Dua dimensi manusia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8.6
 
(11 revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Jaflong Sylhet.jpg|al=|jmpl|280x280px|ManusiaSebagai makhluk Tuhan, manusia memiliki dua dimensi yang tidak dapat dipisahkan, baik keberadaan dan fungsinnya.]]
'''Dua dimensi manusia''' adalah konsep filsafat yang dikemukakan oleh [[Muhammad Said Ramadhan al-Buthi]]. Konsep tersebut dapat ditemukan dalam buku berjudul ''Kitab Cinta: Menyelami Bahasa Kasih Sang Pencipta'' yang diterjemahkan oleh Bakrun Syafii dan diterbitkan tahun 2013. Dia menjelaskan bahwa manusia merupakan kesatuan eksistensi fisik dan nonfisik. Jika dipisahkan akan terdiri dari dua hal, yaitu akal yang dapat mengetahui sesuatu dan perasaan, yang merupakan tempat bersemayamnya rasa [[cinta]] atau [[Kebencian|benci]] terhadap sesuatu. Al-Buthi mengambil konsep roh dari [[Al-Qur'an|Al-Qur’an]] [[Surah Al-Hijr|Surah Al Hijr]] ayat ke-29. Menurutnya, roh manusia senantiasa mengendalikan ilmu pengetahuan, hakikat kepekaan, cinta, benci, dan penghormatan. Jika tidak ada roh, tidak ada pula yang tersisa dari diri manusia, kecuali [[daging]], [[darah]], dan [[tulang]]. Adapun akal muncul dari hakikat yang bersifat materi, perasaan lahir dari kebutuhan materi yang yang terakumulasi dalam diri manusia, dan kepekaan tidak lain hanyalah anugerah [[kehidupan]]. Sementara itu, kehidupan lahir dari gerakan dan kehangatan, dari berbagai unsur seperti [[karbon]], [[ozon]], dan [[oksigen]].
[[Tubuh]] adalah ''markab'' (kendaraan), ''rakib'' (roh pengendaranya), dan [[akhirat]] adalah tempat akhir perjalanan. Tubuh menciptakan kedekatan dengan roh melalui ibadah dan kepada [[Tuhan]]. Hal ini merupakan tahap pertama dari [[kebahagiaan]] umat manusia dan pemenuhan hikmah penciptaan. Sebagai makhluk Tuhan, manusia memiliki dua dimensi yang tidak dapat dipisahkan, baik keberadaan dan fungsinnya. Dimensi pertama adalah [[fisik]] yang dapat diraba dan dirasakan [[Indra (fisiologi)|indra]], sedangkan dimensi kedua adalah [[metafisika]] ([[jiwa]], [[roh]], dan [[akal]]). Keterkaitan jiwa dalam tubuh terkait [[Keberadaan|eksistensi]] dan ''tasyakhhus'' ([[individuasi]]) bersifat sementara, bukan urutan subsistem. Pada tahapan perwujudan awalnya – berkaitan dengan asal-usul temporal – jiwa tergantung kepada materi dan dalam urutan selanjutnya melampaui semua ketergantungan tersebut.
 
== Kesatuan ==
 
== KesatuanKonsep ==
{{cquote|''Tubuh memiliki suatu kedekatan dengan jiwa, karena merupakan tempat yang ke dalamnya roh dan intelek ditiupkan; dan intelek adalah wujud pertama yang diciptakan oleh Yang Nyata''
––––– [[Ibnu Arabi]]|}}
[[Tubuh]] adalah ''markab'' (kendaraan), roh adalah ''rakib'' (roh pengendaranya), dan [[akhirat]] adalah tempat akhir perjalanan. Tubuh menciptakan kedekatan dengan roh melalui ibadah dan kepada [[Tuhan]]. Hal ini merupakan tahap pertama dari [[kebahagiaan]] umat manusia dan pemenuhan hikmah penciptaan. Sebagai makhluk Tuhan, manusia memiliki dua dimensi yang tidak dapat dipisahkan, baik keberadaan dan fungsinnya. Dimensi pertama adalah [[fisik]] yang dapat diraba dan dirasakan [[Indra (fisiologi)|indra]], sedangkan dimensi kedua adalah [[metafisika]] ([[jiwa]], [[roh]], dan [[akal]]). Keterkaitan jiwa dalam tubuh terkait [[Keberadaan|eksistensi]] dan ''tasyakhhus'' ([[individuasi]]) bersifat sementara, bukan urutan subsistem. Pada tahapan perwujudan awalnya – berkaitan dengan asal-usul temporal – jiwa tergantung kepada materi dan dalam urutan selanjutnya melampaui semua ketergantungan tersebut.<ref name=":1" />
 
[[Berkas:Faith (23281741082).jpg|al=|jmpl|280x280px|JiwaRoh manusia senantiasa mengendalikan ilmu pengetahuan. Roh manusia pula yang memberikan hakikat kepekaan, cinta, benci, dan penghormatan.]]
Pada awalnya, jiwa kosong dari setiap kesempurnaan dan bentuk. Ia mencapai suatu titik yang bisa melepaskan setiap bentuk – partikultural maupun universal – dari materi dan mempersepsikannya atau melihat dalam dirinya sendiri. Selanjutnya, jiwa pada permulaannya merupakan suatu wujud potensial, kosong dari kesempurnaan – suatu nonentitas halus yang menanggung kesamaan penting dengan tubuh. Dalam wadah lain, ia adalah tahap ragawi terakhir dan [[spiritual]] awal, yang di titik itu bukanlah tubuh murni maupun roh murni. Alih-alih, merupakan kesempurnaan ragawi dan potensialitas spiritual. Pada tahap akhir, ia sampai dalam ''tajarrud al-mahd'' (keterlepasan murni) dari materi dan kebebasan dari tubuh. Setiap perbuatan ragawi, seperti atau mendengar, sesungguhnya merupakan perbuatan jiwa. Agen sebenarnya dari perbuatan tersebut adalah jiwa. Jiwah yang sesungguhnya menjadi pendengar dan pelihat (juga wujud yang berbeda dari itu) yang menggunakan persepsi.<ref name=":1">{{Cite book|last=Nurcholish|first=Ahmad|last2=Dja'far|first2=Alamsyah Muhammad|year=2015|title=Agama Cinta: Menyelami Samudra Cinta Agama-Agama|location=Jakarta|publisher=Elex Media Komputindo|isbn=978-602-0265-30-8|page=|pages=91–94|ref={{sfnref|Nurcholish|Dja'far|2015}}|url-status=live}}</ref>
 
[[Muhammad Said Ramadhan alAl-Buthi]] dengan bahasa yang berbeda menjelakan bahwa manusia merupakan kesatuan eksistensi fisik dan nonfisik. Jika dipisahkan akan terdiri dari dua hal, yaitu akal yang dapat mengetahui sesuatu dan perasaan, yang merupakan tempat bersemayamnya rasa [[cinta]] atau [[Kebencian|benci]] terhadap sesuatu. [[Konsensus]] para pakar menyatakan bahwa akal manusia yang dapat mengetahui sesuatu itu berada di [[otak]], sedangkan perasaannya ada dalam [[hati]].<ref name=":1" />
 
Segala hal yang terkait dengan kepekaan, pengetahuan, dan perasaan berada dalam roh.<ref>{{Cite book|last=Sujarwa|first=|year=2001|title=Manusia dan Fenomena Budaya: Menuju Perspektif Moralitas Agama|location=Yogyakarta|publisher=Pustaka Pelajar|isbn=978-979-9075-69-7|page=26–27|ref={{sfnref|Sujarwa|2001}}|url-status=live}}</ref> Sebagian telah diketahui sebagai salah satu rahasia Tuhan.<ref name=":0">{{Cite book|last=Davies|first=Paul|date=2012|title=Membaca Pikiran Tuhan: Dasar-Dasar Ilmiah dalam Dunia yang Rasional|location=Yogyakarta|publisher=Pustaka Pelajar|isbn=978-979-9483-87-4|pages=390–392|ref=|url-status=live}}</ref> Roh masuk dan mengalir ke sela-sela tubuh memunculkan kepekaan, masuk dan mengalir ke otak memunculkan [[pengetahuan]], serta masuk dan mengalir ke hati memunculkan [[perasaan]] yang dapat memberikan motivasi, penolakan, dan pengagungan, yaitu cinta, kebencian, dan kekaguman.<ref name=":1" />
 
Menurut Al-Buthi, roh manusia senantiasa mengendalikan ilmu pengetahuan. Roh manusia pula yang memberikan hakikat kepekaan, cinta, benci, dan penghormatan. Jika tidak ada roh, tidak ada pula yang tersisa dari diri manusia, kecuali [[daging]], [[darah]], dan [[tulang]]. Akal lahir dari hakikat yang bersifat materi, perasaan lahir dari kebutuhan materi yang yang terakumulasi dalam diri manusia, dan kepekaan tidak lain hanyalah anugerah [[kehidupan]]. Sementara itu, kehidupan lahir dari gerakan dan kehangatan, dari berbagai unsur seperti [[karbon]], [[ozon]], dan [[oksigen]].<ref name=":1" />
 
[[Berkas:Dedico a dios esta danza.jpg|al=|jmpl|280x280px|ManusiaJiwa adalah medan bagi penumbuhan roh.]]
Kata "roh" disebutkan dalam [[Al-Qur'an|Al-Qur’an]] [[Surah Al-Hijr|Surah Al Hijr]] ayat ke-29, yaitu “''Dan Aku tiupkan ke dalamnya roh-Ku''”. Hal ini menunjukkan bahwa derajat jiwa lebih tinggi dari tubuh, tetapi lebih rendah daripada intelek. Jiwa adalah medan bagi penumbuhan roh. Benih yang Tuhan tanam – dengan sarana roh – di jiwa bersemi lebih dari (sekadar) imajinasi-imajinasi, hasrat-hasrat, dan hal-hal lainnya. Dengan demikian, semua [[ilmu]], [[pikiran]], dan perbuatan dicapai melalui bibit yang ditanam dan ditumbuhkan Tuhan melalui roh ke dalam jiwa dan tubuh. Inilah cara jiwa mempunyai suatu aspek yang naik menuju alam yang lebih tinggi dan suatu aspek yang turun menuju alam yang lebih rendah.<ref name=":1" />
 
Perbuatan terbaik roh adalah menyatu dengan Yang Hakiki dan melepaskan diri dari selain-Nya.<ref>{{Cite book|last=Fromm|first=Erich|year=2011|title=Manusia Menjadi Tuhan: Pergumulan Tuhan Sejarah dan Tuhan Alam|location=Yogyakarta|publisher=Jalasutra|isbn=978-602-8252-70-6|page=83|ref={{sfnref|Fromm|2011}}|url-status=live}}</ref> Dampak dari sikap memelihara perilaku menyatu dengan Yang Hakiki, roh akan berada dalam suatu tahapan keterbatasan dan keterlepasan dari ikatan-ikatan (material) – cahaya wilayah [[gaib]] muncul saat itu. Roh pulalah yang menembus bagian-bagian tubuh dan syaraf-syaraf otak. Ia ''latif'' (lembut) keberadaannya, ''fi’liyyat'' (dekat aktualisasinya), ''infi’al'' (jauh dari kepasifan), dan dipengaruhi oleh elemen-elemen eksternal. Sebaliknya, ia ''katsif'' (lebih kuat) dan ''quwwah'' (lebih dekat kepada potensi).<ref name=":1" />
 
Hal itu pula yang menyebabkan roh bersifat ''bukhari'' (instingtif) atau lebih rendah tingkatannya dari jiwa dan lebih tinggi dari tubuh. Ia menjadi penghubung tubuh dan jiwa. Secara jelas, mediator-mediator lain di antara keduanya sangatlah penting, seperti ''barzakh al-mitsali'' (alam ''mitsal'') yang merupakan mediator antara ''nafs an-natiqah'' (jiwa rasional) dan ''roh al-haywani'' (roh binatang), atau seperti sebagian dari bagian-bagian tubuh yang terhubung kepada roh yang menguap melalui bagian tubuh yang dominan.<ref name=":1" />
Baris 40:
* [https://www.republika.co.id/berita/ovukkb313/ruh-dalam-filsafat-dan-tasawuf-islam Roh dalam Filsafat dan Tasawuf Islam]
* [https://www.hidupkatolik.com/2014/04/06/26878/tubuh-dan-jiwa.php Tubuh dan Jiwa]
* [https://gagasan.id/tuhan-jiwa-manusia-dan-asas-asas-metafisika/ Tuhan, Jiwa Manusia, dan Asas-Asas Metafisika] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20210710145900/https://gagasan.id/tuhan-jiwa-manusia-dan-asas-asas-metafisika/ |date=2021-07-10 }}
 
[[Kategori:Filsafat]]