Pengadilan Tinggi Agama Makassar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ptamakassar (bicara | kontrib)
Bot5958 (bicara | kontrib)
k WPCleaner v2.05b - Perbaikan untuk PW:CW (Subjudul dengan bold)
 
Baris 24:
'''Pengadilan Tinggi Agama Makassar''' (disingkat '''PTA Makassar''') adalah Lembaga Peradilan tingkat banding yang berwenang mengadili perkara yang menjadi kewenangan [[Pengadilan Agama]] dalam tingkat banding di wilayah hukum [[Provinsi Sulawesi Selatan]] dan [[Provinsi Sulawesi Barat]].
 
== '''Sejarah Pengadilan Tinggi Agama Makassar''' ==
 
=== '''A. Dasar Hukum''' ===
Sebelum dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 (L.N. Tahun 1957 Nomor 79) Pengadilan Tinggi Agama Makassar yang dahulu disebut Pengadilan Agama/ Mahkamah Syari’ah Propinsi, tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan, sehingga antara satu wilayah Pengadilan Agama/ Mahkamah Syari’ah dan wilayah lainnya berbeda dan tidak mencerminkan eksistensi peradilan yang seragam dan mandiri.
 
Baris 39:
Selanjutnya pada tahun 2018 berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 13 Tahun 2016, Pengadilan Agama Belopa, Pengadilan Agama Pasangkayu dan Pengadilan Agama Malili dibentuk sehingga Pengadilan Tinggi Agama Makassar yurisdiksinya kembali bertambah menjadi mewilayahi 27 Pengadilan Agama yang sebelumnya hanya 24 Pengadilan Agama.
 
=== '''B. Sejarah Pembentukan''' ===
 
# Masa Sebelum Penjajahan Pada pemerintahan Raja Gowa III (1637-1653) yang bernama Sultan Malikus Saleh dibentuk semacam Pengadilan Tinggi Agama, dimana kepalanya diberi gelar Parewa Syara’ (Pejabat Syari’at) dan bawahannya disebut IMAM dan dibantu oleh seorang Khatib dan seorang Bilal. Pada tahun 1611 Kerajaan Bone menerima agama Islam sebagai agama resmi dan Raja adalah penghulu tertinggi (Syaikhul Islam). Parewa Syara’ bertugas sebagai aparat pelayanan bagi masyarakat Islam, seperti pelaksanaan ibadat, upacara keagamaan , pembinaan dan perawatan bangunan keagamaan, melayani upacara pernikahan, kematian dan menyelesaikan perkara-perkara kewarisan. Parewa Syara’ mendapat nafkah dari zakat fitrah, zakat harta , sedekah Iedul Fitri dan Iedul Adha, penyelenggaraan mayat, kenduri kerajaan dan pernikahan.