Kesantunan berbahasa: Perbedaan antara revisi

'''Kesantunan berbahasa''' adalah hal memperlihatkan kesadaran akan martabat orang lain dalam [[bahasa|berbahasa]] ,<ref>{{cite|author=Kridalaksana, H.|year=2008|title=Kamus Linguistik|place=Jakarta|publisher=Gramedia Pustaka Utama|p=119}}</ref>, baik saat menggunakan [[bahasa lisan]] maupun [[bahasa tulis]]. Kesantunan berbahasa merupakan bidang kajian [[pragmatika]], yang antara lain telah dituliskan oleh Lakoff (1973), Fraser (1978), Brown dan Levinson (1978), [[Geoffrey Leech|Leech]] (1983), serta [[Pranowo]] (2009) .<ref>Chaer, 2010, hlm. 45</ref>.

[[Robin Lakoff]] (1973) menyatakan "kesantunan dikembangkan oleh masyarakat guna mengurangi friksi dalam interasiinteraksi pribadi". Menurutnya, ada tiga buah kaidah yang harus dipatuhi untuk menerapkan kesantunan, yaitu formalitas (''formality''), ketidaktegasan (''hesitancy''), dan kesamaan atau kesekawanan (''equality'' atau ''cameraderie'') .<ref>Chaer, 2010, hlm. 46</ref>.

[[Geoffrey Leech]] (1983) mendefinisikan kesantunan sebagai "strategi untuk menghindari konflik" yang "dapat diukur berdasarkan derajat upaya yang dilakukan untuk menghindari situasi konflik". Enam maksim kesantunan (''politeness maxims'') yang diajukan oleh Leech adalah sebagai berikut :

* [http://research.shu.ac.uk/politeness/index.html Linguistic Politeness Research Group] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20150104062907/http://research.shu.ac.uk/politeness/index.html |date=2015-01-04 }}