Satyawati: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
SilvonenBot (bicara | kontrib) k bot Menambah: su:Satyawati |
Add 1 book for Wikipedia:Pemastian (20210209)) #IABot (v2.0.8) (GreenC bot |
||
(28 revisi perantara oleh 18 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{TMH Infobox|
| Image =
| Caption =
| Nama = Satyawati
| Devanagari = सत्यवती
| Ejaan_Sanskerta = Satyavatī
| Tokoh = ''Mahabharata''
| Kitab = ''[[Mahabharata]]'' (''[[Adiparwa]]''), ''[[Hariwangsa]]'', ''[[Bhagawatapurana]]''
| Asal = [[Kerajaan Matsya]]▼
| Nama_lain = Durgandini, Gandawati, Matsyagandi, Yojanagandi, Kali, Basawi, Daseyi, Gandakali, Kasturigandi
| Pasangan = [[Santanu]]▼
| Tempat = [[Hastinapura]]
| Profesi = tukang perahu, nelayan
| Ayah = Basu (kandung){{br}}Dasabala/Dasaraja (angkat)
| Anak =
* dari [[Parasara]]: [[Byasa]]
* dari Santanu: [[Citrānggada]], [[Wicitrawirya]]
}}
'''Satyawati'''
Tokoh ini diceritakan dalam jilid awal ''Mahabharata'', terutama ''[[Adiparwa]]''. Selain kitab ''Mahabharata'', kisahnya terdapat dalam ''[[Hariwangsa]]'' dan ''[[Bhagawatapurana]]''.<ref name="Bhattacharya">{{cite journal|last=Bhattacharya|first=Pradip|date=May–June 2004|title=Of Kunti and Satyawati: Sexually Assertive Women of the Mahabharata|journal=[[Manushi]]|issue=142|pages=21–25|url=http://www.manushi-india.org/pdfs_issues/PDF%20142/04%20panchakanya%20pg%2021-25.pdf}}</ref> Menurut ''Adiparwa'', Satyawati merupakan putri dari Basu, seorang Raja [[kerajaan Chedi|Chedi]]. Ia dipungut oleh keluarga nelayan di tepi [[sungai Yamuna]]. Sewaktu kecil ia berbau amis, tetapi disembuhkan oleh seorang resi bernama [[Parasara]] (dalam versi [[pewayangan]], ia disembuhkan oleh Resi [[Byasa]]). Saat dewasa, ia dinikahi oleh seorang raja bernama [[Santanu]] dari [[Hastinapura]]. Kemudian, keturunan Satyawati menjadi penerus [[Dinasti Kuru]].
Dalam versi pewayangan [[Jawa]], Satyawati lebih terkenal dengan nama
== Arti nama ==
Satyawati dikenal dengan banyak nama dalam ''[[Mahabharata]]'', contohnya: Daseyi, Gandakali, Gandawati, Kali, Matsyagandi, Satya, Basawi, dan Yojanagandi.<ref name = "Mani"/> Nama ''"Daseyi"''—panggilan yang sering diucapkan oleh [[Bisma]], putra tirinya—berarti "orang dari kaum ''[[dasa]]'' (budak), atau "putri kaum Dasa" (ayah Satyawati dikenal sebagai Dasaraja atau Dasabala).<ref name="Bhattacharya"/><ref>Pargiter, F.E. (1972). ''Ancient Indian Historical Tradition'', Delhi: Motilal Banarsidass, p.69.</ref> ''Basawi'' berarti "putri Raja Basu". Nama kelahirannya, yaitu ''Kali'' (si hitam), mengindikasikan warna kulitnya yang gelap. Nama lahirnya yang lain, yaitu Satyawati, berarti "dapat dipercaya" atau "meyakinkan"; ''satya'' berarti "kesetiaan". Seperti disebutkan tadi, ia juga dijuluki ''Matsyagandi'' saat masih kecil, dan Gandakali ("si hitam yang harum"), ''Gandawati'', dan ''Yojanagandi'' setelah bertemu dengan [[Parasara]].<ref name = "Mani"/>
== Kelahiran ==
Di tepi sungai
== Pertemuan dengan
[[Berkas:Ravi Varma-Shantanu and Satyavati.jpg|right|240px|thumb|"Prabu [[Santanu]] jatuh cinta dengan Dewi Satyawati" ''(lukisan India karya [[Raja Ravi Varma]])'']]▼
Dalam kitab ''[[Adiparwa]]'' dikisahkan tentang Resi [[Parasara]]—putra Bagawan [[Sakri]] yang merupakan cucu Maharesi [[Wasistha]]—hendak menyeberangi [[Sungai Yamuna]]. Satyawati mengantarkannya ke seberang dengan perahu. Di tengah sungai, sang [[resi]] terpikat oleh kecantikan Satyawati, meskipun berbau amis. Satyawati menjelaskan bahwa ia terkena penyakit aneh yang menyebabkan badannya berbau amis. Mendengar hal itu, Parasara menyanggupi untuk menyembuhkan penyakit tersebut. Ia meraba kulit Satyawati. Tak berapa lama kemudian, bau harum semerbak tersebar. Kemudian Satyawati diberi julukan ''Yojanagandi'' ("yang wanginya tercium hingga jarak satu ''[[yojana]]''").<ref name="Bhattacharya"/> Wanginya seperti [[kesturi]], sehingga ia juga diberi julukan ''Kasturigandi'' ("yang berbau kesturi").<ref name = "Mani"/>.
Setelah membuat Satyawati berbau harum berkat kesaktiannya, Parasara berniat untuk memadu asmara dengan gadis tersebut. Namun Satyawati menolak karena tindakan tersebut tidak pantas dilakukan pada siang hari, sebab siapa saja dapat melihat mereka di tempat yang terbuka. Dengan kesaktiannya, sang resi menyeliputi area di sekitar mereka dengan kabut. Sebelum Parasara mencurahkan hasrat, Satyawati merasa muram sebab ia berpikir bahwa sang resi akan merenggut keperawanannya lalu pergi begitu saja. Mendengar keluhan tersebut, sang resi pun menganugerahkan bahwa keperawanan Satyawati akan kembali seperti sediakala setelah [[koitus]] terjadi. Selain itu, ia menganugerahkan bahwa putra yang akan dilahirkan akan luar biasa sebagaimana ayahnya, dan keharuman serta kecantikan Satyawati tidak akan lekang oleh waktu.<ref name="Bhattacharya"/>
Pada suatu ketika Prabu [[Santanu]] dari [[Hastinapura]] mendengar desas-desus bahwa di sekitar [[sungai Yamuna]] tersebar bau yang sangat harum semerbak. Dengan rasa penasaran Prabu Santanu jalan-jalan ke [[sungai Yamuna]]. Ia menemukan sumber bau harum tersebut dari seorang gadis desa, bernama Durgandini. Prabu Santanu jatuh cinta dan hendak melamar Durghandini. Ketika Sang Raja melamar gadis tersebut, orangtuanya mengajukan syarat bahwa jika Durghandini (Gandhawati atau Satyawati) menjadi permaisuri Prabu Santanu, ia harus diperlakukan sesuai dengan [[Dharma]] dan keturunan Durghandini-lah yang haurs menjadi penerus tahta. Mendengar syarat tersebut, Sang Raja pulang dengan kecewa dan menahan sakit hati. Ia menjadi jatuh sakit karena terus memikirkan gadis pujaannya yang tak kunjung ia dapatkan.▼
Pada saat itu juga, Satyawati melahirkan seorang bayi laki-laki di suatu pulau di tengah [[sungai Yamuna]]. Putra tersebut tumbuh menjadi seorang pemuda secara cepat dan berjanji kepada ibunya bahwa ia akan segera muncul kapan pun Satyawati menyebut namanya. Putra tersebut diberi nama ''Krishna'' ("si hitam") karena berkulit gelap, alias ''Dwaipayana'' ("yang lahir di tengah pulau"), yang di kemudian hari lebih dikenal sebagai [[Byasa]]—penghimpun ''[[Weda]]'', penulis ''[[Purana]]'' dan ''[[Mahabharata]]''.<ref name="Bhattacharya"/><ref name = "Mani"/><ref name = "vyasa">Mani pp. 885-6</ref> Setelah mengucapkan perpisahan kepada ibunya, Byasa (Krishna Dwaipayana) pergi ke tengah hutan untuk bertapa, sedangkan Satyawati pulang untuk membantu ayahnya.<ref name = "Mani"/><ref name = "ganguliLXIII"/>
Melihat ayahnya jatuh sakit, [[Dewabrata]] menyelidikinya. Ia bertanya kepada [[kusir]] yang mengantarkan ayahnya jalan-jalan. Dari sana ia memperoleh informasi bahwa ayahnya jatuh cinta kepada seorang gadis. Akhirnya, ia berangkat ke [[Yamuna|sungai Yamuna]]. Ia mewakili ayahnya untuk melamar puteri [[Dasabala]] yang sangat diinginkan ayahnya. Ia menuruti segala persyaratan yang diajukan Dasabala. Ia juga bersumpah tidak akan menikah seumur hidup dan tidak akan meneruskan tahta keturunan Raja [[Kuru (raja)|Kuru]] agar kelak tidak terjadi perebutan kekuasan antara keturunannya dengan keturunan Durghandini. Sumpahnya disaksikan oleh para [[Dewa]] dan semenjak saat itu, namanya berubah menjadi [[Bisma]]. Akhirnya Prabu [[Santanu]] dan Dewi Durghandini menikah lalu memiliki dua orang putera bernama [[Chitrāngada]] dan [[Wicitrawirya]].▼
==
▲[[Berkas:Ravi Varma-Shantanu and Satyavati.jpg|
▲
▲Melihat ayahnya jatuh sakit,
== Silsilah ==
{{Silsilah Pratipa}}
== Referensi ==
{{reflist}}
== Daftar pustaka ==
{{commonscat|Satyavati|Satyawati}}
* {{cite book|author = Mani, Vettam|title = Puranic Encyclopaedia: A Comprehensive Dictionary With Special Reference to the Epic and Puranic Literature|url = https://archive.org/details/puranicencyclopa00maniuoft|publisher = Motilal Banarsidass|year = 1975|location = Delhi|isbn = 0-8426-0822-2|authorlink =Vettam Mani}}
* {{cite book|last=Meyer|first=Johann Jakob |title=Sexual life in ancient India|year=1989|publisher=Motilal Banarsidass Publ|isbn=81-208-0638-7|origyear = 1971}}
{{Tokoh Mahabharata}}
[[Kategori:Tokoh Mahabharata]]
[[Kategori:Ratu dalam mitologi Hindu]]
|