Pantun Banjar: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
k v2.04b - Fixed using Wikipedia:ProyekWiki Cek Wikipedia (Subbagian tk. satu dengan tiga "=") |
||
(8 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''Pantun Banjar''' adalah pantun yang dilisankan atau dituliskan dalam [[bahasa Banjar]]. Bahasa Banjar dituturkan oleh suku Banjar yang umumnya
Definisi pantun Banjar menurut rumusan [[Tajuddin Noor Ganie]] (2006) adalah puisi rakyat anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar dengan bentuk fisik dan bentuk mental tertentu sesuai dengan konvensi khusus yang berlaku dalam khasanah [[folklor]] [[Banjar]].
▲==== Etimologi, Definisi, dan Bentuk Fisik ====
[[Pantun]] Banjar merupakan pengembangan lebih lanjut dari [[Peribahasa Banjar]]. Istilah pantun sendiri menurut Brensetter sebagaimana yang dikutipkan Winstead (dalam Usman, 1954) berasal dari akar kata [[tun]] yang kemudian berubah menjadi [[tuntun]] yang artinya teratur atau tersusun. Hampir mirip dengan tuntun adalah [[tonton]] dalam bahasa [[Tagalog]] artinya berbicara menurut aturan tertentu (dalam Semi, 1993:146-147).
Sesuai dengan asal
Setidak-tidaknya ada 6 kriteria konvensional yang harus dirujuk dalam hal bentuk fisik dan bentuk mental pantun ini, yakni
# setiap barisnya dibentuk dengan jumlah kata minimal 4 buah
# jumlah baris dalam satu baitnya minimal 2 baris (pantun kilat) dan 4 baris (pantun biasa dan pantun berkait)
# pola formulaik persajakannya merujuk kepada sajak akhir vertikal dengan pola a/a (pantun kilat), a/a/a/a, a/a/b/b, dan a/b/a/b (pantun biasa dan pantun berkait)
# khusus untuk pantun kilat, baris 1 berstatus sampiran dan baris 2 berstatus isi,
# khusus untuk pantun biasa dan pantun berkait, baris 1-2 berstatus sampiran dan baris 3-4 berstatus isi
# lebih khusus lagi, pantun berkait ada juga yang semua barisnya berstatus isi, tidak ada yang berstatus sampiran.
Zaidan dkk (1994:143)mendefinisikan pantun sebagai jenis puisi lama yang terdiri atas 4 larik dengan rima akhir a/b/a/b. Setiap larik biasanya terdiri atas 4 kata, larik 1-2 merupakan sampiran, larik 3-4 merupakan isi. Berdasarkan ada tidaknya hubungan antara sampiran dan isi ini, pantun dapat dipilah-pilah menjadi 2 genre/jenis, yakni pantun mulia dan pantun tak mulia.
Disebut [[pantun mulia]] jika sampiran pada larik 1-2 berfungsi sebagai persiapan isi secara fonetis dan sekaligus juga berfungsi sebagai isyarat isi. Sementara, [[pantun tak mulia]] adalah pantun yang sampirannya (larik 1-2) berfungsi sebagai persiapan isi secara fonetis saja, tidak ada hubungan semantik apa-apa dengan isi pantun di larik 3-4.
Baris 26 ⟶ 25:
Hampir semua suku bangsa di tanah air kita memiliki khasanah pantunnya masing-masing. Menurut [[Sunarti]] (1994:2), orang [[Jawa]] menyebutnya [[parikan]], orang [[Sunda]] menyebutnya [[sisindiran]] atau [[susualan]], orang [[Mandailing]] menyebutnya [[ende-ende]], orang [[Aceh]] menyebutnya [[rejong]] atau [[boligoni]], sementara orang [[Melayu]], [[Minang]], dan [[Banjar]] menyebutnya [[pantun]]. Dibandingkan dengan genre/jenis puisi rakyat lainnya, pantun merupakan puisi rakyat yang murni berasal dari kecerdasan linguistik local genius bangsa Indonesia sendiri.
Istilah pantun tidak ditemukan padanannya dalam [[bahasa Banjar]], sehubungan dengan itu istilah ini langsung saja diadopsi untuk memberi nama fenomena yang sama yang ada dalam khasanah [[puisi rakyat anonim berbahasa Banjar]] ([[Folklor Banjar]]).
Pada zaman sekarang ini, pantun, khususnya pantun Banjar, tidak lagi menjadi puisi rakyat yang fungsional di Kalsel. Sudah puluhan tahun tidak ada lagi forum Baturai Pantun yang digelar secara resmi sebagai ajang adu
Pantun Banjar yang masih bertahan hanya pantun adat yang dibacakan pada kesempatan meminang atau mengantar pinengset (bahasa Banjar Patalian). Selebihnya, pantun Banjar cuma diselipkan sebagai sarana retorika bernuansa humor dalam pidato-pidato resmi para pejabat atau dalam naskah-naskah tausiah para ulama.
Syukurlah, seiring dengan maraknya otonomi daerah sejak tahun 2000 yang lalu, ada juga para pihak yang mulai peduli dan berusaha untuk menghidupkan kembali Pantun Banjar sebagai sarana retorika yang fungsional (bukan
Sekarang ini di Kalsel sudah beberapa puluh kali digelar kegiatan lomba tulis Pantun Banjar bagi para peserta di berbagai tingkatan usia. Tidak ketinggalan Stasiun TVRI Banjamasin juga sudah membuka acara Baturai Pantun yang digelar seminggu sekali oleh Bapak H. Adjim Arijadi dengan pembawa acara Jon Tralala, Rahmi Arijadi, dan kawan-kawan
▲==== Fungsi Sosial Pantun Banjar ====
Pada masa-masa Kerajaan Banjar masih jaya-jayanya (1526-1860), pantun tidak hanya difungsikan sebagai sarana hiburan rakyat semata, tetapi juga difungsikan sebagai sarana retorika yang sangat fungsional, sehingga para tokoh pimpinan masyarakat formal dan informal harus mempelajari dan menguasainya dengan baik, yakni piawai dalam mengolah kosa-katanya dan piawai pula dalam membacakannya.
Tidak hanya itu, di setiap desa juga harus ada orang-orang yang secara khusus menekuni karier sebagai tukang olah dan tukang baca pantun (bahasa Banjar [[Pamantunan]]). Uji publik kemampuan atas seorang Pamantunan yang handal dilakukan langsung di depan khalayak ramai dalam ajang adu pantun atau saling bertukar pantun yang dalam bahasa Banjar disebut Baturai Pantun. Para Pamantunan tidak boleh tampil sembarangan, karena yang dipertaruhkan dalam ajang Baturai Pantun ini tidak hanya kehormatan pribadinya semata, tetapi juga kehormatan warga desa yang diwakilinya.
== Rujukan ==
Baris 57 ⟶ 54:
* [[Datu Pantun]]
[[Kategori:
|