Langgur: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8 |
|||
(5 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{About|salah satu pemukiman di [[Maluku Tenggara]]|Ibukota [[Kabupaten Maluku Tenggara]]|Langgur, Kei Kecil, Maluku Tenggara}}
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Grote ceremoniële prauw van de Kai-eilanden Molukken TMnr 10010578.jpg|
'''Langgur''' adalah pusat pemerintahan [[Kabupaten Maluku Tenggara]] di [[Provinsi Maluku]], Indonesia. Langgur menggantikan [[Kota Tual|Tual]] sebagai
== Sejarah ==
Baris 8:
Setelah VOC bangkrut pada 1796, Pemerintah Kolonial Hindia-Timur Belanda membentuk Gubernemen Maluku Selatan ([[Bahasa Belanda]]: ''Gouvernement der Zuid Molukken'') yang juga meliputi kepulauan Kei dan pulau-pulau tenggara lainnya.
Karena Pemerintah Kolonial Belanda menilai penyelenggaraan administrasi secara langsung di daerah tanpa hasil bumi bernilai tinggi akan lebih besar pasak
Bilamana para pemimpin pribumi datang menghadap, Gubernemen akan menghadiahi mereka dengan cendera mata berupa tongkat-jalan berhulu perak (''rottingknoppen''), panji-panji, seperangkat senjata, dan kadang-kadang sepucuk meriam perunggu demi meninggikan derajat sekutu-sekutu yang setia itu.<ref>
=== Ohoingur ===
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Een kampong met paalwoningen op het eiland Toeal één van de Kai eilanden in de Molukken TMnr 60009740.jpg|
Pada era 1800-an, Tual mulai menerima para saudagar Nusantara, Arab, dan Tionghoa untuk menetap sehingga menjadikannya pemukiman termakmur dengan populasi paling heterogen di seluruh kepulauan Kei. Kampung-kampung lain merasa perlu menjalin hubungan baik dengan Raja Tual demi keikutsertaan dalam kemakmuran dan kemajuan Tual. Keadaan ini membuat Raja Tual menjadi pemimpin pribumi yang paling menonjol dan disegani.
''Ohoingur'' (Kampung Pasir) adalah sebuah pemukiman kecil di pesisir timur [[Pulau Kei Kecil]]. Tidak seperti Tual di Kai Dullah dan Haar di pulau Kei Besar, Ohoingur tidak tergolong pemukiman yang besar apalagi ramai, karena bukan tempat persinggahan utama para saudagar yang berlayar ke [[Kepulauan Aru]], [[Papua]], dan pesisir utara [[Australia]]. Bersama-sama dengan beberapa kampung lain, Ohoingur juga menjalin hubungan akrab dengan Tual dan tunduk di bawah pengaruh besar Raja Tual. Kurangnya kontak langsung dengan dunia luar menjadikan warga Ohoingur teguh berpegang pada kepercayaan warisan leluhur, meskipun banyak warga Tual dan beberapa kampung di sekitarnya mulai memeluk agama Islam.
Pada 1870, pemerintah Hindia Belanda yang berpusat di [[Batavia]] menerapkan kebijakan etis baru yang mewajibkan para pejabat pemerintah di seluruh wilayah jajahan untuk "membimbing dan membantu masyarakat pribumi mencapai taraf peradaban yang lebih tinggi, sehingga mereka dapat menikmati buah-buah dari kerja, usaha, dan ketertiban." Demi meningkatkan investasi di daerah jajahan, pada tahun yang sama pemerintah juga mengeluarkan ''Agrarische Wet'' ([[Undang-undang Agraria 1870|Undang-Undang Agraria]]) baru yang memperbolehkan badan-badan usaha swasta untuk mendapatkan hak guna usaha selama 75 tahun atas tanah
Pada 1882, Gubernemen Maluku Selatan membentuk sebuah ''Posthouderschaap'' di Tual sebagai penyelia urusan-urusan pemerintahan di daerah ini. Pada tahun yang sama, [[Adolf Langen]], seorang pengusaha Jerman, mencoba peruntungannya dengan membuka usaha penggergajian kayu di Tual untuk menyuplai [[Ulin|kayu ulin]] gergajian kepada pusat-pusat pembuatan kapal di [[Makassar]] dan [[Batavia]].<ref
Langen yang terkesan dengan dampak positif karya misi Katolik pada masyarakat [[Larantuka]] di [[pulau Flores]] beranggapan bahwa hal yang sama dapat pula terjadi pada masyarakat Kei. Pada 1887, Langen mengirimkan sepucuk surat kepada [[Uskup]] [[Adamus Carel Claessens]], [[Vikaris Apostolik]] Batavia, memintanya mendirikan misi Katolik di kepulauan Kei.
Baris 29:
Setahun kemudian, Ohoingur dilanda wabah [[kolera]]. [[Johannes Kusters]], salah seorang Misionaris, datang membagikan obat-obatan kepada penduduk Ohoingur dan akhirnya berhasil mendapatkan kepercayaan dan rasa hormat mereka. Pada 1889 untuk pertama kalinya dilakukan upacara [[pembaptisan]] di Ohoingur, dan pada 1890 misi dipindahkan ke Ohoingur.
Perkembangan misi Katolik di Ohoingur mendapat dukungan dari D. Heyting,<ref
Warga Ohoingur berpendapat bahwa kemajuan dan kebebasan yang mereka dapatkan berpangkal pada gagasan [[Adolf Langen]]. Sebagai penghargaan atas jasa-jasa usahawan Jerman yang justru beragama [[Kristen Protestan]] [[denominasi|mazhab]] [[Gereja Lutheran|Lutheran]] itu, mereka menyebut kampungnya dengan nama lain, ''Langgur'', yang konon berasal dari kata-kata ''Langen Gur'' (Langen Sang Guru). Nama Ohoingur tetap digunakan dalam percakapan yang menggunakan [[Bahasa Kei]], sementara nama ''Langgur'' digunakan bilamana mereka bercakap-cakap dalam bahasa lain.
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Twee missionarissen in Inlandse prauw Langgoer TMnr 10010507.jpg|
Dari sebuah pemukiman kecil yang tidak menonjol, Langgur tumbuh pesat menjadi pusat misi [[Gereja Katolik Roma|Katolik]] di kawasan timur [[Hindia Belanda]]. Pembangunan [[Kapel]], sekolah-sekolah, bengkel pertukangan, klinik, dermaga, asrama dan lain-lain mengubah Langgur menjadi kawasan pemukiman yang ramai menyaingi pusat pemerintahan kolonial di Tual.
Pada 22 Desember 1902, oleh ketetapan [[Tahta Suci]] [[Vatikan]], berdiri [[Prefektur Apostolik]] [[Nugini Belanda]] ([[Bahasa Belanda]]: ''Apostolische Prefectuur Nederlands Nieuw-Guinea'') dengan wilayah yurisdiksi meliputi [[Papua]], [[Kei]], [[kepulauan Tanimbar|Tanimbar]], [[kepulauan Aru|Aru]], [[pulau Seram|Seram]], [[kepulauan Banda|Banda]], [[pulau Ambon|Ambon]], [[pulau Halmahera|Halmahera]], dan pulau-pulau di sekitarnya. Pengelolaan wilayah misi ini dialihkan kepada para misionaris ''Heilig Hart'' ([[Misionaris Hati Kudus]]).<ref>
Pada 13 Februari 1903, [[Mathias Neyens]] ditunjuk menjadi prefek pertama untuk prefektur apostolik baru ini. Ia dibantu oleh [[Henricus Geurtjens]], [[antropologi|antropolog]] pertama yang meneliti bahasa dan budaya masyarakat Kei. Pada tahun itu juga mereka tiba di Kei dan menjadikan Langgur sebagai [[stasi]] utama.<ref>De Gruyter, Walter, ''Guides to the sources for the history of the nations: Ser. 3, North Africa, Asia and Oceania; Jil. 4''; Diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dari bahasa Belanda oleh J. W. Veenendaal Barth, K. G. Saur Verlag KG, München, Republik Federal Jerman, 1983.[https://books.google.co.id/books?id=ghzHAS-kzLgC&pg=PA409&dq=kei+island+langgur&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjw2oCe2-3QAhWMKo8KHYkhAgMQ6AEIMDAE#v=onepage&q=kei%20island%20langgur&f=false] hal. 409</ref>
Baris 43:
=== Perang Dunia II ===
Jepang mendarat di Tual secara mengejutkan tatkala fajar menyingsing pada 30 Juli 1942, bersamaan waktunya dengan pendaratan Jepang di [[Dobo]], [[Larat]], dan [[Saumlaki]].<ref>
Pada hari pendaratan mereka, tentara Jepang menghukum mati beberapa misionaris Eropa, dan memenjarakan sisanya. Seluruh Langgur dibumihanguskan.
== Transportasi ==
[[Berkas:Bandara Dumatubun Baru - Langgur v.udara.jpg|
[[Bandar Udara Dumatubun]]
Baris 65:
== Pranala luar ==
* [http://directory.ucanews.com/dioceses/indonesia-amboina/553 Diocese of Amboina (Diosis Amboina)] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20160425085130/http://directory.ucanews.com/dioceses/indonesia-amboina/553 |date=2016-04-25 }}, sejarah Keuskupan Amboina.
{{Commonscat|Langgur}}
|