Sejarah Gereja Katolik di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Artikel serupa ada (dan bahkan lebih lengkap) di halaman Gereja Katolik di Indonesia
Tag: Pengalihan baru Suntingan visualeditor-wikitext
 
(25 revisi perantara oleh 14 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{kembali ke|Sejarah #ALIH[[Gereja Katolik}} di Indonesia]]
'''Sejarah Gereja Katolik di Indonesia''' berawal dari kedatangan bangsa Portugis ke kepulauan [[Maluku]]. Orang pertama yang menjadi [[Katolik]] adalah orang [[Maluku]], Kolano (kepala kampung) Mamuya (sekarang di Maluku Utara) yang dibaptis bersama seluruh warga kampungnya pada tahun [[1534]] setelah menerima pemberitaan Injil dari Gonzalo Veloso, seorang saudagar Portugis. Ketika itu para pelaut [[Portugal|Portugis]] baru saja menemukan kepulauan rempah-rempah itu dan bersamaan dengan para pedagang dan serdadu-serdadu, para imam Katolik juga datang untuk menyebarkan Injil. Salah satu pendatang di Indonesia itu adalah [[Santo]] [[Fransiskus Xaverius]], yang pada tahun [[1546]] sampai [[1547]] datang mengunjungi pulau [[Pulau Ambon|Ambon]], [[Saparua]] dan [[Ternate]]. Ia juga membaptis beberapa ribu penduduk setempat.
 
== Era VOC ==
Snderal [[Jan Pieteejak kedatangan dan kekuasaan [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] (VOC) di Indonesia tahun [[1619]] - [[1799]], akhirnya mengambil alih kekuasaan politik di Indonesia, Gereja Katolik dilarang secara mutlak dan hanya bertahan di beberapa wilayah yang tidak termasuk VOC yaitu [[Flores]] dan [[Timor]].
 
Para penguasa VOC beragama [[Protestan]], maka mereka mengusir imam-imam Katolik yang berkebangsaan [[Portugis]] dan menggantikan mereka dengan pendeta-pendeta Protestan dari [[Belanda]]. Banyak umat Katolik yang kemudian diprotestankan saat itu, seperti yang terjadi dengan komunitas-komunitas Katolik di [[Pulau Ambon|Amboina]].
 
Imam-imam Katolik diancam hukuman mati, kalau ketahuan berkarya di wilayah kekuasaan VOC. Pada [[1624]], Pastor Egidius d'Abreu SJ dibunuh di Kastel Batavia pada zaman pemerintahan Gubernur Jerszoon Coen]], karena mengajar agama dan merayakan Misa Kudus di penjara.
 
Pastor A. de Rhodes, seorang [[Yesuit]] Perancis, pencipta huruf abjad [[Vietnam]], dijatuhi hukuman berupa menyaksikan pembakaran salibnya dan alat-alat ibadat Katolik lainnya di bawah tiang gantungan, tempat dua orang pencuri baru saja digantung, lalu Pastor A. de Rhodes diusir (1646).
 
Yoanes Kaspas Kratx, seorang [[Austria]], terpaksa meninggalkan [[Batavia]] karena usahanya dipersulit oleh pejabat-pejabat VOC, akibat bantuan yang ia berikan kepada beberapa imam Katolik yang singgah di pelabuhan Batavia. Ia pindah ke [[Makau]], masuk Serikat Jesus dan meninggal sebagai seorang martir di Vietnam pada 1737.
 
Pada akhir abad ke-18 Eropa Barat diliputi perang dahsyat antara [[Perancis]] dan [[Britania Raya]] bersama sekutunya masing-masing. Simpati orang Belanda terbagi, ada yang memihak Perancis dan sebagian lagi memihak Britania, sampai negeri Belanda kehilangan kedaulatannya. Pada tahun [[1806]], [[Napoleon Bonaparte]] mengangkat adiknya, [[Lodewijk]] atau [[Louis Napoleon]], seorang Katolik, menjadi raja Belanda. Pada tahun [[1799]] VOC bangkrut dan dinyatakan bubar.
 
== Era Hindia-Belanda ==
Perubahan politik di Belanda, khususnya kenaikan tahta Raja Lodewijk, seorang Katolik, membawa pengaruh yang cukup positif. Kebebasan umat beragama mulai diakui pemerintah. Pada tanggal [[8 Mei]] [[1807]] pimpinan Gereja Katolik di [[Roma]] mendapat persetujuan Raja Louis Napoleon untuk mendirikan [[Prefektur apostolik|Prefektur Apostolik]] Hindia Belanda di Batavia (lihat: [[Gereja Katedral Jakarta#Sejarah|Sejarah Gereja Katedral Jakarta]])
 
Pada tanggal 4 April 1808, dua orang Imam dari Negeri Belanda tiba di Jakarta, yaitu Pastor Jacobus Nelissen, Pr dan Pastor Lambertus Prisen, Pr. Yang diangkat menjadi [[Prefektur apostolik|Prefek Apostolik]] pertama adalah Pastor J. Nelissen, Pr.
 
Gubernur Jendral [[Daendels]] (1808-1811) berkuasa menggantikan VOC dengan pemerintah [[Hindia Belanda]]. Kebebasan beragama kemudian diberlakukan, walaupun agama Katolik saat itu agak dipersukar. Imam saat itu hanya 5 orang untuk memelihara umat sebanyak 9.000 orang yang hidup berjauhan satu sama lainnya. Akan tetapi pada tahun [[1889]], kondisi ini membaik, di mana ada 50 orang imam di Indonesia. Di daerah [[Yogyakarta]], misi Katolik dilarang sampai tahun [[1891]].
 
== Van Lith ==
Misi Katolik di daerah ini diawali oleh Pastor F. [[van Lith]], SJ yang datang ke Muntilan pada tahun [[1896]]. Pada awalnya usahanya tidak membuahkan hasil yang memuaskan, akan tetapi pada tahun 1904 tiba-tiba 4 orang kepala desa dari daerah Kalibawang datang ke rumah Romo dan mereka minta untuk diberi pelajaran agama. Sehingga pada tanggal [[15 Desember]] [[1904]], rombongan pertama orang Jawa berjumlah 178 orang dibaptis di sebuah mata air Semagung yang terletak di antara dua batang pohon Sono. Tempat bersejarah ini sekarang menjadi tempat ziarah [[Sendangsono]].
 
Romo van Lith juga mendirikan sekolah guru di Muntilan yaitu ''Normaalschool'' di tahun [[1900]] dan ''Kweekschool'' (Sekolah Pendidikan Guru) di tahun [[1904]]. Pada tahun [[1918]] sekolah-sekolah Katolik dikumpulkan dalam satu yayasan, yaitu [[Yayasan Kanisius]]. Para imam dan Uskup pertama di Indonesia adalah bekas siswa Muntilan. Pada permulaan abad ke-20 gereja Katolik berkembang pesat.
 
Pada [[1911]] Van Lith mendirikan Seminari Menengah. Tiga dari enam calon generasi pertama dari tahun 1911-1914 ditahbiskan menjadi imam pada tahun [[1926]] dan [[1928]], yaitu Romo F.X.Satiman, SJ, A. [[Djajasepoetra]], SJ, dan Alb. [[Soegijapranata]], SJ.
 
== Era Perjuangan Kemerdekaan ==
[[Albertus Soegijapranata]] menjadi Uskup Indonesia yang pertama ditahbiskan pada tahun [[1940]].
 
Tanggal [[20 Desember]] [[1948]] [[Romo Sandjaja]] terbunuh bersama Frater Hermanus Bouwens, SJ di dusun Kembaran dekat Muntilan, ketika penyerangan pasukan Belanda ke Semarang yang berlanjut ke Yogyakarta dalam [[Agresi Militer Belanda II]]. [[Romo]] Sandjaja dikenal sebagai martir pribumi dalam sejarah Gereja Katolik Indonesia.
 
Mgr. Soegijapranata bersama Uskup Willekens SJ menghadapi penguasa pendudukan pemerintah Jepang dan berhasil mengusahakan agar Rumah Sakit St. Carolus dapat berjalan terus.
 
Banyak di antara pahlawan-pahlawan nasional yang beragama Katolik, seperti [[Adisucipto, Agustinus]] (1947), [[Slamet Riyadi|Ignatius Slamet Riyadi]] (1945) dan [[Yos Sudarso]] (1961).
 
== Era Kemerdekaan ==
Kardinal pertama di Indonesia adalah [[Justinus Kardinal Darmojuwono]] diangkat pada tanggal [[29 Juni]] [[1967]]. Gereja Katolik Indonesia aktif dalam kehidupan Gereja Katolik dunia. Uskup Indonesia mengambil bagian dalam [[Konsili Vatikan II]] (1962-1965).
 
[[Paus Paulus VI]] berkunjung ke Indonesia pada [[1970]]. Kemudian tahun [[1989]] [[Paus Yohanes Paulus II]] mengunjungi Indonesia. Kota-kota yang dikunjunginya adalah [[Jakarta]], [[Medan]] (Sumatra Utara), [[Yogyakarta]] (Jawa Tengah dan DIY), Maumere (Flores) dan [[Dili]] (Timor Timur).
 
== Lihat pula ==
* [[Sejarah Gereja di Indonesia]]
 
== Pranala luar ==
* {{id}} [http://www.keuskupanbogor.org/vdokumen/konsili/index.htm Dokumen Konsili Vatikan II (Situs Web Keuskupan Bogor)]
* {{id}} [http://www.katedraljakarta.or.id/gereja/tentanggereja.aspx Sebuah Catatan Sejarah]
 
{{katolik-stub}}
 
[[Kategori:Sejarah Gereja Indonesia]]
[[Kategori:Sejarah Katolik]]