Penyesalan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
←Membuat halaman berisi 'thumb|300px|Lukisan [[Santo Petrus yang menyesali perbuatannya, karya Francisco Goya tahun 1823-25.]] Dalam teologi K...' |
Rescuing 2 sources and tagging 1 as dead.) #IABot (v2.0.9.2 |
||
(13 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
[[
Dalam [[teologi Kristen]], '''penyesalan''' atau '''sesal''' adalah perasaan sedih atau kesusahan dalam hati seseorang karena [[Dosa (Kristen)|dosa-dosa]] yang dilakukannya, dengan disertai keinginan untuk tidak melakukannya lagi.<ref>{{cite book |url=https://books.google.co.id/books?id=CoEoejVwL1sC |title=Kamus Teologi |publisher=Penerbit Kanisius |others=Diterjemahkan oleh [[Ignatius Suharyo]], Pr. dari ''A Concise Dictionary of Theology'' karya Gerald O'Collins, SJ dan Edward G. Farrugia, SJ |year=1996 |isbn=9794975249 |page=294 |access-date=2017-03-27 |archive-date=2016-07-01 |archive-url=https://web.archive.org/web/20160701061133/https://books.google.co.id/books?id=CoEoejVwL1sC |dead-url=yes }}</ref> Kata [[bahasa Inggris|Inggris]] ''contrition'' atau ''contriteness'' berasal dari kata [[bahasa Latin|Latin]] ''contritus'' 'dilumatkan hingga berkeping-keping', yang bermakna diremukkan oleh [[rasa bersalah]].<ref>{{en}} {{cite web | url = http://www.thefreedictionary.com/contriteness | title = contriteness | website = The Free Dictionary | date = October 2016}}</ref> Dalam bahasa Inggris, kata ''[https://en.oxforddictionaries.com/definition/contrition contrition] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20170327171432/https://en.oxforddictionaries.com/definition/contrition |date=2017-03-27 }}'' atau ''[https://en.oxforddictionaries.com/definition/remorse remorse]{{Pranala mati|date=Oktober 2022 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}'' sering diidentikkan dengan ''[https://en.oxforddictionaries.com/definition/repentance repentance] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20170327171350/https://en.oxforddictionaries.com/definition/repentance |date=2017-03-27 }}'' yang umumnya diterjemahkan menjadi [[pertobatan]] dalam bahasa Indonesia.
Sebagai suatu konsep sentral dalam sebagian besar [[Kekristenan]], penyesalan dipandang sebagai langkah pertama, melalui [[Kristus]], menuju rekonsiliasi dengan [[Allah dalam Kekristenan|Allah]]. Konsep ini mencakup rasa sesal seseorang atas semua dosanya, suatu hasrat akan Allah daripada dosa, serta iman dalam [[penebusan (teologi)|penebusan]] Kristus di kayu salib dan kecukupannya untuk [[keselamatan (agama)|keselamatan]] (lih. [[regenerasi (teologi)|regenerasi]] dan ''[[ordo salutis]]''). Penyesalan banyak didapati pada berbagai bagian [[Alkitab]], misalnya Yehezkiel 33:11, Mazmur 6:7dst., Mazmur 51:1-12, Lukas 13:5, Lukas 18:9-13, dan [[
== Dalam Gereja Katolik ==
{{Pertobatan dan Rekonsiliasi}}
=== Hakikat ===
[[Konsili Trente]] mendefinisikan penyesalan sebagai "
Kata ''penyesalan'' mengimplikasikan pemecahan atau penghancuran sesuatu yang telah mengeras. St. [[Thomas Aquinas]] dalam [[Daftar karya Thomas Aquinas|Komentar tentang ''Sententiarum'']] karenanya menjelaskan penggunaan khususnya: "Karena disyaratkan untuk remisi dosa, bahwa seseorang mencampakkan seluruhnya kesukaan berdosa yang mengimplikasikan semacam kesinambungan dan kekukuhan dalam [[budi]]nya, tindakan yang memperoleh pengampunan ini diistilahkan dengan kiasan 'penyesalan{{'"}}.<ref name="Hanna 1908">{{en}} {{Cite Catholic Encyclopedia|wstitle=Contrition|first=Edward Joseph |last=Hanna|authorlink=Edward Joseph Hanna|accessdate=2017-03-20}}</ref> Kesedihan atau dukacita jiwa ini bukan sekadar kesedihan spekulatif atas kesalahan yang dilakukan, sesalan hati nurani, ataupun suatu tekad untuk melakukan perubahan, namun merupakan suatu rasa sakit yang nyata dan kegetiran jiwa yang disertai dengan suatu rasa benci dan kengerian atas dosa yang dilakukan. Perasaan benci akan dosa tersebut menyebabkan seseorang bertekad untuk tidak berbuat dosa lagi. Para penulis Kristen awal, ketika berbicara mengenai hakikat penyesalan terkadang menegaskan pada perasaan kesedihan, terkadang kejijikan akan kesalahan yang dilakukan. [[St. Agustinus]] menyertakan keduanya ketika menulis: "''Compunctus corde non solet dici nisi stimulus peccatorum in dolore pœnitendi''".<ref name="Hanna 1908"/>
Hampir semua teolog abad pertengahan berpandangan bahwa penyesalan utamanya didasarkan pada kejijikan atau kebencian akan dosa. Kebencian tersebut mengandaikan seseorang memiliki suatu pengetahuan mengenai kengerian dosa, dan pengetahuan ini menghasilkan kesedihan dan rasa sakit pada jiwa. "Suatu dosa dilakukan oleh persetujuan [kehendak], sehingga tertutupi oleh argumen kehendak rasional; maka penyesalan pada dasarnya adalah kesedihan. Tetapi perlu diperhatikan bahwa kesedihan memiliki makna ganda--argumen kehendak dan perasaan yang timbul; yang pertama disebutkan merupakan esensi dari penyesalan, yang terakhir disebutkan merupakan dampaknya".<ref name="Hanna 1908"/>
=== Kebutuhan mendasar ===
Ajaran atau doktrin resmi Gereja, yang disampaikan dalam [[Konsili Trente]], menyatakan bahwa penyesalan senantiasa diperlukan seseorang untuk memperoleh pengampunan atas [[dosa (Kristen)|dosa-dosanya]]. Penyesalan merupakan kondisi pertama dan keharusan untuk beroleh pengampunan. Seseorang dimungkinkan untuk menerima pengampunan ketika pengakuan dosa sakramental tidak memungkinkan, namun tidak mungkin seseorang dapat beroleh pengampunan atas dosanya tanpa adanya penyesalan.<ref name="Luche 1898">{{en}} [https://books.google.com/books?id=5RY9AAAAIAAJ&pg=PA527&lpg=PA527&dq=Contrition,+necessity+of&source=bl&ots=jsJl13NJ4n&sig=rIz2OGKjSt9ZuqUeFC3hQ11GoWc&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjw15W8qLLOAhUI34MKHaM1AckQ6AEIMDAD#v=onepage&q=Contrition%2C%20necessity%20of&f=false Abbé Luche. ''The Catechism of Rodez: Explained in Form of Sermons'', B. Herder, 1898]</ref>
Menurut ''[[Catholic Encyclopedia]]'', para penulis Katolik selalu menekankan bahwa kebutuhan atau keharusan tersebut timbul: (a) dari hakikat penyesalan itu sendiri serta (b) dari perintah positif Allah. Dari segi hakikat penyesalan tersebut, mereka menekankan bahwa perkataan Kristus dalam Lukas 13:5 adalah mutlak: "... jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa ...", dan dari para Bapa Gereja mereka mengutip kalimat seperti berikut ini dari St. [[Siprianus]], ''De Lapsis'' no.32: "Lakukan pertobatan sepenuhnya, berikan bukti atas dukacita yang berasal dari suatu jiwa yang berduka dan meratap ... mereka yang menyingkirkan penyesalan atas dosa, menutup pintu menuju pendamaian." Para doktor [[Skolastisisme|Skolastik]] meletakkan dasar dari prinsip pendamaian atau pemulihan, "Tidak ada seorang pun dapat memulai suatu kehidupan baru tanpa bertobat dari kehidupannya yang lama" (St. [[Bonaventura]], dalam Lib. Sent. IV, dist. xvi, Pt. II, art. 1, Q. ii, juga ex professo, ibid., Pt. I, art. I, Q. iii), dan ketika ditanya apa alasannya, mereka menunjukkan ketidaksesuaian absolut berpaling kepada Allah dengan sekaligus melekat kepada dosa, yang berarti memusuhi hukum Allah. Konsili Trente, sadar akan tradisi yang telah berlangsung selama berabad-abad, mendefinisikan (Sesi XlV. ch. iv de Contritione) bahwa "penyesalan senantiasa diperlukan untuk memperoleh pengampunan dosa". Perintah positif Allah juga memperlihatkan kejelasan dasar-dasar pemikiran ini. St. [[Yohanes Pembaptis]] menyerukan agar bersiap-siap untuk kedatangan [[Mesias]]: "Luruskanlah jalan bagi-Nya"; dan, akibatnya "maka datanglah [mereka] kepadanya ... sambil mengaku dosanya mereka dibaptis oleh Yohanes di sungai Yordan". Pewartaan pertama [[Yesus]] dideskripsikan dalam perkataan: "Bertobatlah, sebab Kerajaan Surga sudah dekat!"; dan [[Kedua Belas Rasul|para Rasul]], saat berkhotbah kepada orang-orang, memperingatkan mereka: "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis ... untuk pengampunan dosamu" (Kisah 2:38). Para Bapa Gereja menindaklanjuti dengan nasihat-nasihat serupa (Klemens dalam P.G., I, 341; Hermas iii P.G., II, 894; Tertulianus dalam P.L., II).<ref>{{en}} {{citation |chapter-url=http://ivww.newadvent.org/cathen/04337a.htm |chapter=Contrition |last=Hanna |first=Edward |title=The Catholic Encyclopedia |volume=4 |location=New York |publisher=Robert Appleton Company |year=1908 |others=Retrieved from New Advent}}</ref>
=== Penyesalan sempurna dan tidak sempurna ===
Apabila kebencian atau kejijikan akan dosa timbul dari [[kasih (kebajikan)|kasih]] akan Allah, yang telah disakiti secara menyedihkan, maka penyesalan sedemikian disebut "sempurna". Sementara jika timbul dari motif lainnya, seperti kehilangan [[Surga (Kekristenan)|surga]], takut akan [[Pandangan Kristen tentang neraka|neraka]], ataupun kengerian dari rasa bersalah, maka disebut "penyesalan tidak sempurna" atau 'atrisi' ({{lang-en|attrition}}, {{lang-la|attritio}}).<ref name="Hanna 1907"/><ref>{{cite EB1911|wstitle=Attrition|volume=2|page=887}}</ref>
==== Penyesalan sempurna ====
Penyesalan sempurna (dari kata [[bahasa Latin|Latin]] ''contero'' "menggiling, menghancurkan, menumbuk menjadi potongan-potongan"; juga disebut penyesalan kasih) adalah suatu penyesalan atas [[dosa (Kristen)|dosa]] yang digerakkan oleh [[iman dalam Kekristenan|iman]] dan [[Kasih Allah|kasih akan Allah]].<ref name="CCC 2012">{{en}} {{cite book|title=[[Catechism of the Catholic Church]]|author=Catholic Church|edition=2|publisher=Libreria Editrice Vaticana|location=Vatican City|date=2012}}</ref>{{rp|1452}} Penyesalan semacam ini dikontraskan dengan penyesalan tidak sempurna, yang timbul dari suatu motif yang kurang murni seperti norma moral umum ataupun takut akan [[Pandangan Kristen tentang neraka|Neraka]].<ref name="CCC 2012" />{{rp|1453}} Kedua macam penyesalan tersebut dibedakan oleh motif atau alasan seseorang untuk bertobat, bukan kekuatan emosi atau perasaan seseorang. Dapat saja terjadi bahwa penyesalan sempurna maupun tidak sempurna dialami secara bersamaan.
Dalam penyesalan sempurna, motifnya didasarkan pada kebaikan Allah sendiri dan bukan sekadar kebaikan-Nya pada orang berdosa atau pada perikemanusiaan. Tidak ada cara untuk mengetahui dengan kepastian mutlak apakah seseorang telah melakukan suatu tindakan penyesalan yang sempurna, tetapi yang dibutuhkan adalah patokan atau standar dari semua tindakan manusia, yakni kepastian moral. Apabila seseorang mendaraskan suatu [[Doa Tobat|doa tobat]] dengan niat yang tulus, maka sangat mungkin bahwa ia memiliki kepastian moral.<ref>{{en}} {{cite web|url=http://www.ewtn.com/vexperts/showmessage_print.asp?number=370862|title=Perfect Contrition|publisher=EWTN|last1=Donovan, STL|first1=Colin B.|accessdate=27 October 2014|archive-date=2015-09-24|archive-url=https://web.archive.org/web/20150924050919/http://www.ewtn.com/vexperts/showmessage_print.asp?number=370862|dead-url=yes}}</ref>
Penyesalan sempurna menghapus kebersalahan dan hukuman kekal yang disebabkan oleh [[dosa berat]], bahkan sebelum [[penitensi|peniten]] menerima [[absolusi]] dalam [[Sakramen Tobat]], asalkan orang tersebut memiliki suatu ketetapan hati yang kuat untuk melakukan pengakuan dosa sakramental sesegera mungkin.<ref name=Penance>{{en}} {{cite web|url=http://www.vatican.va/roman_curia/congregations/cfaith/cti_documents/rc_cti_1982_riconciliazione-penitenza_en.html|title=Penance And Reconciliation|publisher=International Theological Commission|ref=C.4|accessdate=27 October 2014}}</ref> Salah satu contoh dari ajaran teologis tersebut diperlihatkan pada ''[[Kitab Hukum Kanonik 1983|Kitab Hukum Kanonik]]'' dalam Kanon 916: "Seseorang yang sadar berdosa berat jangan merayakan [[Misa]] atau menerima [[Tubuh Kristus|Tubuh Tuhan]] tanpa terlebih dahulu menerima sakramen pengakuan, kecuali terdapat suatu alasan berat serta tidak ada kesempatan mengaku; dalam hal demikian hendaknya ia ingat kewajibannya untuk membuat suatu tindakan penyesalan sempurna, yang mengandung niat untuk mengaku sesegera mungkin."<ref>{{en}} {{cite book|title=Code of Canon Law|edition=1984|location=Canon 916|accessdate=27 October 2014}}</ref>
Dalam kasus orang yang terancam bahaya kematian, sementara pengakuan dosa sakramental tidak memungkinkan untuk dilakukan, keinginan yang kuat untuk melakukan pengakuan sakramental, dengan sesegera mungkin seandainya ia bertahan hidup, juga menghapuskan kebersalahan dan hukuman kekal yang diakibatkan oleh [[dosa berat]].<ref name=Penance/>
==== Penyesalan tidak sempurna ====
{{Wikisource1911Enc|Attrition|link=en}}
Menurut Mazmur 111:10, "Permulaan hikmat adalah takut akan {{TUHAN}}." Dalam Filipi 2:12, Rasul Paulus mendesak umat Kristen untuk mengerjakan "[[keselamatan (agama)|keselamatan]] {{interp|kita|orig=mu}} dengan takut dan gentar". Berbeda dengan penyesalan sempurna, penyesalan tidak sempurna (juga dikenal sebagai ''attritio'') adalah suatu keinginan untuk tidak berbuat [[dosa (Kristen)|dosa]] lagi karena suatu alasan selain kasih akan Allah.<ref name="CCC 2012" />{{rp|1492}} ''Attritio'' tidak menghasilkan [[Pembenaran (teologi)|pembenaran]], namun menggerakkan jiwa untuk menerima [[rahmat ilahi]] di dalam [[Sakramen (Katolik)|Sakramen]] [[Sakramen Tobat|Rekonsiliasi]] yang tersedia dalam Gereja Katolik.<ref name="CCC 2012" />{{rp|1453}}
[[Konsili Trente]] (1545-1563) menyatakan bahwa, kendati dimotivasi oleh alasan-alasan seperti "pertimbangan kebobrokan dosa ataupun dari rasa takut akan Neraka dan hukuman", penyesalan tidak sempurna adalah juga suatu anugerah dari Allah. "Barang siapa menyatakan bahwa {{interp|orig=atrisi|penyesalan tidak sempurna}} ... adalah bukan suatu dukacita yang benar dan menguntungkan; bahwa penyesalan tersebut tidak mempersiapkan jiwa untuk menerima rahmat, tetapi menjadikannya seorang munafik, bahkan seorang pendosa yang lebih besar, biarlah ia menjadi [[Anatema]]."<ref name="Hanna 1907"/>
Hal yang juga menjadi bahan pertanyaan terkait penyesalan tidak sempurna adalah ketika seseorang yang melakukan suatu pengakuan sakramental atas dosa berat yang ia lakukan, apakah penyesalan tidak sempurna bersamaan dengan sakramen tersebut cukup untuk memperoleh pembenaran kendati ia masih memiliki dosa yang belum ia sadari? Jawabannya secara umum adalah ya.<ref name="Hanna 1907"/>
Ayat-ayat dalam [[Kitab Suci Katolik|Kitab Suci]] yang digunakan untuk mendukung penyesalan tidak sempurna misalnya Amsal 13:13, Amsal 14:26-27, Amsal 19:23, Matius 10:28, dan Filipi 2:12.
=== Kualitas-kualitas ===
Sesuai dengan tradisi Katolik, baik penyesalan sempurna maupun tidak sempurna harus bersifat batiniah, adikodrati, universal, dan absolut.
<ref name="Hanna 1907"/>
==== Batiniah ====
Penyesalan harus merupakan dukacita atau kesedihan yang nyata dan tulus dari dalam hati.<ref name="Hanna 1908"/>
==== Adikodrati ====
Selaras dengan ajaran Katolik, penyesalan semestinya digerakkan oleh rahmat Allah dan dibangkitkan oleh alasan-alasan yang timbul dari iman, bukan sekadar alasan-alasan kodrati seperti hilangnya kehormatan, keberuntungan, dan sebagainya (Chemnitz, Exam. Concil. ., Pt. II, De Poenit.). Dalam Perjanjian Lama, adalah Allah yang memberikan "hati yang baru" dan yang menaruh "roh yang baru" pada anak-anak Israel (Yehezkiel 36:25-29); dan dengan hati yang baru Pemazmur dalam Mazmur 51 berdoa [[Miserere]] ("Kasihanilah"). [[Simon Petrus|Petrus]] mengatakan kepada orang-orang yang mendengarkan khotbahnya pada hari-hari pertama setelah [[Pentakosta]] bahwa Allah Bapa telah membangkitkan Yesus "supaya Israel dapat bertobat" (Kisah 5:30 dst.). Ketika menasihati [[Timotius]], [[Paulus dari Tarsus|Paulus]] menekankan pada penanganan yang lembut dan ramah untuk menghadapi orang-orang yang menolak kebenaran, "sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran" (2 Timotius 2:24-25).
Pada zaman heresi [[Pelagianisme]], [[Agustinus dari Hippo]] menekankan pada aspek adikodrati dari penyesalan ketika ia menulis: "Bahwa kita berpaling dari Allah adalah perbuatan kita, dan hal ini adalah kehendak yang buruk; tetapi kita tidak mampu berpaling kembali kepada Allah kecuali Dia membangkitkan dan menolong kita, dan hal ini adalah kehendak yang baik." Beberapa doktor [[Skolastisisme|Skolastik]], khususnya [[Duns Scotus|Scotus]], Kayetanus, dan kemudian [[Francisco Suárez|Suárez]] (De Poenit., Disp. iii, sect. vi), mengajukan pertanyaan spekulatif apakah upaya manusia semata dapat menimbulkan suatu tindakan penyesalan yang sejati, tetapi tidak ada teolog pernah mengajarkan bahwa menuju pengampunan dosa dalam ekonomi Allah saat ini dapat diilhami oleh alasan-alasan kodrati semata. Sebaliknya, kesemua doktor tersebut menekankan pada kebutuhan mutlak rahmat bagi penyesalan yang mengarah menuju pengampunan (Bonaventura, dalam Lib. Sent. IV, dist. xiv, Part I, art. II, Q. iii; juga dist. xvii, Part I, art. I, Q. iii; cf. Thomas, In Lib. Sent. IV). Sejalan dengan ajaran dari Kitab Suci dan para doktor tersebut, Konsili Trente menetapkan: "Barang siapa mengatakan bahwa tanpa inspirasi dari [[Roh Kudus dalam Kekristenan|Roh Kudus]] dan tanpa bantuan-Nya seseorang dapat bertobat dengan cara yang semestinya untuk memperoleh rahmat pembenaran, biarlah ia menjadi [[anatema]]."
==== Universal ====
Penyesalan sejati harus mencakup semua [[dosa berat]] yang dilakukan, dan bukan sekadar beberapa dosa yang dipilih demi kenyamanan.<ref name="Luche 1898"/> Doktrin ini terikat erat dengan ajaran Katolik mengenai rahmat dan pertobatan. Tidak ada pengampunan tanpa dukacita jiwa, dan pengampunan selalu disertai oleh rahmat Allah; rahmat tidak dapat berdampingan dalam koeksistensi dengan dosa; dan, sebagai akibatnya, satu dosa tidak dapat diampuni sementara dosa-dosa lainnya masih ada tanpa adanya penyesalan.
Nabi [[Yoel]] mendesak orang-orang untuk berbalik kepada Allah dengan segenap hati mereka (Yoel 2:12-19), dan Kristus mengatakan kepada sang ahli hukum bahwa orang perlu mengasihi Allah dengan segenap budinya, segenap kekuatannya (Lukas 10:27). Yehezkiel menegaskan bahwa orang harus berbalik dari cara hidupnya yang jahat apabila ia ingin hidup (Yehezkiel 33:11).
Para Skolastik melakukan penelaahan ketika mereka ditanya apakah harus ada suatu tindakan penyesalan khusus untuk setiap dosa serius, dan apakah, agar dapat diampuni, orang harus ingat saat-saat terjadinya semua pelanggaran yang memilukan tersebut. Kedua pertanyaan itu dijawab negatif oleh mereka, menilai bahwa suatu tindakan [[kesedihan (emosi)|kesedihan]] yang secara implisit mencakup semua dosa seseorang seharusnya sudah memadai.
==== Absolut ====
Menurut Markus 8:35-37, Yesus menegur murid-murid-Nya: "Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya. Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti [[Jiwa dalam Alkitab|nyawanya]]?" Penyesalan atas dosa harus didahulukan di atas kepentingan duniawi yang bersifat sementara. Ketika utusan-utusan dari [[Aelia Eudoxia|Ratu Eudoxia]] mengancam [[Yohanes Krisostomus]], ia menanggapi: "Pergilah beritahukan sang putri bahwa Krisostomus hanya takut akan satu hal, dan hal itu adalah dosa."<ref name="Luche 1898"/>
=== Sakramen Tobat ===
{{See also|Sakramen Tobat}}
Penyesalan bukan suatu kebajikan moral semata, Konsili Trente menetapkan bahwa penyesalan merupakan suatu "bagian", bahkan lebih, ''quasi materia'', dalam [[Sakramen Tobat]]. "(Kuasi) materi sakramen ini terdiri dari tindakan-tindakan peniten itu sendiri, yaitu penyesalan, pengakuan, dan penyilihan. Hal-hal ini, karena melalui institusi Allah diperlukan dalam diri peniten bagi keutuhan sakramen tersebut serta bagi pengampunan dosa yang sepenuhnya dan sempurna, untuk alasan ini dinamakan bagian-bagian dari pertobatan." Konsekuensi dari dekret Trente itu membuat para teolog mengajarkan bahwa kesedihan karena dosa harus sakramental dalam arti tertentu. ''[[La Croix]]'' melangkah lebih jauh dengan mengatakan bahwa kesedihan harus dibangkitkan dengan suatu pemikiran untuk melakukan pengakuan, tetapi ini tampaknya menuntut terlalu banyak; kebanyakan teolog sejalan dengan pandangan Schieler-Heuser (''Teori dan Praktik Pengakuan'', hlm. 113) bahwa adalah cukup apabila kesedihan tersebut terjadi seiring dengan pengakuan melalui cara apapun dan disebut demikian. Oleh karena itu, pedoman dalam ''[[Rituale Romanum]]'' menuliskan: "Setelah bapa pengakuan mendengarkan pengakuan, ia harus berupaya dengan nasihat sungguh-sungguh untuk menggerakkan peniten menuju penyesalan" (Schieler-Heuser, op. cit., p. 111 sqq.).
==== Penyesalan sempurna tanpa Sakramen Tobat ====
Mengenai motif kasih akan Allah yang terkandung dalam penyesalan, Konsili Trente menyatakan: "Konsili lebih lanjut mengajarkan bahwa, meski penyesalan terkadang dijadikan sempurna oleh [[kasih (kebajikan)|kasih]] dan dapat mendamaikan orang dengan Allah sebelum penerimaan aktual sakramen ini, tetap saja rekonsiliasi tidak untuk dianggap berasal dari penyesalan dengan melepaskannya dari keinginan atas sakramen yang meliputinya ini." Proposisi [[Michael Baius|Baius]] berikut ini (no. 32) dikutuk oleh [[Paus Gregorius XIII]]: "Kasih yang merupakan kepenuhan dari hukum tidaklah selalu terhubung dengan pengampunan dosa." Penyesalan sempurna, sekaligus dengan keinginan untuk menerima Sakramen Tobat, memulihkan orang berdosa ke dalam keadaan rahmat. Hal ini jelas merupakan ajaran para doktor Skolastik ([[Petrus Lombardus]] dalam P.L., CXCII, 885; St. [[Thomas Aquinas|Thomas]], dalam Lib. Sent. IV, ibid.; St. [[Bonaventura]], dalam Lib. Sent. IV, ibid.). Ajaran mereka ini bersumber dari [[Kitab Suci Katolik|Tulisan Suci]]. Kitab Suci menyebutkan kasih dan cinta akan Allah sebagai kuasa untuk menghapus dosa: "Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku" (Yohanes 14:21); "Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih" (Lukas 7:36-50).
Karena laku tobat yang sempurna mengimplikasikan kasih akan Allah yang sama ini, para teolog menganggap penyesalan sempurna disebabkan oleh apa yang menurut Kitab Suci terkandung dalam kasih. Hal ini dipandang tidak aneh karena dalam '[[Pandangan Kristen tentang Perjanjian Lama|Perjanjian Lama]]' terdapat beberapa cara untuk memulihkan kasih karunia atau rahmat Allah setelah manusia berbuat dosa. Allah tidak menghendaki "kematian orang fasik", melainkan agar ia bertobat dari kelakuannya dan hidup (Yehezkiel 33:11). Pembalikan sepenuhnya kepada Allah ini bersesuaian dengan gagasan tentang penyesalan sempurna; dan apabila, di bawah Hukum Lama, kasih mencukupi untuk pengampunan orang berdosa, maka kedatangan Kristus dan institusi Sakramen Tobat dipandang tidak meningkatkan kesulitan untuk memperoleh pengampunan. Para [[Bapa Gereja]] awal secara jelas mengajarkan keampuhan atau daya guna kesedihan untuk pengampunan dosa (Klemens dalam P.G., I, 341 sqq.; dan Hermas dalam P.G., II, 894 sqq.; [[Yohanes Krisostomus|Krisostomus]] dalam P.G., XLIX, 285 sqq.) dan hal ini utamanya terlihat dalam semua komentar tentang Lukas 7:47.
[[Beda|Bede yang Mulia]] menulis (P.L., XCII, 425): "Adakah cinta kasih tanpa api; adakah dosa tanpa karat? Maka dikatakan, dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih, bagaikan mengatakan, ia telah sepenuhnya membakar habis karat dosa, karena ia dikobarkan oleh api cinta kasih." Para teolog menelaah dengan banyak belajar mengenai jenis cinta yang membenarkan seiring dengan Sakramen Tobat. Semuanya sepakat bahwa cinta yang murni dan tanpa mementingkan diri (''amor benevolentiæ, amor amicitiæ'') mencukupi; bila terdapat cinta yang egois dan mementingkan diri (''amor concupiscentia''), para teolog meyakini bahwa cinta yang murni egois tidak mencukupi. Apabila ditelusuri lebih lanjut apa yang harus menjadi alasan sah dalam cinta yang sempurna, tampaknya tidak ada kebulatan suara yang riil di antara para doktor tersebut. Beberapa mengatakan bahwa bila terdapat cinta yang sempurna, maka Allah dicintai semata-mata karena kebaikan-Nya yang luar biasa besar; yang lainnya, dengan mendasarkan argumen mereka pada Kitab Suci, berpikir bahwa cinta dari rasa syukur (''amor gratitudinis'') cukup memadai, karena kemurahan hati Allah dan cinta-Nya kepada manusia dipersatukan secara erat, bahkan tidak terpisahkan dari kesempurnaan Ilahi-Nya ([[Hurter]], ''Theol. Dog.'', Thesis ccxlv, Scholion iii, no 3; Schieler-Heuser, op. cit., pp. 77 sq.).
=== Kewajiban membangkitkan tindakan penyesalan ===
Pada hakikatnya, orang berdosa harus bertobat sebelum ia dapat didamaikan atau melakukan rekonsiliasi dengan Allah (Konsili Trente, Sesi XIV, ch. iv, de Contritione, ''Fuit quovis tempore'', dll.). Oleh karena itu, orang yang telah jatuh ke dalam [[dosa berat]] perlu membuat suatu tindakan penyesalan sempurna ataupun melengkapi penyesalan tidak sempurna dengan menerima Sakramen Tobat; jika tidak demikian maka rekonsiliasi dengan Allah dipandang mustahil. Kewajiban tersebut bersifat mendesak dalam rasa sakit akibat dosa ketika terdapat ancaman maut atau bahaya kematian. Dengan demikian, dalam bahaya kematian, apabila tidak terdapat akses kepada seorang [[imam]] yang dapat melayankan sakramen tersebut, orang berdosa harus melakukan upaya untuk membangkitkan suatu tindakan penyesalan sempurna. Kewajiban tersebut juga mendesak saat setiap kali orang perlu melakukan suatu tindakan yang memerlukan keadaan rahmat dan Sakramen Tobat tidak dapat diakses. Para teolog bergumul dengan pertanyaan seputar berapa lama seseorang dapat tetap berada dalam keadaan dosa, tanpa melakukan upaya apapun untuk membangkitkan suatu tindakan penyesalan sempurna. Mereka tampaknya sepakat bahwa pengabaian sedemikian tentu telah terjadi beberapa waktu lamanya, tetapi mereka mendapati kesulitan untuk menentukan faktor yang membentuk suatu kurun waktu (Schieler-Hauser, op. cit., pp. 83 sqq.). Peraturan yang disusun oleh [[Alfonsus dari Liguori|St. Alfonsus Liguori]] mungkin membantu memberikan solusinya: "Tugas membuat suatu tindakan penyesalan bersifat mendesak ketika seseorang diharuskan untuk membuat suatu tindakan kasih" (Sabetti, ''Theologia Moralis: de necess. contritionis'', no. 731; Ballerine, ''Opus Morale: de contritione'').
== Dalam teologi Kristen lainnya ==
{{Expand section|date=May 2016|small=no}}
[[Pengakuan Iman Augsburg]], pengakuan iman utama [[Lutheran]], membagi pertobatan menjadi dua bagian: "Salah satunya adalah penyesalan, yaitu rasa ngeri yang menyerang hati nurani melalui [[Hukum dan Injil#Kitab Concord|pengetahuan akan dosa]]; yang lainnya adalah [[iman dalam Kekristenan|iman]], yang lahir dari Injil, atau dari [[Absolusi#Gereja Lutheran|absolusi]], dan percaya bahwa di dalam Kristus, dosa-dosa diampuni, menghibur hati nurani, dan membebaskannya dari rasa ngeri."<ref>{{en}} [http://www.bookofconcord.org/augsburgconfession.php#article12 Augsburg Confession, Article XII: Of Repentance] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20210311215248/https://bookofconcord.org/augsburg-confession/#article12 |date=2021-03-11 }}</ref>
Pengkhotbah [[Puritan]] [[Thomas Hooker]] mendefinisikan penyesalan sebagai: "..., tiada yang lain, yaitu, apabila pendosa ketika seorang berdosa oleh pandangan akan dosa dan kekejian dosa, serta hukuman karena hal yang sama, dijadikan dapat merasakan dosa, dan dijadikan membencinya, serta membuat hatinya terlepas dari hal yang sama..."<ref>{{en}} [https://books.google.com/books?id=6QQDAAAAQAAJ&printsec=frontcover&dq=contrition&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjJlYrD6LDOAhVm64MKHWpuB7cQ6AEIPjAG#v=onepage&q=contrition&f=false Hooker, Thomas. ''The soules preparation for Christ: a treatise of contrition'', 1638]</ref>
Baris 32 ⟶ 98:
* [[Regenerasi (teologi)]]
* [[Sakramen Tobat]]
== Referensi ==
Baris 40 ⟶ 103:
== Sumber ==
* {{catholic|wstitle=Contrition}}
* [[Sylvester Joseph Hunter]], ''Outlines of Dogmatic Theology'' (New York, 1896)
* [[Francisco Suárez|Suarez]], ''De Pænitentia'', disp. iv, sect. iii, a,2
* [[Robert Bellarmine|Bellarmine]], ''De Controversiis'', Book II, De sacramento pænitentiæ
* [[Denifle]], ''Luther und Luthertum in der ersten Entwicklung'' (Mainz, 1906), I, 229 sqq., II, 454, 517, 618 sq.
* [[Collet]] in [[Migne]], ''Theologiæ Cursus Completus'' (Paris, 1840), XXII
* [[Palmieri]], ''De Pænitentia'' (Rome, 1879; Prato, 1896)
* [[Petavius]], ''Dogmata Theologica: de pænitentia'' (Paris, 1867).
== Pranala luar ==
* {{en}} [http://www.etymonline.com/index.php?search=contrite&searchmode=none Etymology online]
[[
[[
[[
[[
[[
[[
|