Dewaraja: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Gunkarta (bicara | kontrib)
←Membatalkan revisi 5993789 oleh Gunkarta (Bicara)
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8
 
(36 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Harihara Majapahit 1.JPG|jmpl|ka|lurus|Arca [[Harihara]], dewa gabungan [[Siwa]] dan [[Wisnu]] sebagai penggambaran [[anumerta]] [[Kertarajasa]], raja pertama [[Majapahit]]. Tradisi memuliakan raja bagaikan dewa merupakan tradisi dewaraja.]]
"'''Dewaraja'''" adalah konsep [[Hindu]]-[[Buddha]] yang memuja [[raja]] sebagai memiliki sifat [[dewa|kedewaan]], bentuk pemujaan ini berkembang di Asia Selatan dan Asia Tenggara.<ref name="God and King">{{cite web |url=http://www.easternbookcorporation.com/moreinfo.php?txt_searchstring=7306 |title=God and King : The Devaraja Cult in South Asian Art & Architecture |author=Sengupta, Arputha Rani (Ed.) |date=2005 |work= |publisher= |ISBN= 8189233262|accessdate=14 September 2012}}</ref> Konsep ini terkait dengan sistem [[monarki]] yang menganggap raja sebagai dewa yang hidup di atas bumi, sebagai [[titisan]] dewa tertinggi, biasanya dikaitkan dengan [[Siwa]] atau [[Wishnu]]. Konsep ini terkait dengan gagasan India mengenai raja jagat [[chakrawartin]]. Secara politik, gagasan ini dilihat sebagai suatu upaya pengesahan atau justifikasi kekuasaan raja dengan memanfaatkan sistem keagamaan. Konsep ini mencapai bentuk dan wujudnya yang paling maju di [[Jawa]] dan [[Kamboja]], dimana monumen-monumen agung seperti [[Prambanan]] dan [[Angkor Wat]] dibangun untuk memuliakan raja di atas bumi.
 
"'''Dewaraja'''" adalah konsep [[Hindu]]-[[Buddha]] yang memuja dan menganggap [[raja]] sebagai memiliki sifat [[dewa|kedewaan]], bentuk pemujaan ini berkembang di Asia Selatan dan Asia Tenggara.<ref name="God and King">{{cite web |url=http://www.easternbookcorporation.com/moreinfo.php?txt_searchstring=7306 |title=God and King : The Devaraja Cult in South Asian Art & Architecture |author=Sengupta, Arputha Rani (Ed.) |date=2005 |work= |publisher= |ISBN= 8189233262 |accessdate=14 September 2012 |archive-date=2012-12-09 |archive-url=https://web.archive.org/web/20121209215215/http://easternbookcorporation.com/moreinfo.php?txt_searchstring=7306 |dead-url=yes }}</ref> Konsep ini terkait dengan sistem [[monarki]] yang menganggap raja memiliki sifat illahiah, sebagai dewa yang hidup di atas bumi, sebagai [[titisan]] dewa tertinggi, biasanya dikaitkan dengan [[Siwa]] atau [[Wishnu]]. Konsep ini terkait dengan gagasan India mengenai raja jagat [[chakrawartincakrawartin]]. Secara politik, gagasan ini dilihat sebagai suatu upaya pengesahan atau justifikasi kekuasaan raja dengan memanfaatkan sistem keagamaan. Konsep ini mencapai bentuk dan wujudnya yang paling majucanggih di [[Jawa]] dan [[Kamboja]], dimana monumen-monumen agung seperti [[Prambanan]] dan [[Angkor Wat]] dibangun untuk memuliakan raja di atas bumi.
 
== Istilah ==
Dalam bahasa[[Sansekertabahasa Sanskerta]] istilah ''[[dewa]]-[[raja]]'' dapat bermakna "raja para dewa" atau "raja yang juga (titisan) dewa". Dalam masyarakat dewa Hindu, jabatan dewa tertinggi biasanya disandang oleh [[Siwa]], terkadang [[Wisnu]], atau sebelumnya [[Indra]]. Kerajaan langit tempat para dewa bersemayam di [[swargaloka]] merupakan bayangan kerajaan fana di atas bumi, konsep ini memandang raja sebagai dewa yang hidup di muka bumi.
 
== Tujuan ==
Konsep dewaraja dibentuk melalui ritual keagamaan yang dilembagakan dalam pranata kerajaan bercorak Hindu-Buddha di Asia Tenggara. Hal ini memungkinkan raja untuk mengklaim memiliki wewenang ilahiah yang bisa digunakan untuk memastikan legitimasi politik, mengelola tatanan sosial, menata aspek ekonomi dan agama. Dalam aspek politik, memperkuat hak raja dan wangsa yang berkuasa sebagai penguasa negeri yang sah. Hal ini juga digunakan untuk menjaga ketertiban sosial, memuliakan raja sebagai dewa hidup yang pastinya menuntut pelayanan maksimal rakyatnya dan pengabdian umatnya. Memperkenalkan sistem [[kasta]] India juga mendefinisikan kelas sosial, pekerjaan, serta cara hidup rakyat mereka.
 
Kepercayaan dewaraja juga memungkinkan raja untuk mengerahkan rakyatnya untuk melakukan pekerjaan umum berskala besar dan proyek-proyek raksasa, misalnya menciptakan dan memelihara sistem pengairan [[hidrolik]] yang rumit untuk mendukung pertanian padi dalam skala besar, atau untuk membangun monumen agung, membangun [[candi|candi-candi]] untuk menghormati raja yang telah wafat. Contoh dari proyek-proyek pembangunan besar misalnya pembangunan candi [[Borobudur]], [[Prambanan]], juga kompleks percandian dan [[baray]] di [[Angkor]].
 
== Jawa ==
Pemujaan dewaraja adalah pranata resmi kerajaan Kamboja yang didukung sistem agama mereka, sesungguhnya konsep ini mungkin berasal dari Jawa.<ref name="God and King"/> Di Jawa kuno, sejak masa wangsa [[Sailendra]], atau mungkin lebih tua sejak kerajaan [[Tarumanagara]], pranata negara memandang raja sebagai titisan dewa di bumi. [[Prasasti Ciaruteun]] dari abad ke-5, mengukirkan telapak kaki Raja [[Purnawarman]] laksana telapak kaki [[Wishnu]]. Prasasti Kebon Kopi I atau batu "Telapak Gajah", mengukirkan telapak kaki gajah tunggangan raja sebagai telapak kaki [[Airawata]] (gajah tunggangan dewa [[Indra]]), maka raja juga dikaitkan dengan dewa Indra.
 
Di kerajaan [[Medang]], adalah kebiasaan untuk membangun [[candi]] untuk memuliakan arwah raja yang meninggal dunia. [[Arca]] dewa di ruangan utama candi seringkalisering kali merupakan arca perwujudan anumerta sang raja yang digambarkan sebagai dewa tertentu yang arwahnya akhirnya bersatu dengan dewa yang dipuja dan naik ke swargaloka. Disebutkan bahwa gagasan ini merupakan paduan antara Hinduisme dengan pemujaan [[nenek moyang]] bangsa [[Austronesia]].<ref>{{cite book | author= Drs. R. Soekmono,| title= ''Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2'', 2nd ed. 5th reprint edition in 1988| publisher = Penerbit Kanisius | date= 1973, 5th reprint edition in 1988 | location =Yogyakarta| page =83 }}</ref> Di Jawa, tradisi memuliakan raja sebagai titisan dewa terus berlanjut pada masa [[kerajaan Kediri]], [[Singhasari]], hingga [[Majapahit]]di pada abad ke-15 M.
 
== Kamboja ==
[[Berkas:Angkor Wat Northwest Pond View.jpg|jmpl|ka|Pemujaan Dewaraja memungkinkan raja-raja Khmer mengerahkan rakyatnya untuk bekerja dalam proyek-proyek besar, seperti pembangunan candi [[Angkor Wat]].]]
Dalam konteks Kamboja, istilah ini merujuk kepada raja yang juga dianggap dewa, muncul di prasasti K. 235 dari [[Sdok Kak Thom]] / Sdok Kăk Thoṃ (kini Thailand) bertarikh 8 Februari 1053 M, menyebutkan gelar Khmer ''kamrateṅ jagat ta rāja'' ("ratu/penguasa jagat yang adalah raja") menggambarkan dewa agung pelindung kerajaan Khmer,dewa yang merujuk kepada tokoh raja [[Jayawarman II]]. Dewa Khmer lainnya, juga disebutkan dalam prasasti sebelum K. 682, dari Chok Gargyar (Kòḥ Ker) bertarikh 921/22M.<ref>Claude Jacques, “The Kamrateṅ Jagat in ancient Cambodia”, ''Indus Valley to Mekong Delta. Explorations in Epigraphy''; ed. by Noboru Karashima, Madras: New Era Publications, 1985, pp. 269-286</ref>
 
== Lihat juga ==
* [[ChakravartinCakrawartin]]
* [[Firaun]]
* [[Kaisar Jepang]]
Baris 23 ⟶ 31:
[[Kategori:Sejarah Kamboja]]
[[Kategori:Monarki]]
 
[[en:Devaraja]]
[[es:Devaraja]]
[[sl:Devaradže]]