Sastra Pedalangan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ki Sulisno (bicara | kontrib)
 
(5 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Sastra Pedalangan''' adalah rekabahasa [[dalang]] dalam pakeliran atau pergelaran [[wayang]]. Rekabahasa dalang tersebut adalah murwa atau pelungan, nyandra janturan dan pocapan, suluk , antawacana, sabetan, suara, dan tembang.
 
== Murwa ==
 
Suluk pembuka pakeliran wayang, dalam pedalangan [[Jawa Timur]] dikenal dengan istilah pelungan, di [[Jawa Tengah]] dikenal dengan istilah ilahengan, dan di [[Jawa Barat]] dikenal dengan istilah murwa. Di bawah ini adalah contoh murwa :
 
:''Kembang sungsang dinang kunang''
Baris 41:
:Siapa yang menjadi raja? Sang raja duduk di kursi gading gilang kencana bermahkota binokasri bertatahkan permata. Memakai gelung gono, gelung gongsor, kelat bahu kempal dada, menyandang keris kiai Jagapati, pendok berukir ketumbar semebar, amar-amaran-nya sutra kuning, sutra putih, sutra hitam, sutra merah, dodot gresik wayang.
 
:Orang mendalang itu dora sembada, dora itu bohong, sembada itu pantas. Apa sebabnya menjadi pantas? Ada buktinya. Apa buktinya? Adanya wayang purwa. Wayang itu artinya bayangan, purwa itu permulaan. Hanya mengikuti alur terdahulu, merunut jejak lama, orang tua memulai, orang muda hanya melakukan.
 
:Hanya bedanya wayang dahulu kala diganti dengan golek. Apa artinya istilah golek, disenggol matinya tergeletak, mendongkol matanya melek. Tapi kata golek menurut bahasa Jawa artinya cari. Cari apanya, cari asal-usulnya, sebab golek itu tidak berbeda dengan manusia. Hus gegabah golek sampai disamakan dengan manusia. Bukankah golek itu kayu, diukir, dicet menjadi boneka. Kenapa boneka bisa bicara sendiri dan hidup? Golek itu usik tanpa usik, gerak tanpa gerak, karena golek dibicarakannya itu oleh dalang. Tidak merasa menjadi dalang, merasa juga mendalang, mendalangkan. Mendalangkan apa? Mendalangkan katanya. Pembaca mau mencari hiburan, lumayan daripada ngantuk.
 
:Gunung tanpa lereng tiada kera hitamnya. Yang panjang dibuat pendek, yang pendek diputuskan, sebat kang genjotan.
 
 
== Pocapan ==
Baris 57 ⟶ 56:
== Suluk ==
 
Suluk adalah citra bahasa [[puisi]] yang dinyanyikan oleh ki dalang dalam pakeliran wayang. Dalam pakeliran gaya Surakarta, suluk terdiri atas 3 (tiga) jenis, yaitu: pathetan, Sendon, dan ada-ada. Pathetan digunakan untuk menggambarkan suasana tenang, ''ayem.'' Dalang melagukan ''suluk pathetan'' dengan tenang, tidak terburu-buru, cengkok yang meliuk-liuk. Suluk pathetan diiringai alat musik rebab, gender, suling, gong. ''Sendon'' untuk menggambarkan kesedihan. Suasana sedih biasanya terasa melalui penggunaan nada-nada miring, misalnya nada ''ri'' (antara nada ''ro'' dengan nada ''lu'') Ada-ada untuk menggambarkan suasana semangat maupun marah. ''Suluk'' ''Ada-ada'' diiringai alat musik gender dan gong. Di bawah ini adalah contoh suluk dari pedalangan Jawa Barat.
 
:''Saur nira tandana panjang''
Baris 119 ⟶ 118:
:Pangbeberah duh kana manah
 
Sedangkan tembang berikut ini adalah yang dinyanyikan oleh dalang Dede Amung Sutarya dalam lakon Jaya Renyuan "''Lagu Nu NgusepNguseup''" :
 
'''Lagu Nu Nguseup'''
Baris 128 ⟶ 127:
''Clom kurunyud lamun anclom sok ngurunyud''<br>
''Plung kecemplung plung kecemplung''<br>
''Eupan teuleum kukumbul ambul-ambulanambulans''<br>
''Kenur manteng jeujeur jeceng''<br>
''Leungeun lempeng panon mah naksir nu mandi''<br>
Baris 155 ⟶ 154:
== Cerita ==
 
Cerita pedalangan bersumber pada cerita pakem, carangan,gubahan,dan sempalan. Sumber cerita pakem antara lain [[Mahabarata versi India ]] , [[Ramayana]], [[Serat Pustaka Rajapurwa lakon wayang gagrak Surakarta]] , [[Serat Purwakandha lakon wayang gagrak Yogjakarta]] untuk wayang purwa. Sedangkan untuk wayang madya dan wayang wasana bersumber pada cerita-cerita babad. Wayang wahyu bersumber pada cerinta-cerita Alquran . Sumber cerita carangan adalah kreasi baru ki dalang dengan mengacu pada pakem. Cerita gubahan berupa adaptasi atau pembaharuan yang sesuai dengan zaman. Cerita sempalan merupakan kreasi murni yang mengarah kepada gaya baru dalam pedalangnan.Keanekaragaman sumber cerita sastra pedalangan menunjukan kekayaan budaya pewayangan Indonesia.
 
Sastra pedalangan tentu saja banyak ragamnya. Hal ini menunjukkan kebinekaan sastra pedalangan Indonesia. Ada pedalangan Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Lombok, Banjar, dan sebagainya.