Huma Talun: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Bot5958 (bicara | kontrib)
k Perbarui referensi situs berita Indonesia
 
(28 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Sedang ditulis}}'''Huma Talun''' adalah sistem pengelolaan [[Pertanian|pengelolaan pertanian]] yang masih diterapkan oleh [[masyarakat adat]] [[Suku Sunda]] [[Jawa Barat]].<ref name=":1">{{Cite web|url=https://id.scribd.com/document/360936704/Studi-Kasus-Kearifan-Lokal-Local-Wisdom-Masyarakat-Suku-Sunda-Dalam-Pengelolaan-Lingkungan-yang-Berkelanjutan-pdf|title=Studi Kasus Kearifan Lokal (Local Wisdom) Masyarakat Suku Sunda Dalam Pengelolaan Lingkungan yang Berkelanjutan.pdf|website=Scribd|language=id|access-date=2019-05-01}}</ref>. Beberapa yang masih menggunakan sistem Huma Talun ketika mengolah dan mengurus [[pertanian]] yaitu [[masyarakat adat]] [[Baduy]]<ref name=":1" />[[Cianjur, Cianjur|.]] Kata ''Huma'' berasal dari [[bahasa Sunda]] yang mempunyai arti [[Ladang|ladang]]. ''Talun'' memiliki arti [[kebun]] yang menghasilkan [[buah-buahan]] dengan usia [[pohon]] relatif harus tahan lama.<ref name=":6" /> Ada beberapa sebutan bagi jenis ''huma,'' menurut [[masyarakat]] [[Baduy]]. Huma yang sudah lama ditinggalkan hingga tumbuh semak disebut ''reuma,'' sedangkan huma yang baru saja ditinggalkan disebut ''jami.''<ref name=":1" />''.'' [[Masyarakat adat]] percaya bahwa konsep mengurus [[ladang]] sangat erat kaitannya dengan sikap dan perilaku [[manusia]]. [[Masyarakat adat]] fokus menanam [[padi]]. Alasannya karena [[padi]] merupakan [[simbol]] tanaman yang mulia. Proses mengolah tanah dengan konsep huma, dipercaya bisa memberikan kesuburan bagi [[tanah]] dan menghindari [[Erosi|erosi.]]. Dari proses pengelolaan [[pertanian]] dengan cara huma, juga merupakan bagian dari mitigasi bencana. [[Urang Kanekes|Orang Baduy]] sudah pandai memilih [[tanah]] agar [[tanah]] yang digunakan bukan lahan yang menyebabkan [[Tanah longsor|longsor]]. Selain memilih tanah, [[Orang Baduy]] juga membakar tanah untuk [[ladang]] dengan alasan agar menghindari [[kebakaran]].<ref name=":1" />[[Kebakaran|.]]
 
Sistem pertanian di Baduy tidak mengenal [[sawah]] dan [[cangkul]].<ref name=":3">{{Cite journal|last=Senoaji|first=Gung|title=Sistem Agroforestry Masyarakat Baduy di Banten Selatan|url=https://www.academia.edu/10061742/Sistem_Agroforestry_Masyarakat_Baduy_di_Banten_Selatan|language=en}}</ref> [[Masyarakat]] [[Baduy]] juga tidak menggunakan [[pupuk kimia]] dalam mengelola [[lahan]] pertanian.<ref name=":5" /> Mereka lebih suka memanfaatkan [[Jeruk|kulit jeruk]], [[Mengkudu|daun mengkudu]], dan [[Ayam peliharaan|kotoran ayam]] untuk dijadikan [[pupuk]].<ref name=":5" /> Alat yang digunakan dalam mengolah tanah di Baduy yaitu ''tugal,'' suatu alat yang berfungsi sebagai lubang tanam, yang memiliki panjang 1,5 meter.<ref name=":3" /> [[Tanaman]] utama yang ditanam masyarakat Baduy yaitu padi. Namun, selain padi ada juga yang ditanam seperti [[sayuran]], [[palawija]], dan [[Sengon|pohon sengon]].<ref name=":3" /> Aturan kepemilikan [[lahan]] [[tanah]] bisa dipindah tangankan kepada orang lain.<ref name=":4">{{Cite web|url=https://tirto.id/tapak-kaki-baduy-bw3E|title=Tapak Kaki Baduy|website=tirto.id|language=id|access-date=2019-05-01}}</ref> Aturan itu bisa berlaku apabila disetujui oleh pemilik sebelumnya, dan diatur dalam [[Musyarakah|musyawarah]] [[adat]].<ref name=":4" /> Dengan menggunakan teknik Huma Talun, hingga kini masyarakat Baduy tidak pernah mengalami [[Pangan|krisis pangan]].<ref name=":5">{{Cite web|url=https://tabloidsinartani.com/detail/indeks/pangan/2498-menengok-kearifan-pangan-masyarakat-baduy|title=Menengok Kearifan Pangan Masyarakat Baduy|website=Tabloid Sinar Tani|language=en|access-date=2019-05-01}}</ref> Aturan di [[Baduy]] sangat jelas, bahwa [[masyarakat]] tidak boleh menjual hasil [[panen]].<ref name=":5" /> [[Lumbung padi]] merupakan simbol kemakmuran bagi masyarakat Baduy.<ref name=":5" /> Jumlah lumbung padi di Baduy sebanyak 405 [[lumbung]], yang mampu menampung lima [[ton]] [[gabah]].<ref>{{Cite news|url=https://www.liputan6.com/regional/read/2490830/padi-huma-rahasia-ketahanan-pangan-suku-baduy|title=Padi Huma, Rahasia Ketahanan Pangan Suku Baduy|last=Liputan6.com|date=2016-04-23|work=[[Liputan6.com]]|language=id|access-date=2019-05-01|editor-last2=Mutiah|editor-first2=Dinny|editor-last=Ryandi|editor-first=Eko Dimas}}</ref>
 
== Perkembangan ==
Hingga abad ke-19, [[masyarakat]] di [[Jawa Barat]] bertani menggunakan konsep Talun, dengan cara bercocok tanam dengan berpindah-pindah.<ref name=":6">{{Cite web|url=http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=4&dn=20081008074204|title=MEMBANGUN KEMBALI KEARIFAN MASYARAKAT DALAM MENGELOLA SISTEM AGROFORESTRY TRADISIONAL TALUN DI JAWA BARAT DALAM UPAYA MEMBANTU PELESARIAN HUTAN|last=-|first=-|date=-|website=www.kabarindonesia.com|access-date=2019-05-01}}</ref> Namun semakin hari keadaan [[hutan]] semakin sempit, hingga hanya [[masyarakat]] tertentu yang melestarikan hutan tersebut. Masyarakat itu di antaranya, Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar di kawasan [[Gunung Halimun]], [[Sukabumi|Sukabumi Selatan]] dan [[Urang Kanekes|Masyarakat Baduy]] di kawasan [[Gunung Kendeng]], [[Banten|Banten Selatan]].<ref name=":6" /> Dari perkembangan tersebut, ada teori yang membedakan jenis Talun. '''Pertama''', ''Talun Permanen'' merupakan sistem pengolahan lahan yang tidak memiliki rotasi periodik setiap tahunnya.<ref name=":6" /> '''Kedua''', ''Talun Non-permanen'' merupakan sistem pengolahan lahan yang sering mengalami rotasi penanaman lahan.<ref name=":6" /> Dari perkembangannya yang sangat panjang, kini Huma Talung sangat terasa manfaatnya di antaranya dalam bidang [[ekonomi]]. Dari [[Ekonomi|bidang ekonomi]] bisa menghasilkan [[sayuran]], [[Industri|bahan industri]], [[Buah|buah-buahan]], [[kayu bakar]], hingga bahan bangunan.<ref name=":6" /> Namun bagi [[masyarakat]] [[Baduy]], hasil tersebut sudah cukup untuk keperluan memenuhi diri sendiri dan orang lain dan masih dengan prinsip tidak boleh menjual [[Pangan|hasil pangan]].<ref name=":6" />
 
== Jenis Huma ==
[[Suku Baduy|Masyarakat Baduy]] mengenal beberapa jenis huma, yaitu:
 
* ''Huma Serang'', yaitu lokasi ladang adat, sifatnya milik bersama dan terletak di [[Baduy Dalam]]. Daerah yang menjadi lokasi ''huma serang'' yaitu Cikeusik, Cikartawana, dan Cibeo.<ref name=":1" />. [[Ladang]] jenis ini pengelolaannya bisa digarap secara bersama-sama oleh [[Baduy|masyarakat Baduy]].<ref name=":2" /> Huma ini dianggap sakral, karena tujuannya untuk keperluan [[Tradisi|upacara adat]].<ref name=":2" />
* ''Huma Puun'', yaitu ladang khusus untuk Puun yang sedang menjabat. Puun adalah ketua yang dipercayakan di daerah tersebut. Letak ladang puun, berada sangat dekat dengan rumah Puun.<ref name=":1" />. Meskipun lahan ini milik Puun, tapi pengerjaannya dibantu oleh [[Masyarakat madani|masyarkat]]. Lokasinya terletak di Baduy Dalam, dan luasnya sebesar 2-3 kali luas ''Huma Tangtu''<ref name=":2">{{Cite web|url=http://lib.itenas.ac.id/kti/?p=1319|title=Makna Simbolik Huma (Ladang) di Masyarakat Baduy|date=2012-10-30|website=Itenas Library|language=en-US|access-date=2019-05-01}}</ref>''.''
 
* ''Huma Urang BaduyTangtu'', yaitumerupakan lahan[[ladang]] yang dikhususkan untuk keperluan [[masyarakat]].<ref [[Baduy|Baduyname=":1" Luar]]/> yangLuasnya mempunyaisekitar fungsi0,75- untuk keperluan1,5 [[keluargaHektare|hektar]].<ref name=":2" />.
*''Huma Puun'', yaitu ladang khusus untuk Puun yang sedang menjabat. Puun adalah ketua yang dipercayakan di daerah tersebut. Letak ladang puun, berada sangat dekat dengan rumah Puun<ref name=":1" />. Meskipun lahan ini milik Puun, tapi pengerjaannya dibantu oleh [[Masyarakat madani|masyarkat]]. Lokasinya terletak di Baduy Dalam, dan luasnya sebesar 2-3 kali luas ''Huma Tangtu''<ref name=":2">{{Cite web|url=http://lib.itenas.ac.id/kti/?p=1319|title=Makna Simbolik Huma (Ladang) di Masyarakat Baduy|date=2012-10-30|website=Itenas Library|language=en-US|access-date=2019-05-01}}</ref>''.''
* ''Huma Tuladan'', yaitu yang dikhususkan untuk keperluan [[Tradisi|upacara adat]].<ref name=":1" />.
 
* ''Huma TangtuPanamping'', merupakanyaitu [[ladang]] yang dikhususkan untuk keperluan [[masyarakat]]<ref name=":1"di />.daerah LuasnyaBaduy sekitar 0,75- 1,5 [[Hektare|hektar]]Panamping.<ref name=":21" />.
* ''Huma Urang Baduy'', yaitu lahan yang dikhususkan untuk [[masyarakat]] [[Baduy|Baduy Luar]] yang mempunyai fungsi untuk keperluan [[keluarga]].<ref name=":2" />
 
*''Huma Tuladan'', yaitu yang dikhususkan untuk keperluan [[Tradisi|upacara adat]]<ref name=":1" />.
 
*''Huma Panamping'', yaitu ladang untuk [[masyarakat]] di daerah Baduy Panamping<ref name=":1" />.
*''Huma Urang Baduy'', yaitu lahan yang dikhususkan untuk [[masyarakat]] [[Baduy|Baduy Luar]] yang mempunyai fungsi untuk keperluan [[keluarga]]<ref name=":2" />.
 
== Pengelolaan Tanah ==
Ketika memilih [[lahan]] untuk dijadikan [[ladang]], ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Hal yang harus diperhatikan itu yaitu, [[Tanah|jenis tanah]], [[Humus|kandungan humus]], dan kemiringan lereng. '''Pertama''' mengenai [[Tanah|jenis tanah]], hal ini bisa dilihat berdasarkan [[warna]], [[Air|kandungan air]], dan [[udara]].<ref name=":1" />. '''Kedua''', mengenai [[Tanah|warna tanah]]. Warna tanah dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu ''taneuh hideung'' (tanah hitam), ''taneuh bodas'' (tanah putih), dan ''taneuh beureum'' (tanah merah).<ref name=":1" />. '''Ketiga''', jenis [[tanah]] berdasarkan [[Air|kandungan air]] dan [[Udara|udaranyaudara]]nya terbagi menjadi dua yaitu, ''taneuh bear'' (tanah gembur) dan ''taneuh liket'' (tanah lengket).<ref name=":1" />. '''Keempat''', jenis tanah berdasarkan [[Batu|kandungan batunya]] terbagi menjadi dua, yaitu ''taneuh karang'' (tanah yang memiliki kandungan batu) dan ''taneuh teu aya batuan'' (tanah yang tidak memiliki batu).<ref name=":1" />.
 
== Tahapan ==
Dalam mengelola huma, ada beberapa tahapan yang harus secara rinci dilaksanakan secara turun-temurun. Sifatnya tidak boleh dihilangkan, harus secara urut dan tidak boleh diacak. Selalu ada [[Tradisi|upacara adat]] disetiap tahapannya. Hal dasar yang menjadi pantrangan ketika melaksanakan huma yaitu, [[Rokok|merokok]], [[kentut]], [[meludah]], berkata kasar, untuk [[laki-laki]] wajib menggunakan [[iket]] dan [[perempuan]] mengenakan [[kebaya]]. Tahapannya adalah sebagai berikut:
 
'''''Narawas,''''' adalah proses pembukaan [[lahan]] dan suatu tanda bahwa proses huma akan dimulai. ''Narawas'' merupakan kegiatan pembukaan huma yang telah lama ditinggalkan. Kondisi huma pada tahapan ''Narawas'' dipenuhi dengan [[rumput]] yang lebat serta [[pohon]] yang tumbuh sangat besar. Pelaksanaan ''Narawas'' dilaksanakan pada [[bulan Sapar]] atau hari pertama dalam penanggalan [[Baduy|Baduy.]]. Waktu pelaksanaan dari [[Pagi|pagi hari]] hingga [[Siang|siang hari]], atau sesuai arahan [[Adat|ketua adat]] ketika [[musyawarah]]. Tempat pelaksanaan dilakukan di ''huma serang''. Tempat ini tidak bisa dipindahkan atau diganti. Ketua yang memipin pelaksanaan ''Narawas'' disebut ''Girang Seurat.'' Ketua ini ditetapkan langsung oleh ''Puun.'' Pelaksanaan ''Narawas'' dimulai dengan [[Doa|pembacaan doa]], acara kedua yaitu membersihkan huma yang sudah lama ditinggalkan dengan cara [[Rumput|memotong rumput]] dan [[Pohon|ranting pohon]] yang lebat.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Satriadi|first=Yudi Putu|date=2015-09-01|title=HUMA ORANG BADUY DALAM PEMBENTUKAN SIKAP SWASEMBADA PANGAN|url=http://ejurnalpatanjala.kemdikbud.go.id/patanjala/index.php/patanjala/article/view/119|journal=Patanjala : Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya|language=ID|volume=7|issue=3|pages=559–574|doi=10.30959/patanjala.v7i3.119|issn=2598-1242}}</ref>.
 
'''''Nyacar''','' merupakan kegiatan kedua yang dilaksanakan setelah ''Narawas''. ''Nyacar'' berasal dari [[bahasa Sunda]] yang berarti ''memotong.'' Kegiatan memotong di sini kelanjutan dari kegiatan membersihkan [[ladang]] ditahap awal. Tujuannya agar [[Dahana|dahan]] yang semula panjang, setelah dibersihkan pada tahap ini bisa bersih dan mengering. Sebelum melakukan kegiatan ''Nyacar,'' harus mempersiapkan [[kemenyan]] dan [[sesajen]] karena akan digunakan sebagai [[media]] dalam [[Tradisi|upacara]] ini.<ref name=":0" />.
 
'''''Nukuh,''''' merupakan kegiatan ketiga dari runtuyan kegiatan [[Ladang|pengelolaan ladang]]. ''Nukuh'' berasal dari [[bahasa Sunda]] yang berarti menebang pohon. Tujuan dari kegiatan ini yaitu, menebang pohon agar [[sinar matahari]] bisa memberi asupan untuk [[tanaman]] yang akan ditanam. Ketua yag memimpin kegiatan ini adalah ''Puun''. Persiapan yang dilakukan yaitu [[Golok|menyiapkan golok]] dan [[sesajen]]. [[Sesajen]] yang harus disiapkan berupa [[telur ayam]], [[Pisau|pisau kecil]], [[Nasi|nasi ''congcot'']]'','' [[Kafan|kain kafan]], dan [[kemenyan]]. [[Sesajen]] ini diletakan di sudut huma, lalu ''Puun'' [[Mantra|membacakan mantra]]. Setelah ''Puun'' selesai [[Mantra|membacakan mantra]], [[Urang Kanekes|masyarakat Baduy]] lalu memulai untuk menebang [[pohon]] dengan [[golok]] yang telah dipersiapkan.<ref name=":0" />.
 
'''''Ngahuru,''''' berasal dari [[bahasa Sunda]] yang memiliki arti [[membakar]]. [[Sampah]] dari hasil memotong [[pohon]] dan [[rumput]] dibakar. Pelaksanaan pembakaran dilaksanakan apabila [[pohon]] dan ranting sudah kering. Bila dihitung dari kegiatan ''Nukuh'' sekitar 15 hari setelah itu. Kegiatan ini dipimpin oleh ''Puun''. Proses awal ''Ngahuru'' yaitu [[Mantra|pembacaan mantra]] oleh ''Puun'' di sudut huma. Setelah [[Mantra|pembacaan mantra]], ranting dan [[pohon]] [[Membakar|dibakar]].<ref name=":0" />.
 
'''''Ngaseuk''','' adalah penanaman [[benih]] [[padi]]. Pada bagian ini pelaksanaan dilaksanakan di ''leuit'' atau tempat penyimpanan [[padi]]. ''Ngaseuk'' dilakukan di [[sore]] hari. Persiapan yang dilakukan yaitu membuat [[sesajen]]. Isiya berupa [[jeruk nipis]], [[minyak wangi]], dan [[jawer kotok]].<ref name=":0" />.
 
'''''Ngirab sawan''','' berasal dari dua kata yaitu ''ngirab'' dan ''sawan. Ngirab'' mempunyai arti menghadang, dan ''Sawan'' mempunyai arti [[Hama|hama.]]. Kegiatan inti dari ''Ngirab sawan'' yaitu membasmi [[hama]] agar pertumbuhan [[tanaman]] tidak terhambat. Isi kegiatannya adalah memberi [[ramuan]] alami yang berasal dari [[Daun|dedaunan]] serta dianggap memiliki khasiat menyuburkan [[tanah]]. Pelaksanaan ''Ngirab sawan'' dilaksanakan pada saat [[padi]] berumur 40 hari, terhitung sejak [[benih]] [[padi]] ditanam. Sesuai dengan perhitungan, pada di 40 hari usia [[padi]] akan mengeluarkan pucuk.<ref name=":0" />.
 
Sebelum pelaksanaan, [[masyarakat]] harus membuat [[ramuan]] dengan bahan [[Daun|dedaunan]]. Selain itu, harus mempersiapkan perlengkapan [[Tradisi|upacara adat]] untuk ''Ngirab sawan.'' [[Ramuan]] itu terbuat dari [[Hanjuang|daun hanjuang]], [[Kelapa|kelapa hijau]], [[jeruk nipis]], ''areuy beureum,'' daun ''seel,'' [[lengkuas]] yang tercampur dengan [[abu]] dapur. Selain [[ramuan]], ada juga [[sesajen]] yang terdiri dari [[Telur ayam|telur ayam,]], [[Nasi|nasi ''congcot'']]'','' [[sirih]], [[kemenyan]], dan [[Bunga Rampai|bunga rampai]]<ref name=":0" />[[Bunga Rampai|.]]
 
Ketua yang meminpin kegiatan ini yaitu ''Girang Seurat.'' Tahapa pelaksanaan ''Ngirab sawan'' yaitu:
 
* ''Girang Seurat'' membacakan [[mantra]] di sudut huma.<ref name=":0" />.
* ''Girang Seurat'' menaburkan [[ramuan]] yang telah diolah. [[Ramuan]] ditaburkan ke [[Padi|daun padi]].<ref name=":0" />.
 
'''''Mipit''''' memiliki arti mememetik. [[Padi]] yang sudah ditanam akhirnya dituai.<ref name=":0" />. Tanda [[Padi|pad]]<nowiki/>i bisa dipetik yaitu warnanya menguning. Memanen padi harus dimulai dari ''pungpuhunan.'' Setelah itu, baru [[padi]] di bagian ''huma serang'' bisa dipanen. Acara ''mipit'' dipimpin oleh ''Girang Seurat.'' Tahap persiapan sebelum ''mipit'' yaitu melaksanakan acara ''ngukus'' yang dilaksanakan tiga hari sebelumnya. Acara ''ngukus'' yaitu [[membakar]] [[kemenyan]] dan persembahan [[sesajen]] yang terdiri dari [[sirih]], [[Nasi|nasi ''congcot'']]'','' [[Bunga Rampai|bunga rampai]], [[telur ayam]], [[Kafan|kain kafan]], dan [[Pisau|pisau kecil]]. Kegiatan ini dilaksanakan di huma ''pungpuhunan.'' Tahapan ''mipit'' terdiri dari:
 
* ''Girang Seurat'' [[Doa|membacakan doa]].<ref name=":0" />.
 
* ''Girang Seurat'' memetik [[padi]] di ''pungpuhunan'' dengan menggunakan ''ani-ani''<ref name=":0" />''.''
'''''Mipit''''' memiliki arti mememetik. [[Padi]] yang sudah ditanam akhirnya dituai<ref name=":0" />. Tanda [[Padi|pad]]<nowiki/>i bisa dipetik yaitu warnanya menguning. Memanen padi harus dimulai dari ''pungpuhunan.'' Setelah itu, baru [[padi]] di bagian ''huma serang'' bisa dipanen. Acara ''mipit'' dipimpin oleh ''Girang Seurat.'' Tahap persiapan sebelum ''mipit'' yaitu melaksanakan acara ''ngukus'' yang dilaksanakan tiga hari sebelumnya. Acara ''ngukus'' yaitu [[membakar]] [[kemenyan]] dan persembahan [[sesajen]] yang terdiri dari [[sirih]], [[Nasi|nasi ''congcot'']]'','' [[Bunga Rampai|bunga rampai]], [[telur ayam]], [[Kafan|kain kafan]], dan [[Pisau|pisau kecil]]. Kegiatan ini dilaksanakan di huma ''pungpuhunan.'' Tahapan ''mipit'' terdiri dari:
 
*''Girang Seurat'' [[Doa|membacakan doa]]<ref name=":0" />.
*''Girang Seurat'' memetik [[padi]] di ''pungpuhunan'' dengan menggunakan ''ani-ani''<ref name=":0" />''.''
* Istri ''Girang Seurat'' menyimpan hasil petikan padi di ''dangau huma''<ref name=":0" />''.''
 
'''''Dibuat,''''' adalah kegiatan memetik [[padi]] yang lokasinya di ''huma serang.'' Pada saat memetik, tidak boleh membuat padi itu terjatuh ke [[tanah]]. Upacara dipimpin oleh ''Girang Seurat.'' Perlengkapan yang diperlukan pada acara ''dibuat,'' sama dengan prosesi ''mipit.'' Setelah acara ''dibuat'' selesai, para [[perempuan]] [[Baduy]] bertugas untuk menuai padi dengan menggunakan ''ani-ani''<ref name=":0" />''.''
 
'''''Nganyaran''''' berasal dari [[bahasa Sunda]] yaitu ''anyar'' atau baru. ''Ngayaran'' merupakan kegiatan memberikan tanda bagi [[padi]] yang baru saja [[Panen|dipanen]] menjadi [[beras]].<ref name=":0" />. Pelaksanaan ''Ngayaran'' dilaksanakan ketika padi sudah menjadi kering. Setelah kering, padi tersebut ditumbuk dengan mengguakan alat tradisional yaitu ''lisung'' dan ''alu.'' Pelaksanaan dilakukan di ''saung lisung'' dan tidak boleh dipindahkan ke tempar lain. Pelaksanaan dilakukan oleh lima orang [[perempuan]] yang terdiri dari ''Istri Ketua Adat, Istri Girang Seurat, Istri Pelaksana Upacara, Istri Jaro Tangtum Istri Baresan'', dan ''Istri Puun Pareman''<ref name=":0" />''.''
 
Perlengkapan yang diperlukan dalam acara ini yaitu, [[padi]] berjumlah lima ikat yang menjadi objek untuk ditumbuk, ''lisung'' dan ''alu'' digunakan sebagai alat untuk menumbuk padi, ''niru'' merupakan alat untuk membersihkan [[padi]] yang sudah ditumbuk, ''bakul'' merupakan alat untuk menyimpan hasil tumbukan, kain putih berfungsi sebagai penutup bakul, dan kain putih yang diletakkan di atas kain putih yang menutupi bakul.<ref name=":0" />.
 
Runtuyan kegiatan ngayaran adalah sebagai berikut:
 
# Memulai kegiatan dengan [[Mantra|manteramantra]] dan posisi padi sudah berada di dalam lisung.<ref name=":0" />.
# ''Alu'' yang akan digunakan sebagai alat untuk menumbuk, diusap terlebih dahulu dengan air ludah.<ref name=":0" />.
# Lima perempuan istri dari sesepuh adat memulai untuk menumbuk [[padi]], dengan catatan tidak boleh sambil bercanda dan mengobrol.<ref name=":0" />.
# Padi yang sudah ditumbuk menghasilkan [[beras]] yang sehat. Setelah itu, menyimpan [[beras]] di dalam bakul yang harus ditutupi kain putih lalu letakkan minyak wangi di atasnya.<ref name=":0" />.
# Setelah selesai, bakul tersebut disimpan di rumah ''Girang Seurat''<ref name=":0" />''.''
# Beberapa bagian dari beras dimasak terlebih dahulu menjadi nasih tumpeng, setelah selesai diolah nasi tumpeng tersebut dibacakan [[mantra]].<ref name=":0" />.
# Nasi tumpeng yang sudah diberi [[mantra]] dibagikan kepada warga yang hadir untuk dimakan secara bersama.
# Acara diakhiri dengan makan sirih secara bersama-sama.<ref name=":0" />.
 
[[Beras]] yang telah [[Panen|dipanen]] disimpan di Balai. Sebagian lagi dibagikan ke [[masyarakat]], warga tidak boleh mengambil beras sebelum habis. Upacara ''Nganyaran'' merupakan bentuk syukur kepada [[Tuhan Yang Maha Esa]] atas berkah [[panen]] yang diterima.<ref name=":0" />.
 
== Pemeliharaan ==
Dalam proses ''huma,'' sering terjadi gangguan dalam hal mengurus [[tanaman]]. Salah satu musuh besar ketika menggarap huma yaitu tanaman liar yang tumbuh di [[ladang]]. [[Masyarakat]] [[Baduy]] biasa menggunakan alat tradisional yang disebut ''kored.'' Kegiatan pembersihan huma disebut ''ngored''<ref name=":3" />''.'' Kegiatan pembersihan ini dilakukan 2 hingga 3 kali selama membuka huma sesuai kondisi lahan. Ketika pembersihan pertama dilakukan dinamakan ''ngored munggaran,'' kondisi dimana tanaman di huma berusia satu setengah bulan.<ref name=":3" /> Kegiatan pembersihan selanjutya dinamakan ''ngored ngarambas,'' yang dilakukan saat [[tanaman]] berusia 3 bulan. Bila terdapat tanaman yang terkena [[hama]], [[masyarakat]] melakukan kegiatan ''ngubaran pare'' atau mengobati padi. Cara yang digunakan dengan cara menaburkan [[ramuan]] khusus yang dibuat secara alami dari [[Daun|dedaunan]].<ref name=":3" />
 
== Mitos Padi ==
Penghargaan kepada [[Padi|tanaman padi]] erat kaitannya dengan [[mitos]] [[padi]]. [[Masyarakat]] [[Jawa Barat]] percaya bahwa [[Padi|tanaman padi]] merupakan perwujudan dari Nyi Sri atau Nyi Pohaci Sanghyang Asri atau Dewi Padi.<ref name=":1" />. Jenis penghormatan itu dimulai dari tahap mengurus [[ladang]], [[panen]], hingga padi bisa menjadi [[beras]]. Sosok Nyi Pohaci Sanghyang Asri atau Dewi Padi sudah ada dan didokumentasikan dalam [[naskah]] [[Wawacan Sulanjana]]. [[Naskah]] itu bercerita, bahwa asal-usul padi berasal dari seorang Dewi yang sangat mulia bagi tokoh-tokoh yang dianggap mulia pula. Tokoh-tokoh yang dianggap mulia itu di antaranya [[Batara Guru]], [[Sri Baduga Maharaja|Prabu Siliwangi]], dan [[Semar]]. Hingga kini, [[mitos]] mengenai Dewi Padi telah menjadi [[kearifan lokal]] dan harus tetap dilestarikan.<ref name=":1" />.
 
== Referensi ==
{{reflist}}
 
[[Kategori:Bahasa Badui]]
[[Kategori:Pertanian di Indonesia]]
[[Kategori:Pertanian menurut jenis]]
[[Kategori:Tradisi Indonesia]]
[[Kategori:Budaya Sunda]]
 
{{Tradisi-stub}}