Istishhab: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (- di hari + pada hari)
HsfBot (bicara | kontrib)
k v2.04b - Fixed using Wikipedia:ProyekWiki Cek Wikipedia (Subbagian hanya satu "=")
 
(Satu revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Ushul fiqih}}
'''Istishhab''' atau '''Istishab''' ([[Arab]] : استصحاب) berarti meminta kebersamaan (''thalab al-mushahabah''), atau berlanjutnya kebersamaan. (''istimrar ash-shuhbah'')
 
== Terminologi ==
 
Istishhab secara terminologi atau istilah telah dikemukakan beberapa [[Ulama]] berikut:
Baris 24:
Maksud dari definisi [[Imam]] [[Ibnu Hazm]] adalah, suatu hukum dinyatakan terap berlaku, jika landasannya adalah [[nash]]. Dengan demikian, bahwa penetapan hukum tidak cukup ahnya berdasarkan prinsip kebolehan dasar, tetapi harus dikukuhkan oleh dalil yang bersumber dari nash.
 
== Dalil kehujjahan ==
 
Istishhab memiliki landasan yang kuat, baik dari segi [[syara']] maupun [[logika]].Landasan dari segi syara' ialah, berbagai hasil penelitian hukum menunjukkan, bahwa suatu hukum syara' senantiasa tetap berlaku, selama belum ada dalil yang mengubahnya. Adapun dari segi logika, dapat ditegaskan logika yang benar pasti mendukung sepenuhnya prinsip istishhab.
 
== Macam-macam Istishhab ==
 
Istishhab terdiri atas beberapa macam seperti berikut.
Baris 38:
Ketentuan istishhab bentuk pertama ini didasarkan pada ayat-ayat [[Qur'an]] antara lain:
 
"Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." (Al-Baqarah : 29)
 
"Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) pada hari kiamat". Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui." (Al-A'raf : 32)
 
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (Al-Maidah : 87)
 
Akan tetapi, ketentuan yang sebaliknya yaitu, pada dasarnya segala sesuatu yang menimbulkan [[mudharat]] atau bahaya adalah haram, meskipun tidak ada dalil khusus yang menegaskannya. Hal ini didasarkan sabda [[Rasulullah]] yang berbunyi:
 
"Tidak boleh berbuat mudharat & hal yang menimbulkan madlarat." (HR. Ibnu Majah : 2332)
 
Hadis ini mengandung pengertian umum, yaitu melarang segala macam bentuk yang membahayakan. Bagian pertama hadis tersebut mengamdung makna menafikkan segala sesuatu yang membahayakan dan merugikan orang lain yang bersumber dari seseorang secara sepihak, sedangkan bagian yang kedua menafikkan segala yang membahayakan dan merugikan yang ditimbulkan oleh masing-masing dari kedua belah pihak.
Baris 66:
Para [[ulama]] berbeda pendapat dalam menjadikan bentuk istishhab yang keempat sebagai dalil syara'. Dalam hal ini, [[ulama]] [[Syafi'iyyah]] dan [[Hanabilah]] secara mutlak menerimanya sebagai dalil syara'. Sedangkan [[ulama]] [[Hanafiyah]] dan [[Malikiyyah]] berpendapat istishhab bentuk ini hanya dapat menjadi dalil untuk menolak ketentuan hukum yang baru, tetapi tidak dapat menjadikan dalil untuk menetapkan hukum yang berlaku.
 
== Referensi ==
* "Ushul Fiqh", oleh Drs. H Abd. Rahman Dahlan, M.A., Cetakan pertama 2010, halaman 217-223
 
== Lihat juga ==
[[Ushul fiqh]]
{{Portal|Islam}}