan Paku Buwono II.
 
Semula Raden Rongga Prawiradirja adalah orang kepercayaan Mas Said tetapi kemudian menggabungkan diri dengan Pangeran Mangkubumi dalam pertempuran melawan Belanda bahkan menjadi panglima perang menggantikan Mas Said.
''Raden Rongga Prawiradirja I''
 
Selain beristerikan putri Amangkurat IV Raden Rongga Prawiradirja juga beristerikan putri keturunan dari patih Matahun dan adiknya dari isterinya diperisteri oleh Pangeran Mangkubumi yang melahirkan RM.Sundoro.Raden Rongga Prawiradirja dengan adiknya mendapatkan perjanjian dari Pangeran Mangkubumi bahwa RM.Sundoro adalah putra Mahkota yang bakal menggantikan dirinya (Lihat: Soekanto, Dr., 1952).
 
Penyeberangannya menjadi panglima tentara Mangkubumi menjadi sebab Raden Rongga Prawiradirja kemudian di himpit dan dikejar kejar oleh Mas Said tetapi untuk putrinya yang terancam di Yogyakarta Raden Rongga Prawiradirja mempercayakan keselamatan putrinya untuk berlindung kepada Mas Said (Ricklefs, MC., 2002, kemudian ketika rekonsiliasi atara Mas Said yang sudah menjadi Mangkunegara I dengan Pangeran Mangkubumi yang sudah menjadi Hamengku Buwono I, putri dari Raden Rongga Prawiradirja dikembalikan ke Yogyakarta. Raden Rongga Prawiradirja selanjutnya disebut sebagai Prawiradirja I
 
''Raden Rongga Prawiradirja II''
 
Prawiradirja I digantikan oleh putranya Rongga Mangundipura menjadi Prawiradirja II
 
''Pangeran Rongga Prawiradirja''
 
Kepala bupati Mancanegara di madiun yang ke tiga adalah cucu Prawiradirja I dan pada sang cucu inilah gelar pangeran diperolehnya.Pangeran Rongga Prawiradirja adalah anak dari Raden Rongga Prawiradirja II.
 
Sedang disusun---
 
''Kepala Bupati Mancanegara''
 
--- sedang disusun---
 
Referensi
 
1. Soekanto, Dr., Sekitar Jogjakarta 1755-1825, Djakarta:Mahabarata-Amsterdam, 1952
 
2. Ricklefs,MC., Jogjakarta Under Sultan Mangkubumi 1749-1792, Sejarah Pembagian Jawa, Yogyakarta:Bentangilmu,2002.