Do not touch my clothes: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Menambah Kategori:Gerakan sosial menggunakan HotCat
Wagino Bot (bicara | kontrib)
 
(21 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Yatim|Oktober 2022}}
[[Berkas:Afghan girls in traditional clothes.jpg|jmpl|Anak-anak perempuan AfganistanAfgan memakai baju tradisional Afganistan]]
'''Do not touch my clothes''' merupakan [[kampanye]] [[media sosial]] oleh para perempuan [[Afganistan]] untuk memprotes aturan berpakaian yang diberlakukan pemerintahan [[Taliban]]. Untuk menunjukkan perlawanan, para perempuan Afgan dari seluruh dunia mengunggah [[swafoto]] dengan mengenakan baju tradisional perempuan Afganistan yang cerah dan berwarna-warni. Unggahan tersebut disertai dengan tagar #DoNotTouchMyClothes dan #AfghanistanCulture. Kampanye ini mulai bergema di media sosial pada pertengahan September 2021 setelah pemerintah Taliban mewajibkan perempuan memakai [[burkak]] dan [[cadar]].<ref name=":0">{{Cite web|last=Khalid|first=Tuqa|date=2021-09-14|title=Afghan women rebel against Taliban strict dress code: ‘Do not touch my clothes’|url=https://english.alarabiya.net/News/world/2021/09/14/Afghan-women-rebel-against-Taliban-strict-dress-code-Do-not-touch-my-clothes-|website=Al Arabiya English|language=en|access-date=2021-09-17}}</ref> Ada ratusan perempuan Afganistan yang telah menggunakan tagra dan mendukung gerakan #DoNotTouchMyClothes dalam twit mereka.<ref name=":1" />
'''Do not touch my clothes''' merupakan [[kampanye]] [[media sosial]] oleh para perempuan [[Afganistan]] untuk memprotes aturan berpakaian yang diberlakukan pemerintahan [[Taliban]]. Gerakan ini merupakan respon terhadap liputan yang memperlihatkan 300 perempuan Afgan yang duduk di sebuah ruang kuliah [[Universitas Kabul]] dengan mengenakan burkak dan cadar serta mengibarkan bendera kecil Taliban. Dalam acara tersebut, para perempuan yang hadir menyatakan mendukung pemerintahan Taliban.<ref>{{Cite web|last=Glinski|first=Stefanie|date=2021-09-15|title=#DoNotTouchMyClothes: Afghan women’s social media protest against Taliban|url=https://www.theguardian.com/global-development/2021/sep/15/donottouchmyclothes-afghan-womens-social-media-protest-against-taliban|website=the Guardian|language=en|access-date=2021-09-17}}</ref>
 
'''Do not touch my clothes''' merupakan [[kampanye]] [[media sosial]] oleh para perempuan [[Afganistan]] untuk memprotes aturan berpakaian yang diberlakukan pemerintahan [[Taliban]]. Untuk menunjukkan perlawanan, para perempuan Afgan daridi seluruh dunia mengunggah [[swafoto]] mereka dengan mengenakan baju tradisional perempuan Afganistan yang cerah dan berwarna-warni. Unggahan tersebut disertai dengan tagar #DoNotTouchMyClothes dan #AfghanistanCulture. Kampanye ini mulai bergema di media sosial pada pertengahan September 2021 setelah pemerintah Taliban mewajibkan perempuan memakai [[burkak]] dan [[cadar]] berwarna gelap.<ref name=":0">{{Cite web|last=Khalid|first=Tuqa|date=2021-09-14|title=Afghan women rebel against Taliban strict dress code: ‘Do not touch my clothes’|url=https://english.alarabiya.net/News/world/2021/09/14/Afghan-women-rebel-against-Taliban-strict-dress-code-Do-not-touch-my-clothes-|website=Al Arabiya English|language=en|access-date=2021-09-17}}</ref> Ada ratusan perempuan AfganistanAfgan yang telah menggunakan tagratagar dan mendukung gerakan #DoNotTouchMyClothes dalam twit mereka.<ref name=":1" />
Dr. [[Roxana Bahar Jalali]], mantan guru besar [[sejarah]] di [[Universitas Amerika di Afghanistan]], merupakan yang pertama memulai kampanye ini.<ref name=":1">{{Cite web|last=Bhalla|first=Gursharan|date=2021-09-14|title=Don't Touch My Clothes: Afghan Women Are Protesting Taliban's Burqa Order, One Photo At A Time|url=https://www.indiatimes.com/news/world/afghan-women-protest-taliban-burqa-order-one-photo-at-a-time-549369.html|website=India Times|language=en-IN|access-date=2021-09-17}}</ref> Menurut Jalali, tujuan gerakan ''Do not touch my clothes'' adalah untuk "menginformasikan dan mengedukasi masyarakat dunia, serta meluruskan misinformasi tentang pakaian perempuan Afganistan yang dinarasikan Taliban".<ref name=":1" /> Pakaian tradisional wanita Afgan adalah gaun panjang yang menutupi mata kaki. Para perempuan juga memakai kerudung untuk menutupi kepala mereka. Jalali menyatakan bahwa cadar dan burkak adalah konsep baru dan asing yang dipaksakan kepada perempuan Afgan.<ref name=":1" />
 
Dr. [[Roxana Bahar Jalali]], mantan guru besar [[sejarah]] di [[Universitas Amerika di Afghanistan|Universitas Amerika di Afganistan]], merupakan orang yang pertama memulai kampanye ini.<ref name=":1">{{Cite web|last=Bhalla|first=Gursharan|date=2021-09-14|title=Don't Touch My Clothes: Afghan Women Are Protesting Taliban's Burqa Order, One Photo At A Time|url=https://www.indiatimes.com/news/world/afghan-women-protest-taliban-burqa-order-one-photo-at-a-time-549369.html|website=India Times|language=en-IN|access-date=2021-09-17}}</ref> Menurut Jalali, tujuan gerakan ''Do not touch my clothes'' adalah untuk "menginformasikanmemberikan informasi dan mengedukasi masyarakat dunia, serta meluruskan [[misinformasi]] tentang pakaian perempuan Afganistan yang selama ini dinarasikan Taliban".<ref name=":1" /> Pakaian tradisional wanita Afgan adalah gaun panjang yang menutupi mata kaki. Para perempuan juga terkadang memakai kerudung untuk menutupi kepala mereka. Jalali menyatakan bahwa cadar dan burkak adalah konsep baru dantradisi asing yang dipaksakan kepada perempuan Afgan.<ref name=":1" /> Setiap wilayah di Afganistan memiliki pakaian tradisionalnya masing-masing, tetapi terlepas dari keragamannya, ada beberapa kesamaan dalam pakaian perempuan, yaitu berwarna-warni, bepernak-pernik, dan berbordir. Sejak Taliban kembali berkuasa pada 2021, para perempuan di [[Kabul]] dan beberapa kota lainnya mulai kembali memakai ''[[chadari]]'', pakaian biru dengan jala persegi panjang di bagian depan mata.<ref>{{Cite news|date=2021-09-13|title=Afghan women hit back at Taliban with #DoNotTouchMyClothes campaign|url=https://www.bbc.com/news/world-asia-58550335|newspaper=BBC News|language=en-GB|access-date=2021-09-17}}</ref>
Pada saat kampanye ini berjalan, pemerintahan Taliban juga mengumumkan bahwa mereka tidak melibatkan perempuan dalam [[kabinet]] mereka, membubarkan Kementerian Urusan Perempuan, dan memisahkan mahasiswa perempuan dengan laki-laki di ruang kuliah. Para mahasiwi juga sebisa mungkin akan diajar oleh dosen wanita. Salah satu pemimpin senior Taliban, Waheedullah Hashimi, menyatakan bahwa perempuan tidak seharusnya bekerja bersama laki-laki.<ref name=":0" />
 
Pada saat kampanyeyang ini berjalanbersamaan, pemerintahan Taliban juga mengumumkan bahwa mereka tidak melibatkan perempuan dalam [[kabinet]] mereka, membubarkan Kementerian Urusan PerempuanWanita, dan memisahkan mahasiswa perempuan dengan laki-laki di ruang kuliah. Para mahasiwimahasiswi juga sebisa mungkin akan diajar oleh dosen wanita. Pada 17 September 2021, Taliban hanya menginstruksikan murid laki-laki sekolah menengah untuk kembali bersekolah dan mengabaikan nasib murid perempuan.<ref name=":2">{{Cite web|last=Graham-Harrison|first=Emma|date=2021-09-17|title=Taliban ban girls from secondary education in Afghanistan|url=https://www.theguardian.com/world/2021/sep/17/taliban-ban-girls-from-secondary-education-in-afghanistan|website=the Guardian|language=en|access-date=2021-09-17}}</ref> Salah satu pemimpin senior Taliban, Waheedullah Hashimi, menyatakan bahwa perempuan tidak seharusnya bekerja bersama laki-laki.<ref name=":0" />
 
== Budaya patriarki di Afganistan ==
Kejatuhan Afganistan ke tangan Taliban pada 2021 menempatkan para perempuan pada posisi yang semakin rentan. Mereka terancam tidak dapat melakukan aktivitas di luar dengan bebas, seperti bekerja dan belajar di sekolah dan perguruan tinggi. Banyak perguruan tinggi dan kantor yang belum memiliki ruang khusus perempuan maupun partisi yang dapat memisahkan staf laki-laki dan perempuan.<ref name=":2" /> Menurut pakar, sejarah penindasan perempuan telah lama mengakar di negara tersebut jauh sebelum Taliban berkuasa. Afganistan adalah masyarakat patriarkis dengan laki-laki yang mengatur institusi-institusi besar. Kondisi ini diperparah dengan penegakan hukum yang lemah, norma kesukuan yang kaku, dan [[ekstremisme]] dalam beragama.<ref name=":3">{{Cite web|last=Nasimi|first=Shabnam|date=2014-07-11|title=The devastating truth of women’s rights in Afghanistan|url=https://www.opendemocracy.net/en/opensecurity/devastating-truth-of-womens-rights-in-afghanistan/|website=Open Democracy|language=en|access-date=2021-09-17}}</ref> Berdasarkan hasil studi program demografi dan kesehatan [[Lembaga Pembangunan Internasional Amerika Serikat|USAID]] pada 2015, sekitar 90% perempuan di beberapa wilayah Afganistan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Saat melarikan diri dari rumah, para korban sering kali mengalami kekerasan lanjutan dari pihak-pihak yang seharusnya dapat dipercaya, seperti polisi, dokter, dan pejabat pemerintah.<ref>{{Cite web|last=Mannell|first=Jenevieve|title=Afghan women's lives are now in danger from the Taliban – but they have always faced male violence|url=http://theconversation.com/afghan-womens-lives-are-now-in-danger-from-the-taliban-but-they-have-always-faced-male-violence-166768|website=The Conversation|language=en|access-date=2021-09-17}}</ref>
 
Penindasan terhadap perempuan Afgan berkaitan dengan budaya etnis [[Pashtun]]. Bentuk-bentuk penindasan dan kekerasan yang sering ditemui antara lain kerabat laki-laki yang mengatur perkawinan perempuan muda, praktik [[mahar]] berbiaya tinggi yang dibayarkan kepada ayah pengantin perempuan, dan [[pembunuhan demi kehormatan]].<ref name=":3" />
 
== Referensi ==
Baris 12 ⟶ 20:
 
[[Kategori:Gerakan sosial]]
[[Kategori:Kampanye media sosial]]