Takhta Serunai: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
M. Adiputra (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
(5 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{tanpa referensi|date=September 2020}}
[[Berkas:Taisho enthronement.jpg|thumbjmpl|Tahta ''Takamikura'' di Istana Kekaisaran Kyoto]]
'''Takhta KrisantemumSerunai''' adalah istilah yang digunakan untuk merujuk singgasana dari Kaisar Jepang. Penggunaan istilah "Takhta KrisantemumSerunai" juga dapat digunakan untuk merujuk kepala negara dan Kekaisaran Jepang itu sendiri. [[Seruni|Bunga krisantemumSeruni]] (菊花, ''kikuka'' dalam [[bahasa Jepang]]), terpapar dalam tanda kepangkatan yang digunakan oleh [[Kaisar Jepang]].
 
Kekaisaran Jepang merupakan monarki tertua di dunia. Menurut buku sejarah Jepang, ''[[Nihonshoki]]'', Kekaisaran Jepang didirikan oleh [[Kaisar Jimmu|Kaisar Jinmu]] pada [[660 SM]] dan kaisar yang terkini, [[Akihito]], adalah kaisar yang ke-125. Ini berdasarkan catatan yang tertulis sejak masa pemerintahan [[Kaisar Ojin]] pada awal [[abad ke-5]]. Walaupun delapan orang [[Maharani|Maharani (kaisar wanita)]] pernah memerintah Jepang pada suatu masa, ini tidak mungkin lagi terjadi pada masa kini akibat undang-undang yang dibuat oleh [[Badan Rumah Tangga Kekaisaran]] dan Badan Penasehat Raja pada pertengahan abad ke-19. Kaisar Jepang (天皇, ''tennō'' , "penguasa surgawi") bertindak sebagai pendeta tertinggi dalam agama [[Shinto]], walaupun kuasanya telah dikurangkan oleh konstitusi setelah [[Perang Dunia II]].
'''Takhta Krisantemum''' adalah istilah yang digunakan untuk merujuk singgasana dari Kaisar Jepang. Penggunaan istilah "Takhta Krisantemum" juga dapat digunakan untuk merujuk kepala negara dan Kekaisaran Jepang itu sendiri. [[Bunga krisantemum]] (菊花, ''kikuka'' dalam [[bahasa Jepang]]), terpapar dalam tanda kepangkatan yang digunakan oleh [[Kaisar Jepang]].
 
Kekaisaran Jepang merupakan monarki tertua di dunia. Menurut buku sejarah Jepang, ''[[Nihonshoki]]'', Kekaisaran Jepang didirikan oleh [[Kaisar Jimmu|Kaisar Jinmu]] pada [[660 SM]] dan kaisar yang terkini, [[Akihito]], adalah kaisar yang ke-125. Ini berdasarkan catatan yang tertulis sejak masa pemerintahan [[Kaisar Ojin]] pada awal [[abad ke-5]]. Walaupun delapan orang [[Maharani|Maharani (kaisar wanita)]] pernah memerintah Jepang pada suatu masa, ini tidak mungkin lagi terjadi pada masa kini akibat undang-undang yang dibuat oleh [[Badan Rumah Tangga Kekaisaran]] dan Badan Penasehat Raja pada pertengahan abad ke-19. Kaisar Jepang (天皇, ''tennō'' , "penguasa surgawi") bertindak sebagai pendeta tertinggi dalam agama [[Shinto]], walaupun kuasanya telah dikurangkan oleh konstitusi setelah [[Perang Dunia II]].
 
Menurut konstitusi Jepang, sang Kaisar merupakan simbol kesatuan negara dan rakyat. Ia tidak memiliki kuasa politik yang sebenarnya dan dianggap sebagai kepala negara seremonial dan seorang [[monarki konstitusional]].
Pemerintah Jepang saat ini tengah menyusun rancangan undang-undang guna merevisi Undang-Undang Rumah Tangga Kekaisaran yang terutama bermaksud untuk memungkinkan pengangkatan wanita menjadi Maharani (kaisar wanita), juga kaisar dari garis keturunan wanita. Rancangan undang-undang tersebut ditargetkan akan diserahkan pada badan legislatif/Diet bulan Maret 2006.
 
Badan konsultatif yang dibentuk Perdana Menteri [[Junichirō Koizumi|Koizumi]] guna membahas revisi ini November 2005 mengajukan laporan proposal-pengajuan yaituberupa Konferensi Pakar Mengenai Undang-Undang Rumah Tangga Kekaisaran, diketuai oleh Hiroyuki Yoshikawa, mantan Rektor Universitas Tokyo-,. antaraKonferensi lainini membahas hal-hal tentangmengenai nama sebutan untuk pria yang masuk ke dalam keluarga kaisar dengan jalan menjadi suami dari Maharani. Muncul beberapa usulan untuk menetapkan gelar '<nowiki/>''kouhai''<nowiki/>' (皇配) atau '''kousei''<nowiki/>' (皇婿) bagi suami Maharani.
 
Poin-poin penting dalam laporan akhir itu, yakni:
# Gelar kaisar (天皇, ''tennō'') dan putra mahkota (皇太子, ''kōtaishi'') dapat dipergunakan untuk wanita.
# Suami Maharani menyandang sapaan resmi 'Baginda' (陛下, ''heika'') sama seperti sapaan resmi untuk kaisar/Maharani dan permaisuri, sedangkan keluarga kaisar lain menyandang sapaan resmi 'Paduka' (殿下, ''denka''),
# dan poin-poin lainnya.
 
== Lihat pula ==