Narakasura: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Reindra (bicara | kontrib)
Hapus 5 interwiki, migrasi ke ''item'' di Wikidata
LaninBot (bicara | kontrib)
k namun (di tengah kalimat) → tetapi
 
(3 revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Krishna Narakasura.jpg|rightka|thumbjmpl|300px|Ilustrasi dari kitab ''[[Bhagawatapurana]]'' yang menggambarkan adegan [[Kresna]] dan [[Satyabama]] menyerang pasukan Narakasura.]]
 
'''Asura Naraka''' ([[Sanskerta]]: नरकासुर; ''Narakāsura'') adalah tokoh dalam [[mitologi Hindu]] yang dikisahkan sebagai raja raksasa dari [[Kerajaan Pragjyotisha]] atau yang pada masa sekarang dikenal sebagai daerah [[Assam]], di [[India]] Timur. Tokoh ini merupakan putra dari [[Pertiwi]] sehingga ia juga dikenal dengan sebutan '''Boma''' ([[Sanskerta]]: भौमासुर; ''Bhaumāsura''), yang bermakna "anak Bumi".
Baris 5:
Ayah dari Naraka adalah [[Waraha]], salah satu [[awatara]] [[Wisnu]] saat menolong bumi dari bencana yang disebabkan oleh [[Hiranyaksa]]. Akan tetapi karena kejahatannya, Naraka kemudian tewas di tangan awatara Wisnu lainnya, yaitu [[Kresna|Sri Kresna]].
 
Selain dalam ''[[Bhagawatapurana]]'', kisah kematian Naraka juga terdapat dalam karya sastra [[bahasa Jawa KunaKuno|Jawa KunaKuno]] berjudul ''[[Kakawin Bhomakawya]]'', yang ditulis pada zaman kerajaan-kerajaan [[Hindu]]-[[Buddha]]. Pada zaman selanjutnya, Naraka ditampilkan sebagai tokoh [[wayang|pewayangan]] dengan nama '''Boma Narakasura'''.
 
== Versi ''Bhagawatapurana'' ==
Beberapa sumber dari [[India]] menyebut Naraka sebagai putra [[Pertiwi]] (perwujudan [[dewi]] [[bumi]]) dengan [[Waraha]], salah satu [[awatara]] [[Wisnu]]. Wisnu menjelma sebagai Waraha (babi hutan) untuk menolong Bumi yang ditenggelamkan Hiranyaksa ke dalam suatu lautan kosmik. Dengan menggunakan kedua taringnya, Waraha berhasil mengembalikan Bumi ke dalam orbitnya, serta membunuh Hiranyaksa.
 
Setelah peristiwa tersebut, Waraha menikahi Pertiwi (perwujudan Bumi). Dari perkawinan itu lahir Naraka yang berwujud ''[[asura]]''. Ditinjau dari wujudnya, muncul pendapat lain bahwa Naraka bukan putra Wisnu, melainkan putra Waraha.
 
Kitab ''[[Bhagawatapurana]]'' mengisahkan Naraka memerintah [[Kerajaan Pragjyotisha]] dengan kejam. Ia mengalahkan banyak raja serta menawan putri-putri mereka, bahkan para [[Dewa (Hindu)|dewa]] pun diserangnya. Karena merasa resah, [[Indra]] raja kahyangan melaporkan kejadian tersebut kepada [[Kresna|Sri Kresna]]. Kresna berhasil menewaskan Naraka dengan menggunakan senjata [[Cakra Sudarsana]]. Setelah itu ia pun membebaskan para raja dan putri yang ditawan oleh ''asura'' tersebut.
 
Kresna kemudian mengangkat putera Naraka yang bernama [[Bhagadatta]] untuk menjadi raja Pragjyotisha selanjutnya. Tokoh Bhagadatta ini kemudian memihak [[Korawa]] saat meletus [[perang di Kurukshetra|perang besar di Kurukshetra]]. Ia akhirnya tewas di tangan [[Arjuna]] pada hari ke-12.
 
== Versi ''Bhomakawya'' ==
Kisah kematian Naraka dalam naskah ''[[Bhagawatapurana]]'' disadur dan dimodifikasi oleh pujangga [[Jawa]] dengan judul ''[[Kakawin Bhomakawya|Bhomakawya]]'', atau "Kematian Boma". Naskah ini menggunakan [[bahasa Jawa KunaKuno]] dan ditulis pada zaman berkembangnya kerajaan-kerajaan [[Hindu]]-[[Buddha]] di Jawa.
 
Naraka atau Boma dikisahkan sebagai raja kejam dari [[Kerajaan Pragjyotisha]] yang suka mengganggu para pertapa. Ia memiliki seorang istri cantik bernama Yadnyawati, reinkarnasi seorang bidadari kahyangan. Perkawinan keduanya kurang harmonis karena Yadnyawati selalu berusaha menghindari suaminya itu.
Baris 30:
Tokoh Naraka juga dikenal dalam [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]] sebagai Boma Narakasura, yaitu putra [[Wisnu|Batara Wisnu]] dengan [[Pertiwi|Batari Pertiwi]]. Ia dilahirkan di Kahyangan Ekapratala tempat tinggal Batara Ekawarna, kakeknya dari pihak ibu. Menurut versi ini, nama kecil Boma adalah Sitija. Ia memiliki adik perempuan bernama Sitisundari yang kelak menjadi istri [[Abimanyu]] putra [[Arjuna]] dari keluarga [[Pandawa]].
 
Setelah dewasa, Sitija diminta para dewa untuk mengalahkan pamannya sendiri, yaitu Bomantara yang berani menyerang kahyangan. Dalam pertempuran tersebut Sitija berhasil membunuh Bomantara. Roh Bomantara kemudian bersatu dalam diri Sitija sehingga menambah kekuatannya.
 
Setelah kematian Bomantara, Sitija pun menjadi raja Kerajaan Surateleng bergelar Boma Narakasura. Ia mengganti nama negeri peninggalan pamannya itu menjadi Trajutrisna. Selanjutnya, Boma mendengar bahwa ayahnya, yaitu Wisnu, telah terlahir ke dunia sebagai manusia bernama [[Kresna]] raja [[Dwaraka|Kerajaan Dwarawati]]. Setelah melalui perjuangan berat, Boma akhirnya mendapat pengakuan sebagai putra sulung Kresna.
Baris 36:
Boma dalam pewayangan dilukiskan sebagai sosok antagonis yang sering terlibat persaingan dengan [[Gatutkaca]] putra [[Bimasena]] dari keluarga Pandawa. Meskipun demikian kematiannya tetap dikisahkan oleh tangan Kresna, "ayahnya" sendiri.
 
Kematian Boma dalam pewayangan diadaptasi dari ''[[Kakawin Bhomakawya]]'' oleh para [[dalang]], terutama [[Ki Narto Sabdo]], namuntetapi dengan sedikit modifikasi sehingga lebih terkesan dramatis. Peristiwa tersebut dinamakan ''Gojalisuta'' atau perang antara ayah melawan anak.
 
Dalam versi Jawa istri Boma disebut dengan nama Agnyanawati, putri Karentagnyana raja Kerajaan Giyantipura. Ia hanya mau melayani Boma asalkan dibuatkan jalan raya lurus tanpa berbelok dari Trajutrisna menuju Giyantipura. Boma merasa bimbang karena jalan tersebut pasti menerobos bukit Gandamadana, tempat leluhur Kresna dimakamkan.
Baris 48:
Dalam pertempuran selanjutnya, Arjuna akhirnya mundur setelah dipermalukan di depan umum karena pakaiannya robek setelah diserang Wilmana, kendaraan Boma. Boma kemudian terlibat pertempuran sengit melawan Gatutkaca yang memihak Dwarawati.
 
Kresna muncul dan menyesali terjadinya perang. Ia pun melepaskan senjata [[Cakra Sudarsana]] ke angkasa agar para prajurit yang sedang berperang mengetahui kehadirannya dan segera menghentikan pertempuran. Namun peristiwa itu justru menyebabkan Boma mengalami kecelakaan fatal ketika hendak mendarat. Burung Wilmana yang dikendarainya silau melihat kilauan cahaya Cakra Sudarsana sehingga terbang tak terkendali dan akhirnya menabrak senjata tersebut. Akibatnya, Wilmana sekaligus Boma sama-sama tewas dengan tubuh hancur.
 
Berbeda dengan ''Bhomakawya'', dalam versi ini Kresna tidak menghidupkan Samba kembali. Ia merelakan kedua putranya tersebut tewas sebagai korban Perang Gojalisuta.