Pragmasemantik: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Dianosaurus (bicara | kontrib) k Menambah Kategori:Linguistik menggunakan HotCat |
k Bot: +{{Authority control}} |
||
(4 revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''Pragmasemantik''' (bahasa Inggris: ''pragmasemantics'') atau teori makna pragmatis merupakan teori yang menekankan keterkaitan deskripsi etnografi dengan analisis linguistik. Dalam hal ini, kajian bahasa dikaitkan dengan konteks kebudayaan dan budaya dengan interpretasi linguistiknya. Teori ini mencoba menghubungkan tata bahasa dengan konteks situasi dan konteks budaya. Oleh sebab itu, pragmasemantik hanya bisa diterapkan pada tuturan (balik lisan maupun tulisan) yang ditemukan dalam masyarakat.<ref name=":1">{{Cite journal|last=Senft|first=Gunter|date=2007|title=Bronislaw Malinowski and Linguistic Pragmatics|url=https://philpapers.org/rec/SENBMA|journal=Lodz Papers in Pragmatics|volume=3|issue=n/a|pages=79–96|doi=10.2478/v10016-007-0006-7}}</ref>
Pragmasemantik (bahasa Inggris: ''pragmasemantics'') merupakan ilmu yang mengkaji makna dalam suatu bahasa melalui perspektif dua kajian, yaitu [[semantik]] dan [[pragmatik]]. Semantik mengkaji makna yang bebas konteks (''context independent'') sedangkan pragmatik mengkaji makna yang terikat konteks (''context dependent'').<ref name=":0">{{Cite book|last=Wijana, I Dewa Putu, 1956-|date=1996|url=http://worldcat.org/oclc/225654362|title=Dasar-dasar pragmatik|publisher=Andi Offset|isbn=979-533-301-1|oclc=225654362}}</ref> Semantik dan pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang berlainan, tetapi saling berkaitan dan saling melengkapi (komplementer). Dalam analisis semantik, upaya difokuskan pada arti kata secara konseptual. Di sisi lain, dalam analisis pragmatik, ada aspek makna yang lebih bergantung pada konteks dan maksud penutur. Dengan kata lain, komunikasi tidak hanya bergantung pada mengenali arti kata dalam suatu tuturan, tetapi juga mengenali maksud penutur melalui tuturannya.<ref name=":0" /> ▼
Gagasan fundamental teori ini adalah bahwa makna suatu ujaran disediakan oleh konteks dalam aktivitas manusia. Fakta linguistik yang sebenarnya merujuk pada ujaran utuh yang berdasarkan konteks situasi. Konteks situasi dapat memperjelas makna kalimat yang secara semantik bermakna ganda atau ambigu. Gagasan fundamental ini sangat penting dalam seluruh kajian linguistik terutama yang berkaitan dengan penelitian bahasa lisan, variasi bahasa, fenomena kontak bahasa, dan penggunaan bahasa secara umum.<ref name=":1" /><ref name=":2">{{Cite book|last=Schmidt, Bernd, 1951-|date=1984|url=https://www.worldcat.org/oclc/11048547|title=Malinowskis Pragmasemantik|location=Heidelberg|publisher=C. Winter|isbn=3-533-03218-3|oclc=11048547}}</ref>
▲
Teori ini menyamakan makna dengan fungsi pragmatis yaitu memandang bahasa secara fungsional dan kontekstual dengan semantik sebagai titik awal analisis linguistik. Untuk memahami makna semantik, diperlukan tiga komponen utama: (1) konteks kalimat, (2) makna kata-kata dalam kalimat, dan 3) struktur morfologi dan sintaksis kalimat tersebut. Melalui tiga komponen utama, dapat diketahui bahwa makna semantik bergantung pada situasi yang melatarbelakangi kalimat tersebut dituturkan, leksikon dalam suatu bahasa (kamus), dan struktur gramatikal dari kalimat tersebut. Sedangkan untuk memahami makna penutur, diperlukan dua komponen utama: 1) makna semantik dan 2) konteks penggunaan.<ref>{{Cite journal|last=Bagha|first=Karim Nazari|date=2011-11-01|title=A Short Introduction to Semantics|url=http://dx.doi.org/10.4304/jltr.2.6.1411-1419|journal=Journal of Language Teaching and Research|volume=2|issue=6|doi=10.4304/jltr.2.6.1411-1419|issn=1798-4769}}</ref>
== Sejarah ==
Teori pragmasemantik pertama kali diperkenalkan oleh [[Bronisław Malinowski|Bronislaw Malinowski]], seorang antropolog yang memiliki minat besar terhadap kajian [[linguistik]] terutama [[etnolinguistik]].<ref name=":1" /><ref name=":2" /> Ketertarikannya terhadap kajian linguistik berawal dari proyek penulisan tata bahasa Kilivila yang tidak berhasil ia wujudkan karena ia menyadari bahwa dirinya tidak memiliki pelatihan tentang kajian linguistik. Selain itu, ia juga sangat yakin bahwa kategori gramatika yang ditawarkan dalam teori linguistik pada masa itu tidak cocok untuk mendeskripsikan bahasa seperti bahasa Kilivila. Singkatnya, tidak ada teori etnolinguistik yang dapat mengakomodasi penelitian linguistik yang melibatkan penutur asli dan hubungannya dengan kajian etnografi.<ref name=":1" />
Menurutnya, peran budaya selalu memengaruhi makna dan penggunaan suatu bahasa. Ia juga menekankan bahwa makna sebuah kata terikat pada konteks situasi. Ia juga merupakan peletak dasar gagasan bahwa ujaran tidak memiliki makna tanpa konteks situasi; yang menjadi pilar penting teori-teori pragmatik. Baginya, makna sebuah kata berada pada penggunaannya. Oleh karena itu, pengkajian makna tidak bisa ditentukan dengan memisahkan kata dalam kalimat atau ujaran dari konteks situasinya.<ref name=":1" />
== Implementasi ==
Pragmasemantik juga telah digunakan untuk mengkaji berbagai fenomena kebahasaan di masyarakat, misalnya:
# Bahasa-bahasa konflik dalam penelitian Akanbi (2019) yang mengkaji
# Relasi emosi/sentimen dalam penelitian Basile (2016) yang mengkaji sesi argumentasi
== Referensi ==
<references />
{{Authority control}}
[[Kategori:Linguistik]]
[[Kategori:Semantik]]
[[Kategori:Pragmatik]]
|