Dewa Agung: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Angayubagia (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
k Perbaikan untuk PW:CW (Fokus: Minor/komestika; 1, 48, 64) + genfixes |
||
(2 revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan) | |||
Baris 2:
'''Dewa Agung''' atau '''Deva Agung''' adalah gelar raja-raja [[Klungkung]], yang paling terkemuka di antara sembilan kerajaan [[Bali]], [[Indonesia]]. Gelar ini juga diberikan kepada anggota dinasti berpangkat tinggi lainnya. Istilah Dewa berarti "dewa" dan juga merupakan sebutan umum untuk anggota [[kasta]] [[ksatria]]. Agung diterjemahkan sebagai "tinggi" atau "hebat". Secara harafiah, gelar itu berarti Tuhan yang Agung.<ref>M.J. Wiener (1995), ''Visible and invisible realms; Power, magic, and colonial conquest in Bali''. Chicago: University of Chicago Press, hlm.22.</ref>
[[Berkas:
Para penguasa [[Kerajaan Gelgel|Gelgel]], yang mengklaim kekuasaan atas seluruh Bali dan wilayah sekitarnya hingga akhir abad ke-17, biasanya dikenal dengan gelar kerajaan [[Dalem (Raja)|Dalem]], secara harfiah berarti "di dalam". Setelah tahun 1686, keturunan garis Gelgel lama tinggal di [[Istana Klungkung]], beberapa kilometer di utara Gelgel, dan mengambil gelar baru. Otoritas langsung mereka meliputi wilayah yang agak kecil di sekitar istana, dan pulau terdekat [[Nusa Penida]]. Mereka diakui oleh penguasa Bali lainnya memiliki posisi ritual yang didahulukan, meskipun kemampuan mereka untuk memaksakan kehendak mereka pada delapan raja lainnya terbatas.<ref>A. Vickers (1989), ''Bali; A paradise created''. Ringwood: Penguin, hlm.58.</ref> Landasan penting dalam otoritas garis Dewa Agung adalah kepemilikan benda-benda [[pusaka]] yang diduga mengandung kemampuan magis.
Sebuah kontrak dengan [[Hindia Timur Belanda]] ditandatangani pada tahun 1843, dan konon menempatkan Klungkung di bawah kekuasaan [[
[[Berkas:
Dewa Agung terakhir kehilangan nyawanya dalam apa yang disebut [[puputan]] di [[Istana Klungkung]] pada tanggal 28 April 1908 selama [[intervensi Belanda di Bali (1908)]]. Ini adalah serangan bunuh diri yang sarat ritual oleh dinasti dan pengikut mereka terhadap detasemen pasukan kolonial Belanda yang bersenjata lengkahlm.Pada akhirnya hampir dua ratus orang Bali terbunuh oleh peluru Belanda atau dengan tangan mereka sendiri.<ref>M.J. Wiener (1995), hlm.3-4; H. Schulte Nordholt (1996), ''The spell of power; A history of Balinese politics 1650-1940''. Leiden: KITLV Press, phlm.210-6.</ref>
Baris 18:
*Dewa Agung Jambe I 1686-c. 1722 (keturunan dari dinasti Gelgel)
*Dewa Agung Gede atau Surawirya c. 1722-1736 (putra)
*Dewa Agung
*Dewa Agung Sakti akhir abad ke-18 (putra)
*Dewa Agung Putra I akhir abad 18-1809 (putra)
|