Pengguna:Alamnirvana/Pangeran Putra: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
 
(4 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Tidak memenuhi kriteria kelayakan}}
'''Gusti Kasuma Matan''' atau '''Raden Buyut Kasuma Matan''' bergelar '''Pangeran Putra''' atau '''Pangeran Muda''' adalah raja atau Putra Mahkota kerajaan Sukadana yang kemudian mendirikan Kesultanan Matan.<ref name="Dijk 1862">{{cite journal
| pages= 190
Baris 23 ⟶ 22:
}}</ref>
 
Pada tahun 1636, raja Sukadana, Pangeran Poetra, kemudian mendirikan kerajaan di Matan, memberitahu Gubernur Jenderal secara tertulis melalui utusannya Intje Bongsoe bahwa ia telah menggantikan ayahnya dalam pemerintahan dan bahwa ia memiliki beberapa Warga [[Batavia]] Tionghoa dan Jepang yang terbunuh di [[Pulau Biliton (Belitung)]] berhasil mengumpulkan.
 
Dengan tidak adanya Gubernur Jenderal [[Antonio van Diemen]], Philip Lucasz., Pada tanggal [[27 Mei]] [[1637]], menyerahkan kepada Intje Bongsoe jawaban atas surat raja, mengucapkan selamat kepada raja karena telah menerima pemerintahan, menambahkan: „200 percaya dan kami juga percaya sepenuhnya bahwa Yang Mulia pernah masuk ke dalam persahabatan lama dan aliansi dengan Belanda, seagama seperti yang dilakukan Tuhan, ayah. " Dengan rekomendasi perlakuan timbal balik yang baik, Lucasz mendesak raja untuk mendorong rakyatnya semakin banyak untuk berlayar ke Batavia, dan untuk memerintahkan mereka agar tidak mempersembahkan berlian mereka kepada orang asing, tetapi lebih disukai kepada pedagang kita (VOC).
 
Tidak lama kemudian seruling Nachtegaal muncul di Batavia, yang berasal dari pulau Ende, yang dengannya Pemerintah HI menerima pesan bahwa kepala pedagang Joan Tombergen, yang berangkat ke Timor pada tanggal 22 Februari 1636), menganggap perlu 2000 kapak dari [[Karimata]] dan 10.000 parang dari Biliton, yang dibutuhkan untuk perdagangan kayu cendana yang baru-baru ini dilanjutkan, harus dikirim secepat mungkin ke Solor dan Timor. Karena benda-benda ini tidak tersedia di Batavia, dan "perdagangan orang Timor tanpa kapak atau parang sudah mati 2)," pedagang Pieter Servaes van Colster menjadi, menurut resolusi G.-G! dan R., dd. 28 Agustus, 2 September 1637 dikirim ke Succadana dengan kapal pesiar Vlielanddan cargasun senilai NLG 20252-11-4 dengan biaya berlayar ke sungai menuju Matan, kediaman dan tempat perdagangan utama Pangoran Putra, yang atas nama Pemerintah HI harus meminta perdagangan bebas, sambil memberikan hadiah. dan mengundang, selanjutnya, untuk segera mengirimkan 20.000 parang dan 5.000 kapak, jika mereka tidak ada di kerajaannya.
Baris 68 ⟶ 67:
Ayahanda Giri Kasuma adalah Panoembahan Di baruh sungai Matan. Selama masa pemerintahannya, seperti yang telah diberitakan sebelumnya, pada tanggal [[13 Maret]] [[1604]] orang Belanda pertama, yang dipimpin oleh WYBRAND VAN WARWYK, datang ke [[Kepulauan Karimata]], dari sana mereka mengirim sekoci ke [[Sukadana, Kayong Utara|Sukadana]], untuk melaporkan perdagangan untuk menang.
 
Pada [[12 Januari]] [[1607]], CALLH.ROEP menerima perintah untuk pergi dari Banten ke Sukadana dan berdagang intan. Pada tanggal 22 Juni tahun yang sama, SAMUEL BLOMMAERTZ berangkat ke sana dan kembali dari sana pada tanggal 13 Juli ke Banten. Pada masa GIERIE KASOEMA ini, diharapkan orang Dayak SIPAK menemukan intan besar Matan, Segima, dan memberikannya sebagai hadiah kepada Pangeran. Namun, tidak ada satupun pegawai negeri Belanda yang peduli dengan perdagangan intan di sini yang memberikan pemberitahuan tentang Matan.
 
Sekitar 1600 GIERIE KASOEMA menikah dengan Poetrie BOENKOE, putri PRABOE, Raja dari [[Kerajaan Landak]]. Di bawah kekuasaannya, agama Mahomedan (Islam) menyebar di Matan dan Sukadana, yang dia adopsi sendiri. Dia sering tinggal di pedalaman dan menghabiskan banyak waktu dengan warga Dayak .
Baris 140 ⟶ 139:
== Riwayat Raden Saradewa dan Pangeran Putra dalam Hikayat Banjar ==
 
Raja Kotawaringin Ratu Bagawan Pangeran Dipati Anta-Kasuma telah membuat perhubungan dengan seorang Pangeran dari Matan, putera dari '''Ratu Bagus Sukadana'''/'''Ratu Mas Jaintan'''/'''Putri Bunku''' dan '''Dipati Sukadana'''/'''Penembahan Giri Kusuma''' dari [[Kerajaan Tanjungpura|Kerajaan Sukadana/Tanjungpura]], Raja Matan Sukadana, yaitu '''Moerong Giri Moestapha''' <ref name="Pijnappel"/> (= '''Sultan Muhammad Syafiuddin''' 1623/7-1677) atau di dalam Hikayat Banjar disebut '''Raden Saradewa''' <ref name="hikayat banjar"/> atau '''Raden Saradipa''' yang telah meminang puteri Pangeran Dipati Anta-Kasuma yaitu Putri Gelang (= Dayang Gilang) untuk dirinya . Baginda dianugerahkan daerah Jelai yang sebelumnya telah ditaklukan oleh Kotawaringin sebagai hadiah perkawinan. Perkawinan tersebut dilaksanakan di Martapura. Dengan adanya perkawinan tersebut maka Marhum Panembahan (Sultan Banjar IV) mengatakan bahwa Dipati Sukadana tidak perlu lagi mengirim upeti setiap tahun seperti zaman dahulu kala kepadanya karena sudah diberikan kepada cucunya Putri Gelang dan jikakalau ia beranak sampai ke anak cucunya. Selepas itu Dipati Ngganding diperintahkan diam di Kotawaringin. Putri Gelang wafat setelah 40 hari melahirkan puteranya. Raden Saradewa pulang ke Sukadana, sedangkan bayi yang dilahirkan Putri Gelang kemudian tinggal dengan Pangeran Dipati Anta-Kasuma di [[Martapura]] kemudian dinamai '''Raden Buyut Kasuma Matan'''/'''Pangeran Putra''' (= ayah Sultan Muhammad Zainuddin I?) oleh Marhum Panembahan, yang merupakan salah satu dari tiga cicitnya yang diberi nama ''buyut'', karena ketika itulah Marhum Panembahan pertama kali memiliki tiga orang [[cicit]], yang dalam [[bahasa Banjar]] disebut ''buyut''. Raden Buyut Kasuma Matan saudara sepersusuan dengan Raden Buyut Kasuma Banjar putera Raden Kasuma Taruna (= Pangeran Dipati Kasuma Mandura)<ref name="Pijnappel">J. Pijnappel Gzn; Beschrijving van het Westeli jike gedeelte van de Zuid-en Ooster-afdeeling van Borneo (disimpul daripada empat laporan oleh Von Gaffron, 1953, BK 17 (1860), hlm 267 ff.</ref><ref name="hikayat banjar">{{cite book
| authorlink= Johannes Jacobus Ras
| firts= Johannes Jacobus
Baris 170 ⟶ 169:
| year= 1860
| publisher= M. Nijhoff
}}</ref><ref name="Tijdschrift 6">{{cite journal
| pages= 242
| url= https://books.google.co.id/books?id=HBEDAAAAYAAJ&pg=PA242&dq=Saradipa-van-Soekadana.&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjX2YmxsqLqAhVIbn0KHcMZAkIQ6AEwAXoECAUQAg#v=onepage&q=Saradipa-van-Soekadana.&f=false
| title= Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde
| volume= 6
| language= nl
| author= Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Lembaga Kebudajaan Indonesia
| publisher= Lange & Co.
| year= 1857
}}</ref>