Komunitas Pojok Budaya: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Abdullah Faqih (bicara | kontrib)
←Membuat halaman berisi 'Komunitas Pojok Budaya adalah sebuah kkomunitas berbasis budaya yang didirikan pada tahun 2008 melalui Forum Merti Dusun. Pendiri komunitas itu adalah seorang pemuda i...'
Tag: tanpa kategori [ * ]
 
HsfBot (bicara | kontrib)
k v2.04b - Fixed using Wikipedia:ProyekWiki Cek Wikipedia (Tanda baca setelah kode "<nowiki></ref></nowiki>")
 
(9 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{notability|Companies|date=November 2017}}
'''Komunitas Pojok Budaya''' adalah sebuah kkomunitaskomunitas berbasis [[budaya]] yang didirikan pada tahun 2008 melalui Forum Merti Dusun. Pendiri komunitas itu adalah seorang pemuda inspiratif bernama Wahyudi. Nama “Pojok Budaya” diambil karena secretariatsekretariat atau lokasi komunitas yang berada di pojok desa, tempat yang saat terjadi gempa[[Gempa bumi Yogyakarta 2006]] silam dipilih oleh anak-anak sebagai tempat berkumpul. Tepatnya, lokasi Komunitas Pojok Budaya berada di Dusun Pendes, Kelurahan Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupatn[[Kabupaten Bantul]] [[Yogyakarta]]. Keberadaan komunitas ini mampu mengangkat kembali warisan budaya yang sudah turun temurun menjadi identitas Dusun Pendes, yakni permainan dan mainan tradisional.<ref name=":0">{{Cite web |url=http://www.koranpagi.com/pojok-budaya-menjaga-tradisi/ |title=Salinan arsip |access-date=2017-11-13 |archive-date=2017-11-13 |archive-url=https://web.archive.org/web/20171113222049/http://www.koranpagi.com/pojok-budaya-menjaga-tradisi/ |dead-url=yes }}</ref> Hal itu didasari oleh keprihatinan Wahyudi yang merasa bahwa anak-anak sudah terasa asing dengan berbagai permainan dan mainan [[tradisional]]. Mereka banyak terpaku pada gadget yang dalam perkembangannya menjadi semakin canggih. Ketergantungan terhadap gadget tersebut dinilai akan membuat anak-anak kurang memiliki ketertarikan dengan aktivitas fisik yang membutuhkan gerak tubuh. Tanpa disadari, permainan tradisional tersebut sebenarnya penting untuk mengasah tumbuh kembang anak.<ref>Bertilla, Agata Nesya. 2017. Komunitas Pojok Budaya dalam Pelestarian Permainan dan Mainan Tradisional (Studi Kasus tentang Penerapan Fungsi Komunikasi dalam Kegiata Komuniksi Instruksional Pelestarian Permaianan dan Mainan Tradisional tahun 2016)</ref>
Kegiatan dalam Komunitas
Komunitas Pojok Budaya telah dilirik oleh berbagai instansi pendidikan untuk dijadikan temoat khusus kunjungan edukasi. Hal itu tidak terlepas dari visi utama Komunitas Pojok Budaya untuk melestarikan permainan dan mainan tradisional. Salah satu kegiatan unggulan yang dilakukan komunitas ini adalah Kampoeng Dolanan. Ini adalah tempat bagi para pengunjung untuk bermain bersama. Di dalam Kampoeng Dolanan, telah disediakan beragam “wahana” permaianan dan mainan tradisional untuk dimainkan bersama, workshop pembuatan mainan tradisional dan kunjungan ke rumah para pengrajin untuk melihat langsung proses pembuatan mainan tradisional tersebut. Seluruh kegiatan yang diadakan di dalam Kampoeng Dolanan dikemas dalam bentuk outbond. Pengunjung juga tidak datang dengan cuma-cuma, mereka diwajibkan membayar sebesar Rp25.000 hingga Rp75.000. Harga itu sudah termasuk makan siang dan souvenir berupa salah satu jenis mainan tradisional yang ingin dibawa pulang oleh anak-anak. Namun demikian, pengunjung bisa menawarnya sesuai kemampuan, lalu pihak Kampoeng Dolanan akan menyesuaikan.
Seiring berjalannya waktu, visi Komunitas Pojok Budaya untuk mengenalkan mainan dan permainan tradisional menjadi semakin kuat. Pada tahun 2011, Wahyudi dan rekan-rekannya mendirikan instansi pendidikan anak usia dini (PAUD) Among Siwi. Instansi tersebut adalah wadah bagi Komunitas Pojok Budaya untuk tidak hanya mengenalkan mainan dan permainan tradisional saja, melainkan juga untuk merekonstruksi nilai-nilai dalam permainan dan mainan tradisional.
Kurikulum yang dimiliki oleh PAUD Among Siwi juga tergolong unik. Mereka menerapkan kurikulum berbasis budaya dan lingkungan. Budaya yang diangkat adalah budaya Jawa yang di dalamnya terdapat penggunaan Bahasa Jawa. Sedangkan untuk basis lingkungan, PAUD Among Siwi menggunakan kebijakan untuk membayar uang sekolah dengan menggunakan sampah-sampah yang dapat didaur ulang. Para siswa diharuskan membawa sejumlah sampah kepada sekolah sebanyak tiga kali dalam satu minggu. Sampah tersebut harus berjenis kardus, kertas, atau botol yang tidak terpakai. Sampah-sampah tersebut kemudian disetorkan ke Bumi Desa (BUMDES) sebagai mitra kerjasama PAUD Among Siwi. Pendapatan yang diperoleh dari penjualan sampah tersebut dipergunakan untuk membiayai pendidikan para siswa di PAUD Among Siwi. Selain itu, di dalam proses belajar mengajar, para siswa juga dikenalkan dengan pentingnya nilai-nilai agama. Para guru selalu menerapkan berdoa bersama baik sebelum maupun sesudah belajar.
Bertilla, Agata Nesya. 2017. Komunitas Pojok Budaya dalam Pelestarian Permainan dan Mainan Tradisional (Studi Kasus tentang Penerapan Fungsi Komunikasi dalam Kegiata Komuniksi Instruksional Pelestarian Permaianan dan Mainan Tradisional tahun 2016).
Masihkah Elitisme jadi Panglima?: Ariel Heryn=anto dan Kajian Budaya Populer di Idonesia. Kajian dan Budaya Media di Indonesia.
 
 
Deaf Art Community (DAC) Yogyakarta
Deaf Art Community (DAC) Yogyakarta adalah sebuah komunitas yang dibangun untuk memberdayakan para tuna rungu (tuli) melalui beragam aktivitas seni-pertunjukan dan budaya. Komunitas ini berada di sebuah kontrakan yang dihuni oleh tiga komunitas sekaligus yang sama-sama bergerak di bidang seni, yaitu Kluwung Indonesia dan Gallery of Studio “Omah Gumyah”. Awal mula terbentuknya DAC tidak terlepas dari peran Galuh Sukmara, pendiri sebuah komunitas tuli bernama “Matahariku” di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Ia adalah seorang tuna rungu yang mengajak kawan-kawannya sesama tuna rungu untuk tampil di panggung dalam sebuah acara penggalangan dana untuk pengidap kanker. Setelah berpindah ke Australia, komunitas tersebut kemudian bubar. Namun, rekan Galuh bernama Babe bertekad untuk terus melanjutkan apa yang telah dimulai sebelumnya. Akhirnya, lahirlah Deaf Art Community.
Kegiatan Komunitas
Kegiatan utama Deaf Art Community tetap melakukan latihan di bidang seni pertunjukan. Kegiatan yang biasa mereka lakukan antara lain sulap, pantomime, teater, hip-hop dance, musik perkusi, puisi visual, basket freestyle, dan kegiatan seni rupa seperti melukis, dan membuat film pendek. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak pertunjukan seni yang mereka tampilkan, kini anggota DAC hanya menampilkan pertunjukan yang sesuai dengan permintaan penyelenggara pertunjukan. Di samping itu, DAC juga melakukan kegiatan mengajar bernama Sekolah Semangat Tuli. Hal itu mereka lakukan ketika tidak sedang ada permintaan untuk tampil. Di dalam program mengajar tersebut, terbagi menjadi dua kelas besar, yaitu kelas Bahasa isyarat dan kelas Bahasa Indonesia untuk tuli.
Sekolah Semangat Tuli mulai diadakan pada 1 April 2012 dengan kelas Bahasa isyarat setiap hari Senin dan Kamis pada pukul 16.30 – 18.00 WIB. Kelas ini bertujuan untuk mengedukasi teman-teman tuli dan masyarakat umum yang ingin belajar Bahasa isyarat. Komposisi kelas ini adalah 90% mampu mendengar dan 10% orang tuli. Meskipun kelas Bahasa isyarat diadakan untuk menambah kegiatan rekan-rekan tuli, tujuan utamanya adalah memberikan edukasi terkait Bahasa isyarat.
Kelas Bahasa isyarat tersebut dapat diakses secara gratis dengan sistem yang fleksibel: masyarakat bisa bergabung dalam kelas tersebut kapan pun, tanpa harus menunggu tahun ajaran baru, sebagaimana sekolah formal lainnya. Meskipun fleksibel, di dalam kelas bahas isyarat terdapat beberapa level materi yang diberikan. Level pertama berisi pelajaran 1-10 yang berisi materi dasar seperti huruf dan angka kemudian diikuti dengan materi yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, di level kedua terdapat materi yang berisi pelajaran 11-20 berupa materi pelajaran lanjutan dari level pertama dengan materi yang lebih sulit dibandingkan di level kedua. Kelas kedua tersebut biasanya diisi oleh peserta dengan jumlah yang lebih sedikit. Sebagian besar dari mereka biasanya hanya mengikuti kelas pertama, kemudian karena kesibukan tertentu mereka memilih untuk tidak melanjutkan kelas.
Setelah kelas level pertama dan kedua, peserta Sekolah Semangat Tuli akan belajar tentang gestur dan ekspresi. Kelas tersebut biasanya diisi oleh masyarakat yang ingin menjadi juru Bahasa. Di dalam kelas ini, peserta didik akan lebih banyak untuk praktik. Teman-teman tuli akan melakukan tes kepada peserta didik terkait ekspresi dan kemampuan gestur yang harus disampaikan dalam Bahasa isyarat.
Selain kelas Bahasa isyarat, kelas lain yang juga ditawarkan oleh DAC adalah kelas Bahasa Indonesia untuk tuli. Kelas ini dibuka pada tahun 2016 setiap hari Raby dan Sabtu pada pukul 16.30 – 18.00. Kelas ini diperuntukan khusus bagi teman-teman tuli. Mereka akan belajar bagiamana menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, sebab, selama ini teman-teman tuli dalam menggunakan Bahasa Indonesia sering tidak mengikuti kaidah yang baku. Meskipun kelas ini diajar oleh teman-teman tuli, pengajar yang dipilih tetap memiliki pengetahuan Bahasa yang lebih baik.
Selain mengajar dan belajar, kegiatan rutin yang dilakukan DAC adalah mengobrol. Meskipun terlihat sepele, hal itu sebenarnya sangat dibutuhkan oleh mereka. Mengobrol dengan teman-teman tuli tentu saja berbeda dengan mengobrol dengan teman-teman “normal” lainnya. Dengan memperbanyak aktivitas mengobrol dengan mereka yang tidak tuli tersebut, teman-teman tuli menjadi semakin dimanusiakan.
 
 
== Kegiatan dalam Komunitas ==
Komunitas Pojok Budaya telah dilirik oleh berbagai instansi [[pendidikan]] untuk dijadikan temoattemuat khusus kunjungan edukasi. Hal itu tidak terlepas dari visi utama Komunitas Pojok Budaya untuk melestarikan permainan dan mainan [[tradisional]]. Salah satu kegiatan unggulan yang dilakukan komunitas ini adalah Kampoeng Dolanan. Ini adalah tempat bagi para pengunjung untuk bermain bersama. Di dalam Kampoeng Dolanan, telah disediakan beragam “wahana” permaianan dan mainan tradisional untuk dimainkan bersama, ''workshop'' pembuatan mainan tradisional dan kunjungan ke rumah para pengrajin untuk melihat langsung proses pembuatan mainan tradisional tersebut. Seluruh kegiatan yang diadakan di dalam Kampoeng Dolanan<ref>{{Cite web |url=http://kampoengdolanan.com/ |title=Salinan arsip |access-date=2021-05-09 |archive-date=2018-04-11 |archive-url=https://web.archive.org/web/20180411114107/http://www.kampoengdolanan.com/ |dead-url=yes }}</ref> dikemas dalam bentuk outbond. Pengunjung juga tidak datang dengan cuma-cuma, mereka diwajibkan membayar sebesar Rp25.000 hingga Rp75.000. Harga itu sudah termasuk makan siang dan souvenir berupa salah satu jenis mainan [[tradisional]] yang ingin dibawa pulang oleh anak-anak.<ref>http://wargajogja.net/seni-dan-budaya/kampung-dolanan-pandes-surga-mainan-tradisional.html</ref> Namun demikian, pengunjung bisa menawarnya sesuai kemampuan, lalu pihak Kampoeng Dolanan akan menyesuaikan.
 
Seiring berjalannya waktu, visi Komunitas Pojok Budaya<ref name=":0" /> untuk mengenalkan mainan dan permainan tradisional menjadi semakin kuat. Pada tahun 2011, Wahyudi dan rekan-rekannya mendirikan instansi pendidikan anak usia dini (PAUD) Among Siwi. Instansi tersebut adalah wadah bagi Komunitas Pojok Budaya untuk tidak hanya mengenalkan mainan dan permainan [[tradisional]] saja, melainkan juga untuk merekonstruksi nilai-nilai dalam permainan dan mainan [[tradisional]].
 
Kurikulum yang dimiliki oleh PAUD Among Siwi juga tergolong unik. Mereka menerapkan kurikulum berbasis [[budaya]] dan [[lingkungan]]. Budaya yang diangkat adalah budaya [[Jawa]] yang di dalamnya terdapat penggunaan [[Bahasa Jawa]]. Sedangkan untuk basis lingkungan, PAUD Among Siwi menggunakan kebijakan untuk membayar uang sekolah dengan menggunakan sampah-sampah yang dapat didaur ulang. Para siswa diharuskan membawa sejumlah sampah kepada sekolah sebanyak tiga kali dalam satu minggu. Sampah tersebut harus berjenis kardus, kertas, atau botol yang tidak terpakai. Sampah-sampah tersebut kemudian disetorkan ke Bumi Desa (BUMDES) sebagai mitra kerjasama PAUD Among Siwi. Pendapatan yang diperoleh dari penjualan [[sampah]] tersebut dipergunakan untuk membiayai pendidikan para siswa di PAUD Among Siwi.<ref name=":1">https://journal.uny.ac.id/index.php/jipsindo/article/view/4524</ref> Selain itu, di dalam proses belajar mengajar, para siswa juga dikenalkan dengan pentingnya nilai-nilai [[agama]]. Para guru selalu menerapkan berdoa bersama baik sebelum maupun sesudah belajar.
 
Metode pendidikan yang diterapkan oleh PAUD Among Siwi dinilai efektif untuk mengasah aktivitas fisik anak sekaligus membentuk karakter mereka. Pendidikan karakter sendiri dinilai sebagai proses untuk membentuk, menumbuhkan, mengembangkan dan mendewasakan kepribadian anak menjadi pribadi yang bijaksana dan bertanggung jawab melalui pembiasaan-pembiasaan pikiran, hati, dan tindakan secara berkesinambungan yang hasilnya dapat dilihat dari tindakan keseharian sang anak.<ref name=":1" /> Metode penenaman karakter-karakter tersebut dilakukan oleh PAUD Among Siwi melalui aktivitas di luar kelas (''outbond'') yang didalamnya mengandung nilai-nilai yang bermuatan moral.
 
== Referensi ==
Baris 29 ⟶ 16:
*
*
 
Kegiatan [[Kategori:Komunitas]]
[[Kategori:Anak-anak]]
[[Kategori:Yogyakarta]]