Pengguna:Alamnirvana/Pangeran Putra: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
kTidak ada ringkasan suntingan
 
(17 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Tidak memenuhi kriteria kelayakan}}
'''Gusti Kasuma Matan''' atau '''Raden Buyut Kasuma Matan''' bergelar '''Pangeran Putra''' atau '''Pangeran Muda''' adalah raja atau Putra Mahkota kerajaan Sukadana yang kemudian mendirikan Kesultanan Matan.<ref name="Dijk 1862">{{cite journal
| pages= 190
Baris 23 ⟶ 22:
}}</ref>
 
Pada tahun 1636, raja Sukadana, Pangeran Poetra, kemudian mendirikan kerajaan di Matan, memberitahu Gubernur Jenderal secara tertulis melalui utusannya Intje Bongsoe bahwa ia telah menggantikan ayahnya dalam pemerintahan dan bahwa ia memiliki beberapa Warga [[Batavia]] Tionghoa dan Jepang yang terbunuh di [[Pulau Biliton (Belitung)]] berhasil mengumpulkan.
 
Dengan tidak adanya Gubernur Jenderal [[Antonio van Diemen]], Philip Lucasz., Pada tanggal [[27 Mei]] [[1637]], menyerahkan kepada Intje Bongsoe jawaban atas surat raja, mengucapkan selamat kepada raja karena telah menerima pemerintahan, menambahkan: „200 percaya dan kami juga percaya sepenuhnya bahwa Yang Mulia pernah masuk ke dalam persahabatan lama dan aliansi dengan Belanda, seagama seperti yang dilakukan Tuhan, ayah. " Dengan rekomendasi perlakuan timbal balik yang baik, Lucasz mendesak raja untuk mendorong rakyatnya semakin banyak untuk berlayar ke Batavia, dan untuk memerintahkan mereka agar tidak mempersembahkan berlian mereka kepada orang asing, tetapi lebih disukai kepada pedagang kita (VOC).
 
Tidak lama kemudian seruling Nachtegaal muncul di Batavia, yang berasal dari pulau Ende, yang dengannya Pemerintah HI menerima pesan bahwa kepala pedagang Joan Tombergen, yang berangkat ke Timor pada tanggal 22 Februari 1636), menganggap perlu 2000 kapak dari [[Karimata]] dan 10.000 parang dari Biliton, yang dibutuhkan untuk perdagangan kayu cendana yang baru-baru ini dilanjutkan, harus dikirim secepat mungkin ke Solor dan Timor. Karena benda-benda ini tidak tersedia di Batavia, dan "perdagangan orang Timor tanpa kapak atau parang sudah mati 2)," pedagang Pieter Servaes van Colster menjadi, menurut resolusi G.-G! dan R., dd. 28 Agustus, 2 September 1637 dikirim ke Succadana dengan kapal pesiar Vlielanddan cargasun senilai NLG 20252-11-4 dengan biaya berlayar ke sungai menuju Matan, kediaman dan tempat perdagangan utama Pangoran Putra, yang atas nama Pemerintah HI harus meminta perdagangan bebas, sambil memberikan hadiah. dan mengundang, selanjutnya, untuk segera mengirimkan 20.000 parang dan 5.000 kapak, jika mereka tidak ada di kerajaannya.
Baris 66 ⟶ 65:
PANOEMBAHAN GIERIE KASOEMA, PANGERAN DARI LAGA, GIERIE DAN SUKADANA, RAJA KE DELAPAN
 
Ayahanda Giri Kasuma adalah Panoembahan Di baruh sungai Matan. Selama masa pemerintahannya, seperti yang telah diberitakan sebelumnya, pada tanggal [[13 Maret]] tahun [[1604]] orang Belanda pertama, yang dipimpin oleh WYBRAND VAN WARWYK, datang ke [[Kepulauan Karimata]], dari sana mereka mengirim sekoci ke [[Sukadana, Kayong Utara|Sukadana]], untuk melaporkan perdagangan di untuk menang.
 
Pada [[12 Januari]] [[1607]], CALLH.ROEP menerima perintah untuk pergi dari Banten ke Sukadana dan berdagang intan. Pada tanggal 22 Juni tahun yang sama, SAMUEL BLOMMAERTZ berangkat ke sana dan kembali dari sana pada tanggal 13 Juli ke Banten. Pada masa GIERIE KASOEMA ini, diharapkan orang Dayak sipakSIPAK menemukan intan besar Matan, Segima, dan memberikannya sebagai hadiah kepada Pangeran. Namun, tidak ada satupun pegawai negeri Belanda yang peduli dengan perdagangan intan di sini yang memberikan pemberitahuan tentang Matan.
 
Sekitar 1600 GIERIE KASOEMA menikah dengan Poetrie BOENKOE, putri PRABOE, Raja dari [[Kerajaan Landak]]. Di bawah kekuasaannya, agama Mahomedan (islamIslam) menyebar di Matan dan Sukadana, yang dia adopsi sendiri. Dia sering tinggal di pedalaman dan menghabiskan banyak waktu dengan warga Dayak .
 
Tampaknya dengan mengadopsi keyakinan Mahomedan (Islam) ia memanfaatkan izin tersebut untuk menghidupi beberapa wanita. Dia meninggal karena diracuni oleh istrinya yang cemburu, Putri Landak. Gierie KASOEMA dimakamkan di tanah Gierie.
Baris 100 ⟶ 99:
Sultan Muhammad SEIN UDIEN, SULTAN DARI SKOESOR, PENGUASA KESEPULUH.
 
Beberapa orang memanggilnya Ratoe dari Skoesor. Ayahnya, seperti telah kami katakan di atas, adalah '''Pangeran Moeda''', putra Sultan SAPIE JUDIEN, yang meninggal sebelum ayahnya. SEIN OEDIEN menikah dengan Estro ADDIE, putri Panoembahan SANGGAUSINGAUW (Senggawok), Pangeran terakhir dari keluarga Dayak Mampouwa tua .
 
Sekitar tahun 1725, Pangeran Agong, saudara laki- laki dari mantan Sultan SAPIE JUDIEN, berperang dengan OEDIEN.
Baris 106 ⟶ 105:
PEMERINTAH MENENGAH.
 
Pangeran Agong, disukai oleh keberuntungan dalam usahanya, pada mawar terakhir untuk menjadi Panoembahan dari Matan. SEIN UDIEN melarikan diri ke Kottariengien dan mencari bantuan dari Banjer dan Sosis Bugis di Celebes, yang segera membantunya juga. SEIN UDIEN menoleh ke Matan dan melanjutkan perang melawan Agong. Pada awalnya kebahagiaan disukai dia untuk sementara waktu, tetapi segera berbalik darinya, sehingga dia diusir dan ditinggalkan dari semua bangsanya. Karena retret telah terputus, dia melemparkan dirinya dengan beberapa pelayan setia ke kuil Melayu, yang segera dikirim Agong dengan penjaga yang kuat dan seorang Pagger atau dikelilingi pagar, sehingga para narapidana bisa mati kelaparan. Di saat-saat mengerikan ketika mengisyaratkan OEDIEN sudah bergumul dengan kelaparan, DEIN MENGAMBONG, datanglah Radja Bugis, tiga Radjah lainnya, bersama rekan-rekannya, tiba-tiba ngeri muncul. Pedang di tinjunya, dia jatuh ke atas pasukan Panumbahan Agoeng, menggulingkan Pagger yang didirikan di sekitar kuil, membebaskan Sultan memberi sinyal kepada OEDIEN dan membawanya ke atas kapalnya, yang dengannya dia berjuang untuk kembali ke sungai Matan, di mana dia berlabuh dengan rekan-rekannya yang tersisa di lengan. berbaring untuk memikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya. DEIN MENGAMBONG kemudian bergegas menuju Kottariengien untuk menyelamatkan keluarga SEIN OEDIEN juga, karena AGONG yang menang telah mengirim pasukan darat untuk menangkap mereka. Namun, SEIN UDIEN beruntung karena para pengikutnya makmur di Kottariengien untuk ditemukan dan dibawa dengan aman ke kapal. Pada kesempatan ini DEIN MENGAMBONG melihat untuk pertama kalinya putri Pangeran yang diusir, Puisi cantik KOSUMBA, yang kemudian terkenal dengan bakatnya. Pangeran Bugis yang bersekutu kembali ke Matan bersama Sultan dan memperbarui perang, yang mereka teruskan selama beberapa waktu dengan berbagai tingkat kebahagiaan. Terlemah secara signifikan oleh hilangnya orang dalam banyak pertempuran, tanpa bala bantuan baru muncul di hadapan mereka, DEIN MENGAMBONG mengusulkan kepada Sultan agar ia dikirim ke tanah airnya, Celebees untuk mengikuti dan menetap di sana, atau untuk mengumpulkan kekuatan yang cukup untuk memperbarui perang. Tetapi SEIN UDIEN tidak dapat memutuskan untuk pindah dari tempat kelahirannya, di mana dia pernah memerintah sebagai Pangeran dan mengalami hari-hari bahagia. Jadi dia lebih suka mati dalam pertempuran, daripada meninggalkan negaranya, seperti yang terlihat, selamanya. DEIN MENGAMBONG sangat terdorong untuk melanjutkan perang dengan ketenaran yang ada di dalamnya, jika dia mengembalikan beberapa oedien ke singgasananya, dan dengan melihat ke depan agar biaya diganti, dirangsang untuk melanjutkan perang: untuk saat ini Namun, dia menganggap ini tidak mungkin, dan karenanya mempersiapkan diri sampai akhir. Kemudian Poetrie KOSUMBA muncul mendoakan Dein dan memutuskan nasib Matan. Pangeran Bugis mengumpulkan kembali saudara seperjuangannya, Dein TJELAH, Dein BRANIE dan Dein MEREwA, dan bersumpah kepada mereka untuk pertempuran terakhir melawan Pangeran Agong. Mereka segera menjalankan tekad mereka untuk mencoba kesempatan perang sekali lagi. Namun, untuk menyembunyikan tujuan mereka, mereka meninggalkan Matan dan menyebarkan rumor bahwa mereka telah kembali ke Celebes . Tapi tiba-tiba mereka berbalik, menyerbu Panoembahan, memukul bandnya dengan cepat, dan Sein oedin naik kembali ke tahta ayahnya. Agong melarikan diri ke Kottariengien, dan dari sana ke Anyer, tempat keturunannya masih ada. Salah satunya telah wali dari almarhum terakhir Sultan dari Banjer. Poetrie KOSUMBA adalah hadiah kamp yang dibayar Dein MENGAMBONG atas keberaniannya. Dia menjadi pendampingnya, dan mulai sekarang pergi bersama suami dan ibunya ENTRO ADDIE kepada kakeknya, Panoembahan SANGGAUSINGAUW (SENGGAWOK), di Mampouwa, yang selain seorang anak laki-laki, Istri Daijak melahirkan, tidak punya anak lagi, dan sangat menantikan kedatangan putri dan cucunya. Dein MEREwAMEREWA dan rekan-rekan seperjuangan Dein MENGAMBoNGMENGAMBONG pergi bersamanya ke Mampouwa, di mana dia sangat dihormati. Cicitnya adalah Pangeran Dein TJELAH, sekarang salah satu dari dua administrator Reich di Matan. Dein TJELAH dan Dein BRANIE, dua Radjah lainnya, yang telah berperang dengan mereka untuk Matan, kemudian pergi ke Johor dan Riouw, di mana mereka memaksa Pangeran Melayu untuk berbagi dan memerintah Kerajaan bersama mereka. Radjah DJAPAR, sekarang Bupati van Riouw, adalah cicit dari Dein BRANIE. Sultan Sein udien memerintah sejak Pemulihannya dari tahun 1727 sampai 1732. Dia meninggalkan empat orang anak, Pangeran RATOE, Bupati, Pangeran MANGKOERAT, kemudian Sultan, Poetrie KOSUMBA, menikah dengan Dein MENGAMBONG dan AGONG MARTA DI POERA, kemudian
 
Administrator pemerintah.
PEMERINTAH MENENGAH.
 
Sepeninggal Sultan SEIN UDIEN, putra tertuanya mengambil alih pemerintahan tanpa diangkat menjadi Sultan. Karena ini sering terjadi pada pangeran-pangeran pribumi, bahwa mereka tidak membiarkan diri mereka diproklamasikan sebagai sultan , dengan harapan mereka akan diangkat ke martabat itu oleh rakyat mereka, atau oleh pangeran-pangeran tetangga, yang ketinggian itu mereka banggakan. Dia meninggal pada tahun 1736 dan disebutkan dalam prasasti MORHOM RATOE, yang berarti bahwa dia memerintah sebagai Pangeran yang berdaulat dan bukan sebagai administrator pemerintahan. - - - - "
 
SULTAN MANGKOERAT DARI SCOESOR, PENGUASA KESEBELAS, ia adalah putra kedua dari Sultan Sein oedien dan mengikuti kakaknya, Pangeran Ratu di pemerintahan. "Dia memiliki darah liar," kata sejarah, "dan pergi ke bawah air seperti ikan." Selama masa pemerintahannya banyak orang asing menetap di Succadana dan Matan . Dia juga membawa Kepulauan Karimatasche di bawah pemerintahannya melalui pernikahan , tetapi tidak lama memerintah. Tempat pemakamannya terlihat di Matan kuno . Ia memiliki dua orang putra, yang tertua di antaranya, GIERIE LAYA, Sultan di Matan, dan yang termuda KASOEEMAKASOEMA NINGRAT menjadi administrator Supreme Reich. Yang terakhir juga mendapat sebidang tanah untuk wilayah kekuasaannya, di mana saat ini kota Simpang berada, dan putranya adalah penguasa Panoembahan dari Simpang Suriah NINGRAT.
 
XII. SULTAN GIERIE LAYA, SULTAN DARI MATAN DAN SUCCADANA,
Baris 122 ⟶ 121:
Di bawah pemerintahan putra Sultan GIERIE LAYA ini bangkit kembali Succadana untuk beberapa waktu hingga satu tempat berkembang. Banyak penduduk Riouw dan pulau-pulau lain menetap di sana: beberapa orang Arab juga menetap dengan keluarganya di sungai Mendauw, dan di sana, dari Succadana, berdagang ke hulu sungai Kapuas dan ke pedalaman Kalimantan. Di sepanjang pantai di Succadana sejumlah rumah dari kayu ulin dibangun, dengan pagar yang berat (Paggers), untuk melindungi dari serangan musuh. Kediaman ENDRA LAYA adalah Matan tua : Namun, dia sering mengunjungi dataran tinggi di sungai Matan Baru (Gayong), membuat banyak pekerjaan Succadana dan memiliki lembah yang dibangun dari kayu ulin di sana. Untuk memikat orang asing di sana, yang, diusir dari rumah mereka oleh perang, ada di sana-sini tanpa tempat tinggal permanen, dia menawarkan mereka rawa Succadana, tempat terindah di semua pantai barat dan barat daya Kalimantan , kepada untuk menetap di atasnya. Bukit-bukit yang landai, di mana kakinya membasuh laut dan pantai berpasir membentang, membentuk lengkungan setengah lingkaran, dengan latar belakang pegunungan tinggi menjulang, dari mana sungai Succadanadan aliran kecil lainnya muncul. Dari sekitar tahun 1770 hingga 1786 beberapa Kepala Suku Melayu terkemuka, yang datang dari negeri asing, juga menetap di Succadana dan memberikan banyak sumbangan bagi kemakmuran tempat ini. Antara lain ada seorang Raden BANDAR yang lebih dikenal dengan nama GOESTIE BANDAR, begitu juga dengan Radjah ALIE, yang menginap di sana. Mereka berdua melarikan diri dari Riouw, dan membawa serta banyak orang dan kekayaan lainnya. Mereka juga keturunan dari Dein BRANIE yang bersama-sama dengan Dein MENGAMBONG telah mengembalikan Sultan SEIN UDIEN ke tahta Matan .
 
GoesTIEGOESTIE BANDAR, yang tinggal dengan Riouw di P. Payong, telah pindah ke Mampouwa sekitar tahun 1768, di mana dia tinggal selama beberapa tahun. Dari sana dia menetap di Succadana, di tepi kiri sungai, dan membangun sebidang besar tanah di mana beras dapat ditampung di bawah air, menghasilkan yang sangat baik. GOESTIE BANDAR tinggal di sini selama bertahun-tahun dengan damai dan tenang, dan menikahi salah satu dari tiga putrinya, OETIN APAM, dengan Mahomet DJAMALoEDINDJAMALOEDIN, Sultan yang sekarang dari Matan, keluar Anak perempuan lainnya diberikan padanya untuk Pangeran ARIA, saudara sultan dari Sambas, menikah.
 
Pada tahun 1785 menghantam Radja ALIE dari Riau berperang dengan East India Company, dimana dia diusir dari kampung halamannya dan kemudian melarikan diri ke Mampouwa. Abdoel RACHMAN, yang baru saja menjadi Sultan dari Pontianak , meskipun ia hanya memiliki tanah untuk beberapa pagi, sekarang percaya ia memiliki peluang yang menguntungkan untuk menaklukkan Mampouwa, atau setidaknya bagian dari itu, tanpa memikirkan nikmat pangeran dari negara itu, yang kepadanya dia dan ayahnya berhutang budi dan kebahagiaan. Dia tidak menyisakan sarana untuk pelaksanaan Panoembahan ADIE DJAYA dari Mampouwa dalam cahaya yang paling tidak menguntungkan, dan berpura-pura merencanakan serangan paling berbahaya di Pabrik Perusahaan India Timur di Pontianak .
Baris 129 ⟶ 128:
 
Tanpa teman, dikejar dan omzwervend adalah Radja ALIE akhirnya oleh sanaknya Endra Laya, Sultan dari Matan, dicatat dan ini dengan sebidang tanah dengan Mayat Southwest sudut Succadana dekat Telaga Tuju mabuk,
dimana dia menetap dengan keluarga dan pengikutnya dan mengabdikan dirinya pada pertanian. Maka Suecadana mulai berkembang kembali untuk beberapa waktu: ladang digarap, perdagangan dihidupkan kembali, dan di semua sisi, terutama dari Pontianak yang baru dibangun, banyak penduduk yang rajin menetap di sana dengan tempat tinggal mereka. Kemakmuran ini, bagaimanapun, adalah duri dalam sisi bajak laut untuk Sultan dari Pontianak, dan ABDOEL RACHMAN. Mengingat cela yang diderita ayahnya HOESIN, yang atas pemberontakan oleh Sultan ENDRA LAYA dari Succadanatelah diasingkan, dia hanya bermeditasi pada cara balas dendam, dan perubahan kebahagiaan atau rasa syukurnya sendiri tidak mencegahnya membawa enora LAYA, bersama dengan Radjah ALIE, ke kehancuran, yang saudaranya, Radjah Moeda van Riouw, ditinggikan dia untuk Sultan dari Pontianak pada tahun 1772, dibantu dia melawan Sangouw dan mendirikan kebahagiaannya. Berdasarkan Undang-Undang terkenal 26 Maret 1778, dimana Bantam telah menyerahkan tanah Landak dan Succadana untuk East India Company, yang Sultan dari Matan sudah beberapa kali ditegur untuk memenuhi ketentuannya. Tetapi gratis Prince of Matan dinyatakan tidak berdasar pada klaim dari Sultan dari Banten, yang nenek moyangnya sudah menjadi pengikut dari East India Company pada tahun 1665. Penegakan aturan ini dan perlindungan yang diberikan Radja tahu Abdul Rachman dengan cekatan menarik partai ALIE agar Matan terlibat perang dengan East India Company, yang satu skuadron terdiri dari tiga kapal dan beberapa Praauwen ke Succadana yang memisahkan WC . Sultan ENDRA LAYA kebetulan persis di tempat ini. Ia, seperti halnya GoESTIEGOESTIE BANDAR, ingin sekali melihat Radjah ALIE membela diri dan berjuang dengan gembira. Tetapi mereka yang tidak membungkuk harus melindunginya, segera setelah tepi kapal telah didekati dan telah melepaskan beberapa tembakan bersama keluarganya di atas beberapa kapal kecil, yang pada malam hari dia ke kepulauan Karimata, berlayar dari sana ke Riouw dan Selangor. Baginda Sultan Matan tidak menganggap itu dianjurkan untuk menunggu ekspedisi dari East India Company untuk mencapai Succadana sebelum nya Dalm .menunjukkan. Tanpa mempertaruhkan pertarungan, dia melarikan diri ke kediamannya di Matan tua, di mana sebagian besar penduduk Succadana mengikutinya, sehingga setelah pelarian para Sultan, tempat ini cukup kosong. Setelah itu East India Company ingin mengambil kepemilikan itu dan mengirimkan tertentu Pangeran OESOEP (Maas Djoerit), saudara dari Sultan dari Mampouwa, sebagai bupati ke sana. Tetapi dia berdagang untuk akunnya sendiri dengan sarana yang dipercayakan kepadanya: sudah terlambat juga untuk mendapatkan apa pun untuk Succadana.sebagaimana penduduk telah pergi, sehingga pada tahun 1790 hanya beberapa pencuri yang tersisa. Sultan ENDRA LAYA, melarikan diri ke Kediamannya Matan, tidak menemukan istirahat atau kesenangan, dan pergi ke Gayong, seorang Negorij dari Daijakkers, yang telah dibuat oleh ayahnya GIERIE LAYA sebagai tempat tinggal selama Musim Hujan yang jahat. Sejak saat itu, Gayong menjadi Ibukota Kerajaan Matan, dan kota Matan sendiri berangsur-angsur menghilang, sehingga saat ini hampir tidak ada jejaknya. Beberapa kali kemudian Perusahaan India Timur mengulangi tuntutannya kepada Sultan dari Matan, untuk mengenali dan meratifikasi disebutkan di atas Act dari kejauhan, tetapi sia-sia: seperti, antara lain, Residen Pontianak, J. J. KLAGMAN, telah dijelaskan secara rinci dalam Laporan kepada Gubernur Jenderal Alting dari November 18, 1789 . Tak lama kemudian, pada tahun 1790, East India Company memutuskan untuk menjelajah terlalu jauh dari Pontianak dan seluruh pantai barat Kalimantan .
 
seperti yang juga terjadi pada 8 Oktober tahun 1791. ENDRA LAYA telah diturunkan oleh NJAiNJAI Maas tertentu, putri Dein AMBAH, putra dan putri, MAHOMET JAMALUADIN, Sultan sekarang, dan Utin Sanie, permaisuri Pangeran Simpang, surio NINGRAT. Kemudian NJAI Maas ini ditolak oleh Sultan dan kedua anaknya menjadi sangat terhina. Selanjutnya ia tinggal dengan NJAI Maas MOEDA tertentu, putri Anachoda SALoeSALOE, yang melahirkan dua putra, yang tertua kemudian menjadi Pangeran.MANGKoERAT MANGKOERAT SUMA diagungkan. Karena Sultan tidak ada laki-laki tunas dengan satu permaisuri yang sah atau Ratu Begat tahu NJA1NJAI Maas moeda pangeran ini untuk membujuk, ia MANGKoERATMANGKOERAT kepada pewaris putranya bernama, membuat hidup dan kemerdekaan Mahomet DJAMALOEDIN dalam bahaya. Dia terbang ke Sim pangSimpang dari saudara iparnya, Pangeran KRATON, Panoembahan yang sekarang, yang dengan penuh semangat datang membantunya dan menemaninya sendiri, untuk klaimnya atas Matan. untuk menegaskan. JAMALUDIN mengambil posisi dengan rakyatnya dan kapalnya di muara sungai dan sebisa mungkin menghindari setiap pertarungan untuk memperpanjang perang dan memberikan waktu kepada teman-temannya untuk datang membantunya. Sementara itu, dia juga berharap untuk memenangkan kasih sayang dari yang Agung dan orang-orang, yang juga berhasil dia dengan jelas melalui keanggunan dan keberanian saudara iparnya . Sebagian besar tokoh besar Reich bergabung dengan partainya, dan Sultan ENDRA LAYA yang lama terpaksa mengakui putranya JAMALoedINJAMALOEDIN sebagai wakil bupati, dan tak lama kemudian, pada tahun 1790, menyerahkan Kekaisaran seluruhnya. - 's selama perang antara ayah dan anak, salah satu menceritakan bahwa Sultan familiar dua kali mantries keJawake Jawa, dengan tujuan untuk menjual intan besar Matan , dan memperoleh gunwort, timah, dan kebutuhan militer lainnya dengan harga tersebut. Namun, dalam pelayaran perdananya, kapal yang membawa beban berharga ini rusak akibat badai yang hebat dan terpaksa kembali, dan ketika Sultan memberanikan diri untuk kedua kalinya mengunjungi Paladium Matan ini, yang penduduknya memiliki rejeki dan rejeki. dianggap tergantung pada keselamatan seluruh Reich, kapal itu kembali dibanjiri oleh badai yang dahsyat dan hancur. Orang kepercayaan para sultan, yang membawa batu besar, lolos dari reruntuhan dan menyerahkan tanah dari Kottariengien keMatanke Matan kembali. Kemudian dinyatakan bahwa bukanlah kehendak Tuhan bahwa batu berharga ini harus diambil dari kepemilikan Ma tanMatan dan Kerajaan yang berkuasa. Kisah ini, dan apa yang dikatakan tentang intan ini di masa lalu, memberikan bukti terbaik bahwa tidak pernah ada batu semacam ini, dan bahwa Sultan ENDRA LAYA menciptakan dongeng tersebut di atas sebagai tipu muslihat, untuk digunakan untuk putranya JAMALOEDIN. untuk menakuti dan tidak menyukai perang. Jika ENDRA LAYA atau Sultan yang sekarang memerintah pernah memiliki batu sebesar itu, jadi saya yakin batu itu akan terbuang lama untuk candu. Sultan, ENDRA LAYA, setelah menyerahkan Kekaisaran kepada putranya pada tahun 1790, meninggalkan NegorijNegeri Laya kecil , di mana ia meninggal pada tahun 1792 dan
 
XIV. Muhammad Jamaluddin, Sultan dari Matan.
Selain perang melawan ayahnya, ENDRA LAYA, yang muncul dengan menghasut ibu tirinya, di masa depan ia memiliki lebih banyak lagi serangan terhadap saudara tirinya, Pangeran MangkoeRATMangkoerat membanjiri INDA, yang berusaha untuk menjatuhkannya; tapi keberuntungan tetap bersama senjata para sultan sampai saudara tirinya akhirnya meninggal pada tahun 1817. Namun putranya, Pangeran Abr MANGKoeRATMANGKOERAT, yang menikah dengan putri JAMALubINJAMALUDIN, belum juga melepaskan tuntutannya atas tahta Matan dan sering berusaha merebutnya
 
Sejak jatuhnya Succadana , semua tempat lain di sepanjang muara berbagai sungai di pantai barat , dan khususnya di embun Manusia , juga telah ditinggalkan oleh penduduknya. Golongan laki-laki yang tadinya menangkap ikan dan berdagang itu sekarang jatuh ke dalam pembajakan, dan karena tanah itu tidak berpenghuni di sepanjang pantai, sejumlah perampok asing menetap di sana, membuat kesamaan dengan orang-orang Matan. dan sering dipelihara dan dibantu oleh Pangeran sendiri. The Sultan of Sambas, Pontianak dan MatanperampokMatan perampok ini sering dipanggil untuk membantu perang mereka dan menerima mereka sebagai bayaran. Dengan demikian, akhirnya para Pangeran dan bangsa jatuh ke dalam kondisi yang tidak menguntungkan yang sama buruknya bagi mereka seperti halnya perdagangan, terutama di Jawa, dan membahayakan kehidupan dan kebebasan semua bangsa yang mengarungi lautan ini, sampai akhirnya. pembentukan pemerintah kita di pantai ini telah menghasilkan perubahan yang menguntungkan di dalamnya.
 
== Riwayat Raden Saradewa dan Pangeran Putra dalam Hikayat Banjar ==
 
Raja Kotawaringin Ratu Bagawan Pangeran Dipati Anta-Kasuma telah membuat perhubungan dengan seorang Pangeran dari Matan, putera dari '''Ratu Bagus Sukadana'''/'''Ratu Mas Jaintan'''/'''Putri Bunku''' dan '''Dipati Sukadana'''/'''Penembahan Giri Kusuma''' dari [[Kerajaan Tanjungpura|Kerajaan Sukadana/Tanjungpura]], Raja Matan Sukadana, yaitu '''Moerong Giri Moestapha''' <ref name="Pijnappel"/> (= '''Sultan Muhammad Syafiuddin''' 1623/7-1677) atau di dalam Hikayat Banjar disebut '''Raden Saradewa''' <ref name="hikayat banjar"/> atau '''Raden Saradipa''' yang telah meminang puteri Pangeran Dipati Anta-Kasuma yaitu Putri Gelang (= Dayang Gilang) untuk dirinya . Baginda dianugerahkan daerah Jelai yang sebelumnya telah ditaklukan oleh Kotawaringin sebagai hadiah perkawinan. Perkawinan tersebut dilaksanakan di Martapura. Dengan adanya perkawinan tersebut maka Marhum Panembahan (Sultan Banjar IV) mengatakan bahwa Dipati Sukadana tidak perlu lagi mengirim upeti setiap tahun seperti zaman dahulu kala kepadanya karena sudah diberikan kepada cucunya Putri Gelang dan jikakalau ia beranak sampai ke anak cucunya. Selepas itu Dipati Ngganding diperintahkan diam di Kotawaringin. Putri Gelang wafat setelah 40 hari melahirkan puteranya. Raden Saradewa pulang ke Sukadana, sedangkan bayi yang dilahirkan Putri Gelang kemudian tinggal dengan Pangeran Dipati Anta-Kasuma di [[Martapura]] kemudian dinamai '''Raden Buyut Kasuma Matan'''/'''Pangeran Putra''' (= ayah Sultan Muhammad Zainuddin I?) oleh Marhum Panembahan, yang merupakan salah satu dari tiga cicitnya yang diberi nama ''buyut'', karena ketika itulah Marhum Panembahan pertama kali memiliki tiga orang [[cicit]], yang dalam [[bahasa Banjar]] disebut ''buyut''. Raden Buyut Kasuma Matan saudara sepersusuan dengan Raden Buyut Kasuma Banjar putera Raden Kasuma Taruna (= Pangeran Dipati Kasuma Mandura)<ref name="Pijnappel">J. Pijnappel Gzn; Beschrijving van het Westeli jike gedeelte van de Zuid-en Ooster-afdeeling van Borneo (disimpul daripada empat laporan oleh Von Gaffron, 1953, BK 17 (1860), hlm 267 ff.</ref><ref name="hikayat banjar">{{cite book
| authorlink= Johannes Jacobus Ras
| firts= Johannes Jacobus
Baris 170 ⟶ 169:
| year= 1860
| publisher= M. Nijhoff
}}</ref><ref name="Tijdschrift 6">{{cite journal
| pages= 242
| url= https://books.google.co.id/books?id=HBEDAAAAYAAJ&pg=PA242&dq=Saradipa-van-Soekadana.&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjX2YmxsqLqAhVIbn0KHcMZAkIQ6AEwAXoECAUQAg#v=onepage&q=Saradipa-van-Soekadana.&f=false
| title= Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde
| volume= 6
| language= nl
| author= Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Lembaga Kebudajaan Indonesia
| publisher= Lange & Co.
| year= 1857
}}</ref>
 
[[Hikayat Banjar]]-Kotawaringin halaman 347-350 menyebutkan:
 
{{cquote|"Sudah kemudian itu maka anak Ratu Bagus di Sukadana, namanya Raden Saradewa itu, diperisterikan lawan Putri Gilang, anak Pangeran Dipati Anta-Kasuma itu. Tatkala manggawikan itu yang terlebih suka-ramainya. Maka tatkalaitutatkala itu banyak orang sukadanaSukadana matikatumbakmati katumbak oleh orang Martapura itu karena sangat memaling. zamanZaman itulah permulaannya banyak maling maka sampai sekarang ini di Martapura itu. Lain daripada itu - banyak tiada tersuratkan - sudah itu maka pangandika Marhum Panambahan: "Adapun semasa ini anak Dipati Sukadana itu tiada lagi kupintai upati lagi seperti tatkala zaman dahulu itu. Sekaliannya upati Sukadana itu sudah kuberikan arah cucuku Si Dayang Gilang itu, jikalau ia beranak sampai kepada anak-cucunya itu. Hanya kalau ada barang kehendakku itu, aku menyuruh". Maka pangandika Pangeran Dipati Anta-Kasuma: ;"itulah adi dipati, pangandika Marhum Panambahan itu adi ingatkan." Maka atur sembah Ratu Bagus Sukadana itu: "Dahulu-dahulunya kupinta kepada sampian rama andika Marhum Panambahan itu, nugraha kang salira itu kaula junjung kaula suhun, kemudian pula nugraha sampian kaula junjung kaula suhun."
Maka waktu itu Marhum Panambahan menyatukan Kota Waringin itu kepada Pangeran Dipati Anta-Kasuma itu. Yang disuruh Marhum Panambahan menduduk itu Dipati Ngganding pada Kota Waringin itu; Dipati Ngganding itu diserahkan arah Pangeran Dipati Anta-Kasuma. Itulah maka Dipati Ngganding itu diam di Kota Waringin itu; maka demikian itulah awal mulanya maka Sukadana tiada lagi memberi upati ke Martapura itu. Banyak tiada tersuratkan itu.
 
Kemudian daripada itu maka Raden Kasuma Nagara lawan Gusti Timbako itu beranak laki-laki dinamai Raden Buyut Lancap. Sudah itu maka Raden Kasuma Nagara itu sumalah, diamuknya oleh Si randah tatkala berwayang itu. Maka dikambari oleh Kiai Tanuraksa itu. Maka ia digelar dinamai oleh Marhum Panambahan itu Kiai Tumanggung Raksanagara. Umanya itu bersepupu sekali lawan ibu Marhum Panambahan itu. Sudah itu maka Pangeran Dipati Anta-Kasuma itu beranak pula laki-laki dinamai Raden Tuan; itu lawan Putri Gilang lawan Raden Pamadi lawan Raden Nating seibu serama.
Sudah itu maka Raden Kasuma Taruna beranak laki-laki dinamai Raden Buyut Kasuma Banjar. Sudah itu ia tahu berjalan, sudah pisah susu itu, maka Putri Gilang beranak laki-laki itu dinamai Raden Buyut Kasuma Matan. Marhum Panambahan menamai itu, karena ketiganya itu permulaan Marhum Panambahan berbuyut itu; Raden Buyut Lancap, Raden Buyut Kasuma Banjar, Raden Buyut Kasuma Matan itu. Sudah genap empat puluh hari itu pada hari itu Putri Gilang sumalah. Banyak tiada tersuratkan. Raden Buyut Kasuma Matan itu disusukan pada orang sudah pisah susu itu. Maka Raden Saradewa itu pulang ke Sukadana. Raden Buyut Kasuma Matan itu tinggal di Martapura pada Pangeran Dipati Anta-Kasuma itu. Dipati Ngganding diam ke Kota Waringin itu.
}}
 
{{cquote| Maka tersebut perkataan Ratu Agung memerintahkan kerajaan Martapura sudah tujuh tahun lamanya maka menyuruhkan Pangeran Dipati Kasuma Mandura maambili ratuRatu Kota Waringin. Maka Pangeran Dipati Kasuma Mandura pun pergilah, serta Raden Buyut Kasuma Banjar pun lompat jua, ke Kota Waringin, Raden Padjang pun pergi jua ke Kota Waringin. Maka Pangeran Kasuma Mandura pun sampailah ke Kota Waringin. Maka Pangeran Kasuma Mandura pun menghadap kepada Ratu Kota Waringin. Maka kata Pangeran Kasuma Mandura: "Ulun diandikakan raka sampian maambili sampian ke Martapura." Maka kata Ratu Kota Waringin: " Aku pun sudah dendaman jua kayah Ratu Agung, sudah lawas berpisah. Akan tetapi aku lagi kedatangan suruhan Raden Saradewa maambili Si Buyut Kasuma Matan ke Sukadana. Baiklah ikam mahadangi - maka yang disuruh maambili itu ialah ini namanya Mas Panganten dengan Aria Sami - ; ini kita melapaskan Buyut Kasuma Matan ke Sukadana, inilah kita pergi ke Banjar." Maka Raden Buyut Kasuma Banjar itu digelar Ratu Kota Waringin '''Pangeran Putra'''. Maka Raden Buyut Kasuma Matan ke Sukadana sampai sekarang ini. Sudah itu ratuRatu Kota Waringin berlengkaplah dengan Pangeran Dipati Kasuma Mandura.
}}