Beras Tekad: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Erik Evrest (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8.7 |
||
(14 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{ambox
'''Beras TeKaD''' merupakan beras yang terbuat dari ke'''Te'''la, '''Ka'''cang, dan '''D'''jagung (ejaan lama). Nasi ini kalau masih panas dan baru diangkat dari tungku memang bentuknya sama persis seperti nasi. Namun jika sudah mendingin nasi ini berubah menjadi jenang dan rasanya tidak enak. Beras ini konon pernah diciptakan oleh pemerintahan Indonesia ketika kebutuhan pangan di Indonesia sedang sangat sulitnya.▼
|image=[[Berkas:Broom icon.svg|50px]]
|type=content
|text='''{{#if:|{{{2}}}|Artikel {{#if:|bertopik {{{topik}}}|}}}} ini perlu [[Wikipedia:Merapikan artikel|dirapikan]] agar memenuhi standar Wikipedia'''{{#if:|{{br}}<font color="red">'''({{{1}}})'''</font>}}{{br}}<small>Merapikan artikel bisa berupa membagi artikel ke dalam paragraf atau [[Wikipedia:Wikifikasi|wikifikasi artikel]]. Setelah dirapikan, tolong hapus pesan ini.</small>}}{{#if:||}}{{#if:|}}
▲'''Beras TeKaD''' merupakan beras yang terbuat dari ke'''Te'''la, '''Ka'''cang, dan '''D'''jagung (ejaan lama).
== Latar Belakang ==
Setelah Indonesia berhasil membebaskan Irian Barat, Indonesia pun mulai 'mengganyang' Malaysia. Situasi politik dan ekonomi ketika itu menjadi sangat memprihatinkan. Harga-harga naik tak terkendali. Harga beras sangat mahal hingga rakyat pun terpaksa menggantinya dengan jagung, ketela, dan hasil tanaman umbi lainnya
Pada 1954, pangsa beras di Indonesia hanya 53,5 persen, separuhnya merupakan para pemakan non-beras. Pada 1987, angka itu melonjak menjadi 81,1 persen. Dalam rentang 45 tahun, dari 1954-1999, pangsa singkong yang tadinya sebesar 22,6 persen menyusut menjadi hanya 8,83 persen.<ref>{{Cite web |url=http://nationalgeographic.co.id/featurepage/53/bukan-negeri-singkong/7 |title=(Bukan) Negeri Singkong |access-date=2010-03-04 |archive-date=2010-03-04 |archive-url=https://archive.today/20100304091757/http://nationalgeographic.co.id/featurepage/53/bukan-negeri-singkong/7 |dead-url=no }}</ref>
Kembalinya Soeharto menoleh tiwul saat krisis pangan pada awal 1990-an justru memperkokoh status tiwul dan singkong sebagai makanan kelas dua, pangan yang terpaksa digunakan dalam keadaan darurat. Tak aneh jika jarang terdengar masyarakat dengan tradisi panjang pangan non-beras yang mampu bertahan dari penetrasi padi dan beras. Namun dengan terciptanya beras TeKaD tetaplah tidak efektif. Pada waktu yang bersamaan pula, bencana hama tikus melanda di mana-mana. Sampai-sampai kulit batang pohon keras pun seperti pohon ketela terkelupas habis oleh gigitan tikus.
== Referensi ==
{{reflist|1}}
[[Kategori:Nasi]]
|