Antinatalisme: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
terjemahan besar dari en.wiki
Tag: kemungkinan perlu pemeriksaan terjemahan referensi YouTube
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.2
 
(6 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 22:
{{blockquote|Tetapi saya sadar akan bisikan-bisikan itu: Apa, kata mereka, jika semua manusia berhenti melakukan hubungan seksual, maka bagaimana manusia akan tetap ada? Apabila itu yang terjadi, terjadi melalui "dana yang datang dari hati yang suci dan nurani yang bersih, dan iman yang tidak berbohong;" maka Kerajaan Tuhan akan lebih cepat terisi penuh dan dunia akan lebih cepat berakhir.<ref>[https://en.wikisource.org/wiki/Nicene_and_Post-Nicene_Fathers:_Series_I/Volume_III/Moral_Treatises_of_St._Augustin/On_the_Good_of_Marriage/Section_10] P. Schaff (ed.), ''Nicene and Post-Nicene Fathers: First Series, Volume III St. Augustine: On the Holy Trinity, Doctrinal Treatises, Moral Treatises'', New York: Cosimo, 2007, p. 404.</ref>}}
 
[[Gregorius dari Nyssa]] mengatakan bahwa manusia perlu berhati-hati agar tidak terjebak argumenyargumen angyang mengatakan bahwa reproduksi adalah mekanisme penciptaan anak. Ia juga menyatakan bahwa orang-orang yang menahan diri dari reproduksi dengan cara tetap mempertahankan keperjakaan atau keperawanannya, akan "membatalkan kematian karena mereka menghalangi jalannya; sebagai semacam batu pembatas antara hidup dan mati, orang-orang tersebut menahan kematian agar tidak maju lagi."<ref>Gregory of Nysssa, ''Ascetical Works (The Fathers of the Church, volume 58)'', Washingotn: The Catholic University of America Press, 2010, p. 48</ref> [[Søren Kierkegaard]] percaya bahwa manusia masuk ke dunia ini melalui suatu kejahatan, eksistensi mereka juga merupakan suatu kejahatan; dan reproduksi manusia adalah kejatuhan manusia<ref>S. Kierkegaard, ''The Last Years: The Kierkegaard Journals 1853–1855'', London: Collins/Fontana, 1968, p. 113.</ref> yang merupakan titik akhir [[egoisme]] manusia.<ref>C. Léon, S. Walsh, ''Feminist Interpretations of Søren Kierkegaard'', Pennsylvania: The Pennsylvania State University Press, 2010, p. 76.</ref> Menurutnya, [[Kekristenan]] hadir untuk memblokir laju reproduksi.<ref>P. Sheil, ''Starting with Kierkegaard'', London: A&C Black, 2011, p. 121.</ref> Isu antinatalisme dalam Kekristenan awal pernah dibahas oleh Théophile de Giraud.<ref>T. de Giraud, ''Antinatalism in Early Christianity'', in: K. Lochmanová, M. Kutáš, F. Svoboda, T. de Giraud, M. Poledníková, K. Akerma, J. Koumar, J. Cabrera, V. Vohánka, ''History of Antinatalism: How Philosophy Has Challenged the Question of Procreation'', Independently published, 2020, hlm. 64–88.</ref><ref>T. de Giraud, ''The Childfree Christ: Antinatalism in early Christianity'', AFNIL, 2021.</ref>
 
===Teodisi dan Antropodisi===
Baris 50:
Cabrera percaya bahwa dalam etika, termasuk etika afirmatif, ada satu konsep besar yang menjadi payung. Ia menyebut konsep ini sebagai "Artikulasi Etis Minimal" (''Minimal Ethical Articulation'', "MEA"; sebelumnya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi "Artikulasi Etis Fundamental", ''Fundamental Ethical Articulation'', "FEA"). Artikulasi ini tidak lebih dan tidak kurang adalah pertimbangan seseorang terhadap kepentingan orang lain; perilaku tidak menyakiti dan tidak mempermainkan orang lain itu. Bagi Cabrera, reproduksi adalah pelanggaran MEA yang sangat jelas: seseorang dipermainkan dan ditempatkan ke dalam situasi penuh bahaya sebagai hasil dari aksi tersebut. Dalam pandangannya, nilai-nilai yang termasuk dalam MEA diterima secara luas oleh etika afirmatif; bahkan menjadi dasar dari etika afirmatif; dan apabila diikuti secara radikal (tanpa [[Hipokrisi|kemunafikan]]), nilai-nilai tersebut akan berujung pada perlawanan atas reproduksi.
 
Bagi Cabrera, hal terburuk dalam kehidupan manusia (dan dengan demikian reproduksi) adalah yang ia sebut sebagai "impedimen moral". Impedimen moral adalah suatu bentuk kemustahilan struktural: seseorang tidak mungkin bertindak di dunia ini tanpa menyakiti atau mempermainkan orang lain. Impedimen ini hadir bukan sebagai akibat dari suatu "kejahatan" intrinsik yang ada dalam sifat manusia, tetapi lahir dari situasi struktural yang selalu mengelilingi umat manusia. Dalam situasi ini, manusia dipojokkan oleh berbagai jenis rasa sakit; ruang untuk bertindak pun terbatas; dan kepentingan-kepentingan yang berbeda seringkalisering kali berbenturan satu sama lain. Manusia tidak punya niatan jahat untuk memperlakukan orang lain dengan buruk, akan tetapi manusia harus bertindak seperti itu agar dapat bertahan, menyelesaikan berbagai pekerjaannya, serta lari dari penderitaan. Cabrera juga menekankan fakta bahwa kehidupan berkaitan erat dengan suatu risiko yang dihadapi secara konstan: risiko mengalami rasa sakit fisik yang kuat, misalnya sebagai hasil dari penyakit serius. Potensi untuk merasakan rasa sakit yang kuat sudah membuat manusia terganggu secara moral. Sebagai hasilnya pula, sewaktu-waktu manusia dapat kehilangan harga diri dan kemampuan moralnya, meskipun mungkin tidak banyak.<ref name="autoname2" /><ref>[http://repositorio.unb.br/bitstream/10482/17430/3/Livro_CritiqueAffirmativeMorality.pdf] J. Cabrera, ''A critique of affirmative morality (A reflection on death, birth and the value of life)'', Brasília: Julio Cabrera Editions, 2014 (English edition). J. Cabrera, ''Crítica de la moral afirmativa: Una reflexión sobre nacimiento, muerte y valor de la vida'', Barcelona: Gedisa, 1996 (original Spanish edition, second edition in 2014).</ref><ref>[http://repositorio.unb.br/bitstream/10482/15274/1/LIVRO_PorqueTeAmo.pdf] J. Cabrera, T. Lenharo di Santis, ''Porque te amo, Não nascerás!: Nascituri te salutant'', Brasília: LGE, 2009.
[https://misantropiaemelancolia.wordpress.com/2017/09/28/first-chapter-of-nascituri-te-salutant/] English translation.</ref><ref>J. Cabrera, ''Discomfort and Moral Impediment: The Human Situation, Radical Bioethics and Procreation'', Newcastle upon Tyne: Cambridge Scholars Publishing, 2019. [https://www.cambridgescholars.com/discomfort-and-moral-impediment] A thirty-page extract on the publisher's website. J. Cabrera, ''Mal-estar e moralidade: situação humana, ética e procriação responsável'', Brasília: UnB, 2018 (original Portuguese edition).</ref>
 
=== Imperatif Kantian ===
 
Julio Cabrera, [[David Benatar]],<ref>D. Benatar, ''Better Never to Have Been: The Harm of Coming into Existence'', Oxford: Clarendon Press, 2006, hlm. 129–131.</ref>, dan Karim Akerma<ref>[http://www.tabvlarasa.de/41/Akerma.php] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20190421190100/http://www.tabvlarasa.de/41/Akerma.php |date=2019-04-21 }} K. Akerma, ''Theodicy shading off into Anthropodicy in Milton, Twain, and Kant'', ''Tabula Rasa. Die Kulturzeitung aus Mitteldeutschland'', 2010, issue 49.</ref> berpendapat bahwa reproduksi bersifat berlawanan dengan imperatif praktis [[Immanuel Kant]]. Menurut Kant, manusia tidak boleh digunakan hanya sebagai cara untuk mendapatkan sesuatu, tetapi harus selalu diperlakukan sebagai sesuatu itu sendiri. Ketiga filsuf itu berargumen bahwa seseorang dapat diciptakan demi orang tua mereka atau demi orang lain, tetapi tidak mungkin menciptakan seseorang demi kebaikan orang itu sendiri. Dengan demikian, mengikuti rekomendasi Kant, manusia tidak seharusnya menciptakan manusia baru. Heiko Puls berargumen bahwa pertimbangan Kant mengenai tugas orang tua dan reproduksi manusia secara umum mengimplikasikan antinatalisme yang dapat dijustifikasi secara etis. Akan tetapi, Puls juga menilai bahwa Kant menolak posisi tersebut dalam [[teleologi]]-nya, untuk berbagai alasan [[meta-etika|meta-etis]].<ref>H. Puls, ''Kant’s Justification of Parental Duties'', ''Kantian Review'', 2016, volume 21, issue 1, hlm. 53–75.</ref>
 
=== Kemustahilan memberikan izin ===
Baris 198:
David Benatar,<ref>D. Benatar, ''Better...'', op. cit., p. 109.</ref><ref>D. Benatar, D. Wasserman, ''Debating...'', op. cit., hlm. 93–99.</ref> Gunter Bleibohm,<ref>G. Bleibohm, ''Fluch der Geburt – Thesen einer Überlebensethik'', Landau-Godramstein: Gegensich, 2011.</ref> Gerald Harrison, Julia Tanner,<ref>G. Harrison, J. Tanner, ''Better...'', op. cit., hlm. 113–121.</ref> dan [[Patricia MacCormack]]<ref>P. MacCormack, ''The Ahuman Manifesto: Activism for the End of the Anthropocene'', London-New York-Oxford-New Delhi-Sydney: Bloomsbury Academic, 2020, hlm. 47–50.</ref> sangat memerhatikan kerugian yang diciptakan manusia kepada makhluk lain. Mereka mengatakan bahwa milyaran binatang diperlakukan tidak baik dan dibunuh setiap tahunnya oleh manusia, demi produksi produk binatang, eksperimen dan hasil ekses eksperimen (ketika mereka tidak dibutuhkan lagi), sebagai akibat [[penghancuran habitat]] atau keruntuhan lingkungan lain, atau bahkan sekadar untuk main-main sadis. Mereka cenderung setuju dengan para pemikir [[hak asasi hewan]] bahwa kerugian yang kita bebankan pada binatang bersifat immoral. Mereka menganggap spesies manusia adalah spesies yang paling desktruktif di planet ini dan berargumen bahwa ketiadaan manusia baru akan berujung pada selesainya penderitaan makhluk berkesadaran lain selain manusia.
 
Ada pula antinatalis yang [[vegetarian]] atau [[vegan]] untuk alasan moral. Mereka juga mempostulasikan bahwa antinatalisme dan vegetarian/veganisme memiliki asal yang sama, yaitu dari keinginan untuk tidak menyakiti makhluk lain.<ref>[https://www.pro-iure-animalis.de/index.php/antinatalismus/articles/ist-der-vegetarismus-ein-antinatalismus.html] K. Akerma, ''Ist der Vegetarismus ein Antinatalismus?'', ''Pro iure animalis'', 24 March 2014. [http://akerma.de/Is%20Vegetarianism%20an%20Antinatalism.pdf] English translation.</ref><ref>[https://www.marieclaire.com/culture/a14751412]{{Pranala mati|date=Februari 2022 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }} V. Palley, ''This Extreme Sect of Vegans Thinks Your Baby Will Destroy the Planet'', 29 January 2018.</ref> Sikap ini sudah ada dalam [[Maniisme]] dan [[Katarisme]].<ref>K. Akerma, ''Antinatalismus...'' op. cit., p. 305.</ref> Kaum Katar mengartikan perintah "dilarang membunuh" sebagai terkait dengan [[mamalia]] dan [[burung]]. Mereka juga umumnya tidak akan makan [[daging]], [[susu]], dan [[telur]].<ref name="autoname1" />
 
=== Dampak lingkungan ===
Baris 222:
* sublimasi {{ndash}} memfokuskan kembali bagian-bagian tragis dalam hidup menjadi sesuatu yang kreatif atau bernilai, biasanya melalui konfrontasi estetis, demi mencapai katarsis. Kita berfokus pada aspek-aspek kehidupan yang bersifat imajiner, dramatis, herois, liris, atau lucu, agar kita dan orang lain dapat lari dari dampak realita yang sesungguhnya.
 
Zapffe menilai bahwa penyakit depresif biasanya merupakan suatu "pesan yang muncul dari pengertian yang lebih mendalam dan lebih langsung mengenai kehidupan; buah pahit dari yang didapat dari spontanitas pikiran".<ref name="autoname4" /> Ada beberapa penelitian yang mengonfirmasi hal ini; pendapat ini antara lain dapat ditilik melalui fenomena [[realisme depresif]]. Colin Feltham menulis bahwa antinatalisme adalah salah satu konsekuensi yang mungkin dari realisme depresif. <ref>C. Feltham, ''Keeping ourselves in the dark'', Charleston: Nine-Banded Book, 2015.</ref><ref>C. Feltham, ''Depressive Realism: Interdisciplinary perspectives'', London-New York: Routledge, 2016.</ref>
 
David Benatar mengutip banyak studi dan mendaftar tiga fenomena yang digambarkan oleh para psikolog. Ia berpendapat bahwa ketiga fenomena ini memiliki peranan dalam membuat pemahaman diri kita menjadi tidak dapat dipercaya:
Baris 282:
* [https://www.bbc.com/news/blogs-trending-49298720 ''Anti-natalists: The people who want you to stop having babies''],&nbsp;[[BBC News]], 13 Agustus 2019
* [https://www.theguardian.com/world/2019/nov/14/anti-natalists-childfree-population-climate-change ''I wish I'd never been born: the rise of the anti-natalists''], ''[[The Guardian]]'', 14 November 2019
 
[[Kategori:Antinatalisme |Antinatalisme ]]
[[Kategori:Bioetika]]
[[Kategori:Teori etika]]
[[Kategori:Filsafat biologi]]