Daftar Raja Pagaruyung: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
OrophinBot (bicara | kontrib)
+
Tag: Pengalihan baru [ * ]
 
(15 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
#ALIH [[Raja Pagaruyung]]
{{Infobox former monarchy
| royal_title = Kerajaan
| realm = Pagaruyung
| coatofarms = Minangkabau royal seal.jpg
| coatofarmssize = 100px
| coatofarmscaption = Cap mohor kerajaan
| first_monarch = [[Adityawarman]]<br/><small>(sebagai Raja)</small>
| last_monarch = [[Bagagarsyah dari Pagaruyung]]<br/><small>(sebagai Sultan)</small>
| style =
| residence = [[Istana Pagaruyung]]<br>[[Istano Silinduang Bulan]]
| began = 1347
| ended = 12 Februari 1849
}}
'''Raja-raja [[Kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]]''', berdasarkan cerita adat Minangkabau dan beberapa prasasti yang ditemukan, adalah keturunan dari [[Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa]], raja [[Kerajaan Dharmasraya]]. Di antara keturunan Tribhuwanaraja adalah [[Adityawarman]], sang pendiri kerajaan Pagaruyung dan senapati [[Majapahit]], dan ibunya [[Dara Jingga]]. Kerajaan Pagaruyung pernah diperintah oleh beberapa dinasti, namun mengenai nama-nama rajanya banyak yang kebenarannya tidak dapat dibuktikan karena hanya berdasarkan legenda ([[bahasa Minang]]: ''tambo'') adat Minangkabau.<ref name="Kozok"/><ref name="Dt"/> Kekuasaan raja-raja ini dimulai dengan berdirinya kerajaan ini pada tahun 1347,<Ref>{{cite book|last=Navis|first=Ali Akbar|authorlink=|coauthors=|title=Alam terkembang jadi guru: adat dan kebudayaan Minangkabau|url=http://books.google.co.id/books/about/Alam_terkembang_jadi_guru.html?hl=id&id=x6AiAAAAMAAJ|year=1984|publisher=Grafiti Pers|location=|id= }}</ref> namun dari [[Prasasti Suruaso]] diketahui ada nama lain yang menjadi raja sebelumnya, dan kemudian dalam selang 300 tahun berikutnya, siapa yang menjadi raja di Pagaruyung seperti hilang ditelan angin, dan baru muncul kembali pada awal abad ke-17, dan kemudian berakhir dimasa [[Perang Padri]].
 
== Menurut Tambo ==
[[Tambo Alam Minangkabau]] secara spesifik menyebutkan beberapa orang yang diyakini sebagai penguasa Minangkabau,<ref name="Dt">Batuah, A. Dt. & Madjoindo, A. Dt., (1959), ''Tambo Minangkabau dan Adatnya'', Jakarta: Balai Pustaka.</ref> meskipun keberadaan para penguasa ini belum pernah diverifikasi secara faktual.
 
# [[Puti Panjang Rambut II]], ratu Minangkabau yang juga dikenal sebagai [[Bundo Kanduang]], putri dari dari Yang Dipatuan Rajo Nan Sati;
# [[Dang Tuanku]] Sutan Rumandung, putra [[Puti Panjang Rambut II]];
# [[Cindua Mato|Cindur Mato]] (Bujang Kacinduan) bergelar Rajo Mudo, putra dari Dayang Utama Istana yaitu Puti Kambang Bandahari;
# Sutan Lembak Tuah (Sutan Aminullah), putra Cindur Mato dengan Puti Reno Bulan, adik perempuan Puti Bungsu.
 
Bundo Kandung bersama Dang Tuanku dan Puti Bungsu, menurut legenda pergi menyelamatkan diri ke Nagari [[Lunang]], sebuah nagari yang terletak dalam wilayah [[Kerajaan Inderapura|Kesultanan Inderapura]]. Mereka hijrah ke barat daya Minangkabau itu adalah demi menghindari ancaman Kerajaan Sungai Ngiang di Minangkabau Timur. [[Mande Rubiah]] dipercaya merupakan salah satu keturunan mereka di sana.
 
== Zaman Hindu-Buddha ==
Berdasarkan manuskrip yang dipahatkan pada bagian belakang [[Arca Amoghapasa]] yang bertarikh 1347, [[Adityawarman]] memproklamirkan dirinya sebagai ''Maharajadiraja'' di [[Malayapura]] dengan gelar ''Srimat Sri Udayadityawarman Pratapaparakrama Rajendra Maulimali Warmadewa''<ref name="Kern">Kern, J.H.C., (1907), ''De wij-inscriptie op het Amoghapāça-beeld van Padang Candi(Batang Hari-districten); 1269 Çaka'', Tijdschrift voor Indische Taal-, Land-, en Volkenkunde.</ref>. Adityawarman memerintah dari tahun 1347<ref>Berg, C.C., 1985, ''Penulisan Sejarah Jawa'', (terj.), Jakarta: Bhratara.</ref>dan pernah mengirim utusan ke Cina sebelum meninggal dunia pada tahun 1375. Berikutnya sebagai penganti adalah anaknya yang bernama [[Ananggawarman]] yang diketahui dari [[Prasasti Batusangkar]]. Dari [[Prasasti Suruaso]] yang beraksara [[Melayu]] menyebutkan Adityawarman menyelesaikan pembangunan selokan untuk mengairi ''taman Nandana Sri Surawasa yang senantiasa kaya akan padi'' yang sebelumnya dibuat oleh pamannya yaitu [[Akarendrawarman]] yang menjadi raja sebelumnya, sehingga dapat dipastikan sesuai dengan adat Minangkabau, pewarisan dari ''mamak'' (paman) kepada kamananakan (keponakan) telah terjadi pada masa tersebut.<ref name="Kozok">{{cite book|last=Kozok|first=U.|authorlink=Uli Kozok|title=Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah: Naskah Melayu yang Tertua|location=Jakarta|publisher=Yayasan Obor Indonesia|year=2006|id= ISBN 979-461-603-6}}</ref>
 
Serangan [[Kerajaan Majapahit]] pada tahun 1409 dan 1411, melemahkan pengaruh Kerajaan Pagaruyung terhadap daerah jajahan atau (''Rantau'' dalam Bahasa Minang). Sejak serangan terakhir Majapahit tidak diketahui siapa yang menjadi penganti dari Ananggawarman, sehingga tidak diketahui siapa yang menjadi raja di Pagaruyung.
 
== Masuknya Islam ==
{{utama|Yang Dipertuan Pagaruyung}}
Yang Dipertuan Pagaruyung (atau ''Raja Alam'') merupakan gelar yang dinobatkan kepada raja-raja [[Kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]] terutama semenjak periode [[Islam]], dan merupakan salah seorang dari tiga raja Minangkabau atau dalam [[Bahasa Minang]] dikenal dengan sebutan ''Rajo Tigo Selo''.
 
== Maharajadiraja (1347-1417) ==
Raja-raja pada masa ini berasal dari dinasti [[Mauli]] yang sebelumnya memerintah [[kerajaan Malayapura]] di [[Dharmasraya]].
{|width=95% class="wikitable"
!width=7%|Foto
!width=10%|Nama
!width=7%|Dari
!width=7%|Sampai
!width=15%|Keterangan
!width=10%|Gelar
|-
|align="center"|[[Berkas:Adityawarman.jpg|100px]]||[[Adityawarman]]||align="center"|1347||align="center"|1375||{{*}}Pendiri kerajaan||align="center"|Srimat Sri Udayadityawarman Pratapaparakrama Rajendra Maulimali Warmadewa
|-
||||[[Ananggawarman]]||align="center"|1375||align="center"|1417||{{*}}Putra Adityawarman dan Putri Reno Jalito||align="center"|Maharajadiraja Pagaruyung dan Malayapura
|}
 
== [[Yang Dipertuan Pagaruyung]] ==
Dinasti Islam pertama yang memerintah, dan mulai menggunakan gelar [[sultan]].
{|width=95% class="wikitable"
!width=10%|Nama
!width=7%|Dari
!width=7%|Sampai
!width=15%|Keterangan
!width=10%|Gelar
|-
||[[Ahmadsyah dari Pagaruyung|Ahmadsyah]]||align="center"|1668||align="center"|1674||{{*}}Tidak diketahui, muncul berdasarkan dari korespondensi surat-menyurat antara seorang ''regent'' [[VOC]] di [[Padang]], Jacob Pits dengan raja Minangkabau, salah satunya surat tertanggal 9 Oktober 1668.||align="center"|Sultan Ahmadsyah, Iskandar Zur-Karnain, penguasa Minangkabau yang kaya akan emas
|-
||[[Indermasyah dari Suruaso|Indermasyah]]||align="center"|1674||align="center"|1730||{{*}}Putra dari Ahmadsyah, diketahui berdasarkan surat yang diterima ''regent'' [[VOC]] di [[Padang]] dan gubernur [[Belanda]] di [[Melaka]], dimulai sejak tahun 1670.||align="center"|Raja Suruaso, Yang Dipertuan Inderma
|-
||[[Muningsyah dari Pagaruyung|Muningsyah]]||align="center"|1780||align="center"|1821||{{*}}Tidak diketahui secara pasti.||align="center"|Sultan Arifin Muningsyah, Yang Dipertuan Pagaruyung Raja Alam Muningsyah
|-
||[[Bagagarsyah dari Pagaruyung|Bagagarsyah]]||align="center"|1821||align="center"|1833||{{*}}Sultan terakhir Pagaruyung. Kemenakan Sultan Arifin Muningsyah, ia diangkat oleh pemerintah kolonial Belanda sebagai ''regent'' Tanah Datar pada 1821. Wafat dalam tahanan Belanda di [[Batavia]].|| align="center" |Sultan Tunggal Alam Bagagar, Sultan Alam Bagagar Syah
|}
 
== ''Regent'' Tanah Datar ==
 
Pada tanggal [[10 Februari]] [[1821]], Sultan Bagagarsyah bersama 19 orang pemuka adat lainnya ikut menandatangani perjanjian dengan Belanda untuk bekerjasama dalam [[Perang Padri|melawan kaum Padri]].<ref name="Stuers">{{cite book|last=Stuers|first=Hubert Joseph Jean Lambert||coauthors=Pieter Johannes Veth|title=De vestiging en uitbreiding der Nederlanders ter westkust van Sumatra|volume=2|publisher=P.N. van Kampen|year=1850|quote = }}</ref> Beberapa sejarahwan menganggap bahwa Sultan Tangkal Alam Bagagar sebetulnya tidak berhak melakukan perjanjian dengan mengatasnamakan [[kerajaan Pagaruyung]],<ref name="Amran">{{cite book|last=Amran|first=R.|title=Sumatra Barat hingga Plakat Panjang|publisher=Penerbit Sinar Harapan|year=1981}}</ref> yang kemudian akibat dari perjanjian ini, dijadikan oleh Belanda sebagai tanda penyerahan kedaulatan Pagaruyung.<ref>Kepper, G., (1900), ''Wapenfeiten van het Nederlands Indische Leger; 1816-1900'', M.M. Cuvee, Den Haag.</ref> Kemudian setelah Belanda berhasil merebut Pagaruyung dari kaum Padri, Sultan Tangkal Alam Bagagar diangkat oleh pemerintah [[Hindia Belanda]] hanya sebagai ''Regent Tanah Datar'', walaupun pada sisi lain ia menganggap dirinya sebagai ''Raja Alam'', namun pemerintah Hindia Belanda dari awal telah membatasi kewenangannya atas wilayah kerajaan Pagaruyung itu sendiri.<ref name="Dobbin">Dobbin, C.E., (1992), ''Kebangkitan Islam dalam ekonomi petani yang sedang berubah: Sumatra Tengah, 1784-1847'', INIS, ISBN 979811612.</ref>
 
Pada masa awal [[Perang Padri]], setelah jatuhnya [[Pagaruyung, Tanjung Emas, Tanah Datar|Pagaruyung]] ke tangan [[Kaum Padri]], kawasan Batipuh termasuk basis terakhir [[Kaum Adat]] di [[Luhak Tanah Datar]] yang berhasil bertahan terhadap serangan Kaum Padri. Kemudian Datuk Pamuncak yang waktu itu menyandang gelar Tuan Gadang di Batipuh, bekerja sama dengan Pemerintah Hindia Belanda memerangi Kaum Padri. Setelah ditangkapnya [[Sultan Tangkal Alam Bagagar]] atas tuduhan pengkhianatan oleh [[Cornelis Pieter Jacob Elout|Kolonel Elout]], Datuk Pamuncak Tuan Gadang di Batipuh diangkat menjadi Regent oleh Belanda. Namun perubahan administrasi pemerintah Hindia Belanda di Minangkabau serta ditolaknya permintaan Tuan Gadang untuk diakui sebagai [[raja]] di Minangkabau, mendorong rakyat Batipuh bersama Tuan Gadang pada tanggal [[22 Februari]] [[1841]] melakukan perlawanan bersenjata terhadap pemerintah Hindia Belanda yang dimulai dengan menyerang pos garnisun tentara Belanda yang berada di [[Padangpanjang]]. Pengaruh perlawanan rakyat Batipuh ini cepat menyebar ke kawasan lain, menebarkan huru-hara pada kawasan [[Fort de Kock]] dan [[Fort Van der Capellen]], di mana beberapa pejabat Eropa dan pribumi terbunuh. Perlawanan rakyat ini juga tidak lepas dari penerapan [[cultuurstelsel]] di Minangkabau. Walau perlawanan ini dapat cepat diredam oleh Belanda, Tuan Gadang sendiri berhasil ditawan dan diasingkan ke [[Batavia]].<ref>{{cite book|first=Christine E.|last=Dobbin|year=1992|title=Kebangkitan Islam dalam ekonomi petani yang sedang berubah: Sumatra Tengah, 1784–1847|publisher=Inis|ISBN=9798116127}}</ref>
 
Setelah berakhirnya [[Pemberontakan Batipuh]], kedudukan Tuan Gadang ini tidak lagi ada diisi oleh [[penghulu]] yang ada di Batipuh dan kemungkinan sistem pewarisan gelar tersebut diwariskan kepada pihak [[kemenakan]] sebagaimana halnya dalam sistem [[matrilineal]] yang dianut oleh masyarakat Minang.<ref>{{cite book|first=Chatib|last=Pamuncak|year=1871|title=Asal Usul Tuan Gadang di Batipuh}} Naskah tersimpan di Perpustakaan Nasional RI di Jakarta.</ref>
 
== Pewaris ==
Setelah kematian sultan Bagagarsyah selaku sultan terakhir dalam pengasingan di Batavia, ada beberapa klaim berbeda mengenai pewarisan takhta kerajaan. Pada 2009, Muchdan Bakri yang mengaku sebagai pewaris sah kerajaan, hadir dalam upacara penobatan [[Yang di-Pertuan Besar]] [[Negeri Sembilan]], [[Muhriz dari Negeri Sembilan|Muhriz ibni Munawir]] di [[Istana Besar Seri Menanti]], [[Kuala Pilah]].<ref name="Utusan">[http://www.utusan.com.my/utusan/info.asp?y=2009&dt=1022&pub=Utusan_Malaysia&sec=Dalam_Negeri&pg=dn_25.htm "Pewaris Pagaruyung cari keturunan Sultan Jamin"]. ''[[Utusan Malaysia]]'', 22 Oktober 2009. Diakses 23 Juli 2013.</ref> Ia mengklaim bahwa Bagagarsyah diasingkan ke Batavia bersama anak pertamanya, Sultan Mangun Tuah. Berdasarkan silsilah tersebut, menurutnya, Sultan Mangun Tuah mempunyai enam orang anak dan ia merupakan merupakan cucu dari anak pertama Sultan Mangun Tuah yang bernama Raja Sabaruddin.<ref name="Utusan"/> Ia mengklaim sebagai pewaris yang sah terhadap pemerintahan Raja Alam Minangkabau terakhir dan menyatakan sedang menjejaki cucu Sultan Jamin (anak Sultan Mangun Tuah) yang dipercayai berada di Batu Kikir, Kuala Pilah.<ref name="Utusan"/>
 
Sementara itu, di Pagaruyung sendiri terdapat seorang "pemangku daulat raja alam" bernama Sutan Haji [[Muhammad Taufiq Thaib]] Tuanku Mudo Mahkota Alam.<ref name="Kompas">Rinaldi, Ingki. [http://travel.kompas.com/read/2013/06/22/0943204/Pagaruyung.Simbol.Perekat.Nusantara "Pagaruyung, Simbol Perekat Nusantara"]. ''[[Kompas]]'', 22 Juni 2013. Diakses 23 Juli 2013.</ref>
 
== Lihat pula ==
{{col|2}}
* [[Daftar Raja Inderapura]]
* [[Kerajaan Inderapura|Kesultanan Inderapura]]
* [[Kerajaan Kandis]]
* [[Kerajaan Siguntur]]
* [[Kerajaan Dharmasraya]]
* [[Kerajaan Champa]]
* [[Kerajaan Pasumayan Koto Batu]]
* [[Kerajaan Bukit Batu Patah]]
* [[Kerajaan Sungai Pagu]]
* [[Kerajaan Bungo Setangkai]]
* [[Kerajaan Dusun Tuo]]
* [[Puti Reno]]
* [[Puti]]
{{EndDiv}}
 
== Referensi ==
=== Catatan kaki ===
{{reflist|2}}
 
[[Kategori:Kerajaan Pagaruyung|Raja Pagaruyung]]
[[Kategori:Raja kerajaan di Nusantara|Pagaruyung]]
[[Kategori:Daftar raja Indonesia|Pagaruyung]]