Kerapatan Gereja Protestan Minahasa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
LaninBot (bicara | kontrib)
k analisa → analisis
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.2
 
(23 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 5:
|caption = Logo KGPM
|main_classification = [[Protestan]]
|leader = [[Ketua Umum]] Gbl. FetrisiaFrancky Y. Alling, M.ThLonda.
|founded_date = [[29 Oktober]] [[1933]]
|founded_place = [[Manado]], [[Sulawesi Utara]]
Baris 21:
'''Gereja Protestan Minahasa''' atau '''Kerapatan Gereja Protestan Minahasa''' (disingkat '''KGPM''') adalah kelompok [[gereja]] [[Kristen]] [[Protestan]] di [[Indonesia]], yang berkantor pusat di Jl. 5 September No. 6, [[Manado]], [[Sulawesi Utara]].
 
== Sejarah ==
== Kerapatan Gereja Protestan Minahasa ==
[[KGPM]] lahir sebagai bentuk kesaksian kepada [[Indische Kerk]] yang dinilai hadir sebagai alat untuk mengukuhkan dominasi pemerintahan penjajah di [[Indonesia]]. Didorong oleh rasa nasionalisme yang kuat, maka pada [[25 Maret]] [[1933]] dalam suatu rapat di Manado, diputuskan untuk mendirikan satu sinode gereja dengan nama Kerapatan Gereja Protestan Minahasa. Pengurus yang terpilih pertama kali pada waktu itu adalah J. Jacobus (ketua), Z. Talumepa (wakil ketua), [[B. W. Lapian]] (Sekretaris), dan N. B. Pandean (Bendahara). Kemudian, KGPM melepaskan diri dari Indische Kerk pada [[29 Oktober]] [[1933]] dan sejak itu menyatakan diri sebagai gereja yang berdiri sendiri.
 
=== Situasi Yang Mempengaruhi Berdirinya KGPM ===
Perjalanan Sejarah
Muncul dan berdirinya KGPM pada tahun 1933, sebagai satu gereja di [[Minahasa]], merupakan jawaban atas berbagai masalah yang ada pada Gereja Negara (Indische Kerk) yang menguasai kehidupan kerohanian jemaat-jemaat protestan sejak permulaan abad ke-19 sampai dengan permulaan abad ke-20. Namun, kelahiran KGPM itu tidaklah secara tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses perjuangan yang cukup lama dengan dasar dan latar belakang yang kuat seperti: kepincangan/kelemahan Indishe Kerk (aspek gerejawi/rohani), kepincangan social dan situasi perjuangan bangsa Indonesia ketika itu (aspek politik).
 
Berbagai kelemahan dan kepincangan itu dihayati oleh jemaat-jemaat dan kemudian sadar, bahwa hal-hal itu harus diatasi. Lahirlah gagasan untuk memperbaiki dan mengadakan perubahan atas cara kerja Indische Kerk yng mana usah-usaha itu pada puncaknya ditandai dengan berdirinya KGPM, sebagai gereja yang berusaha berbuat untuk mengikis segala kepincangan yang dialami dlam kehidupan gereja. Itulah yang kemudian dilakukan KGPM kemudian dengan berusaha menumbuhkan dan mengembangkan sikap serta nilai yang bertentangan dengan apa yang berkembang dalam Indische Kerk.
Gereja [["Wale Pinaesaan E Wakan”]]
 
Sesungguhnya, apa yang dilakukan KGPM adalah ingin mengembalikan gereja pada misinya, yakni mewujudkan karya penyelamatan umat-Nya dan bukan sebaliknya, gereja dengan birokrasinya berlaku sebagai lembaga pemerintah yang menindas dan membelenggu kemerdekaan jemaat-jemaat dalam sikap dan bertindak dengan penuh percaya diri dalam beribadah.
 
Perjuangan nasional seperti berdirinya [[Budi Utomo]] pada [[20 Mei]] [[1908]] yang diikuti munculnya organisasi politik, kepemudaan maupun keagamaan yang tujuannya untuk mencapai kemerdekaan seperti [[Serikat Islam]] (1912), [[PNI]] (1927) ikut juga memberi motivasi bagi keinginan untuk mendirikan sebuah gereja yang benar-benar merdeka baik oleh orang-orang Minahasa maupun orang Minahasa yang berada di luar daerah seperti [[Rukun Minahasa]] yang berdiri di [[Semarang]] dengan tujuannya untuk mempertinggi tingkat kehidupan rakyat Minahasa, terutama menyokong pengajaran dan pendidikan serta memajukan ekonomi rakyat.
Bab 1. Pendahuluan.
 
Pada tahun 1927 Rukun Minahasa ini pecah menjadi dua bagian. Pertama, kelompok orang Minahasa yang berstatus militer di bawah pimpinan [[J. H. Pangemanan]]. Kedua, kelompok sipil orang Minahasa dengan nama [[Persatuan Minahasa]] dipimpin oleh [[Sam Ratulangi|GSSJ. Ratulangi]]. Pada tahun 1928 Persatuan Minahasa menyatakan menuju Indonesia Merdeka.
A. Pokok – Pokok Pemikiran Penyusunan Sejarah.
 
Perkembangan perjuangan pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia, jelas sangat mempengaruhi kehidupan gerejawi, khususnya Indische Kerk yang pada saat itu beruntung mendapatkan sorotan dan kecaman dari berbagai pihak yang berhasrat untuk memperbaiki gereja serta diperkuat oleh semangat bangsa Indonesia yang ingin merebut kemerdekaan. Bahkan, berkeinginan mendirikan gereja yang merdeka, dalam konteks wawasan nasional terlepas dari ikatan gereja protestan.
1. Setiap warga Jemaat Wakan sudah tentu sependapat bahwa berdirinya sidang Jemaat Wale Pinaesaan E Wakan perlu penulisan sejarahnya. Suatu kenyataan yang menyedihkan bahwa sejak berdirinya Tahun 1933 hingga sekarang ini belum ada tulisan lengkap mengenai tulisan sejarah Gereja Merdeka Berdiri Sendiri yang dicanangkan pertama - tama di Wakan dengan nama Wale Pinaesaan E Wakan. Hal ini telah mengakibatkan kurangnya kecintaan generasi penerus terhadap sejarah Gereja dan Perjuangan, suka duka dan faktor – faktor keberhasilannya yang dialami oleh para perintis pendiri Wale Pinaesaan E Wakan sejak tahun 1926 – 1933.
 
Dalam mencermati situasi dan perkembangan perjuangan bangsa Indonesia, kaum nasionalis Minahasa dapat memberikan penilaian, bahwa:
2. Hal ini perlu secepat mungkin diatasi agar tidak terjadi keadaan tragis yang kita tidak inginkan yaitu bahwa Sidang Wale Pinaesaan E Wakan sebagai Gereja Otonom Merdeka Pertama di Minahasa yang Didirikan dan di Proklamasikan di Wakan pada tanggal 1 Oktober 1933 akan tinggal nama saja tanpa makna.
# Terlambatnya perwujudan kemerdekaan Indonesia itu disebabkan oleh sangat tipisnya rasa kebangsaan dari sebagian rakyat Minahasa. Hal itu disebabkan mental kolonial sudah begitu tebal, akibat pembinaan secara teratur melalui gereja protestan (Indische Kerk).
# Perjuangan kemerdekaan bangsa dan tanah air harus simultan dengan perjuangan memperoleh kemerdekaan rohani. Karena itu perlu diusahakan lebih dahul kemerdekaan rohaniah kemudian dibina kemerdekaan tanah air di kalangan masyarakat.
# Perjuangan memperoleh kemerdekaan dapat pula dilaksanakan melalui lembaga gereja, sebab dari pengalaman selama itu,pihak pmerintah kolonial telah menyalahgunakan tugas gereja, yakni dengan menjadikan gereja sebagai tempat tutupan kepentingan politik kolonial
# Perlu diadakan usaha pembinaan mental, dar mental kolonial ke mental nasional melaluian lembaga gereja yang merdeka dan berwawasan nasional terlepas sama sekali dari Indische Kerk.
 
==== Usaha Mendirikan Gereja Otonom ====
3. Nasib Gereja kita selanjutnya berada ditangan generasi muda yang beriman. Akan merupakan dosa yang melekat pada generasi penerus apabila tidak berusaha memiliki karya penulisan sejarah yang dapat mengungkapkan keberhasilan dan menghayati perjuangan masyarakat dan Jemaat Wakan mencanangkan tonggak berdirinya Gereja Minahasa Merdeka Pertama di Wakan bahkan yang kemudian bertumbuh dan berkembang menjadi Gereja Nasional Pertama Berdiri Sendiri / Otonomi Sidang yang dikenal sebagai Kerapatan Gereja Protestan Minahasa ( KGPM ) Pertama di Minahasa yang Diproklamasika tanggal 29 Oktober 1933 di Wakan. Berdirinya Gereja Minahasa Merdeka Pertama yang terjadi di Wakan adalah merupakan Perjuangan yang heroik yang mempunyai nilai yang sangat berharga yang harus dijunjung tinggi oleh seluruh warga Jemaat Wale Pinaesaan E Wakan khususnya dan KGPM pada umumnya.
===== Lambertus Mangindaan =====
Usaha perintisan mendirikan gereja otonom dimulai dari [[Dominggus Lambertus Mangindaan]] (asal Pondang, Minahasa Selatan). Pada tahun 1858 dia selesai menempuh pendidikan teologia I [[Rotterdam]] Negeri [[Belanda]]. Dia membawa dua ijazah yaitu Hoofdacte(ijazah kepala sekolah) dan Domine (pendeta). Dia dikirim belajar ke Rotterdam tahun 1848 oleh Zendeling CT Herman yang bertugas di [[Amurang]]. Setelah kembali dia sebagai utusan Injil NZG. Diangkat oleh Indische Kerk sebagai pendeta di [[Tikala]], Manado dan wakil Predikant Manado.
 
Pada khotbah awalnya, Lambertus Mangindaan sudah mengumandangkan Gereja Minahasa berdiri sendiri dengan alasan tertulis dalam Alkitab Yohanes 9:5, 8:12, 12:36, yaitu Yesus Kristus Terang Dunia. Usaha ini terus diperjuangkannya. Dia mendapat simpati dari Zendeling HJ Tendelo di Amurang (1857-1862), AC Schaafmn Langowan (1860-1870), JAT Schwarz di Sonder (1866-1905) dan CJ Van de Lufde di Amurang (1861-1898).
B. Maksud Dan Tujuan Penyusunan Sejarah.
 
Aksinya ini membuat dia diberhentikan dari jabatannya dengan alasan:
Penyusunan sejarah berdirinya Jemaat Wale Pinaesaan E Wakan dimaksudkan untuk :
# Ia pribumi, dianggap lebih rendah dengan petugas bangsa Belanda.
# Ia diprotes menjadi wakil Predikant di [[Manado]].
# Ia berjuang untuk mendirikan Gereja Minahasa berdiri sendiri. Tidak disetujui oleh petugas Gereja di [[Eropa]] dan dianggap tidak layak memberitakan injil pada suku bangsanya.
 
===== Joel Walintukan dan Wellem Sumampouw =====
A. Memberikan informasi dasar pegangan bagi seluruh warga masyarakat Wakan untuk mengetahui sejarah Gereja tersebut yang ditahbiskan pada 1 Oktober 1933 dengan nama Wale Pinaesaan E Wakan.
[[Joel Walintukan]] berasal dari [[Wuwuk]] dan Amurang (Minahasa Selatan) adalah seorang guru Kweekschool NZG di [[Tanawangko]]. Pada tahun 1886 dipindahkan ke [[Kuranga]], [[Tomohon]]. Dia menentang penyerahan jemaat-jemaat ke Indische Kerk dan berjuang mendirikan Gereja Minahasa Berdiri Sendiri. Dalam perjuangannya dia dibantu oleh Willem Sumampouw (Tonsea Lama) yang ada guru pertukangan di Kweekschool dan pengikutnya para guru NZG yang merangkap sebagai guru jemaat. Karena tindakannya, maka dia diberhentikan pada tahu 1890 dan digantikan oleh AM Pangkey (Kawangkoan Bawah) yang ketika itu menjabat sebagai Kepala Sekolah di Pondang Amurang. Setelah Joel Walintukan diberhentikan, Wellem Sumampouw juga kembali ke Amurang dan berdagang hasil bumi dia kemudian menikah dengan Nona Tumbuan di [[Wakan]]. Di desa Wakan dia berusaha menanamkan ide tentang pendirian Gereja Minahasa Berdiri Sendiri.
 
===== Perserikatan Pangkal Setia =====
B. Dari sejarah tersebut dapat dipelajari dan ditarik pengalaman bahkan menjadi pengetahuan bagi generasi penerus tentang peristiwa yang dialami oleh para pendahulu pendiri Jemaat Wale Pinaesaan E Wakan yang merupakan modal utama dan motivasi Proklamasi lahirnya Gereja dan Jemaat Kerapatan Gereja Protestan Minahasa Pertama di Wakan pada tanggal 29 Oktober 1933.
Pada tahun [[1912]], A. M. Pangkey dan J. U. Mangowal (Sonder) yang adalah guru di Kweekschool Kuranga Tomohon membentuk [[Perserikatan Pangkal Setia]]. Pangkal Setia didirikan untuk memajukan pengajaran Kristen, memperhatikan kepentingan sekutunya dan memperkuat hubungan dengan Belanda
 
Pada 12 Juli [[1920]] Perserikatan Pangkal Setia diakui sah sebagai organisasi oleh pemerintah dengan diterbitkannya ''besluit'' No. 31 dari Gubernur Jenderal Nederland di [[Betawi]] ([[Jakarta]]). Tapi pada tahun 1921 Perserikatan Pangkal Setia mulai berusaha kearah pembentukan Gereja Minahasa berdiri sendiri lepas dari Indische Kerk.
C. Membina dan meningkatkan iman agar tetap teguh, tabah dan setia melaksanakan tugas panggilan Gereja dibawah panji KGPM.
 
Tahun [[1928]] Perserikatan Pangkal Setia dikembangkan untuk umum dengan dipelopori guru-guru NZG. Pada tahun itu [[B. W. Lapian]] menduduki posisi sebagai Wakil Ketua. Pada waktu itu Pangkal Setia sudah ada cabang-cabangnya. Perjuangan Pangkal Setia pada tahun 1921 disetujui pegawai NZG (Heiebink Rooker, G. B. Tiekstra, B. Barends ten Kate dan Jansen Klomp). Mereka meminta Kweekschool Kurang yang akan menjadi dasar dari Sekolah Pendeta Minahasa yang dibuka pada 1 Juli 1927 dan pelaksanaannya dibuktikan dengan pengiriman Ds. J. E. Stap yang tiba bulan November 1927 di Tomohon. Dia menjadi direktur asrama yang menampung 55 orang siswa kelas III, termasuk J.G. Mangindaan dan Ds. J. E. Stap dibantu isterinya Nyonya Stap Glader.
C. Metode Dan Tehnik Penyusunan.
 
Pada bulan Juli [[1922]] Direktur Sekolah Barends ten Kate memberitahu kepada siswa kelas III bahwa mereka adalah kelas yang terbaik dan menjadi siswa pertama dari sekolah pendeta itu dengan lamanya studi selama 2 tahun. Tapi para siswa minta agar mereka belajar selama 3 tahun supaya pelajaran lebih luas dan tinggi. Mereka ini yang akan menjadi pendeta-pendeta Gereja Minahasa berdiri sendiri yang didirikan oleh Pangkal Setia. Kebaktian Gereja Minahasa Berdiri Sendiri dimulai A M Pangkey di Kuranga, Tomohon pada bulan Juli 1925 dan dilanjutkan pada setiap hari Minggu. Pada tahun itu juga disusunlah Peraturan Gereja (Peraturan itu setelah diadaptasi menjadi Peraturan KGPM). NZG juga dimintakan supaya mengambil alih jemaat-jemaat di Minahasa, dengan alasan Indische Kerk tidak melaksanakan amanat setelah surat timbang terima pada 1880 untuk mendirikan Gereja Minahasa Berdiri Sendiri.
1. Dalam penyusunan sejarah ini oleh tim penyusun mengambil dari bahan – bahan tulisan dan cuplikan naskah sejarah dari kumpulan tulisan - tulisan beberapa orang nara sumber yang dianggap reprentative ada hubungan dengan pelaku – pelaku sejarah antara lain :
Gerakan Pangkal Setia ini pada triwulan I tahun 1926 ditentang oleh Predikant Ds E.A De Vreede dan Inlandsch Leraren Bond melalui Kerk Bestuur. Gubernur Jenderal dan Menteri Kolonie Colyn di Belanda mendesak dibatalkan. Akibatnya J. E. Stap memperpadat pelajaran teologia sehingga pendidikan bisa selesai pada April 1926 dan ujian pada Mei 1926. Usaha mendirikan Gereja Minahasa berdiri sendiri akhirnya juga kandas, J. U. Mangowal yang diutus ke Batavia tidak menghasilkan apa-apa seperti yang dialami oleh Joseph Jacobus.
 
===== Nlandsch Leraren Bond =====
• J.D. Kesek ; berbentuk tulisan – tulisan sejarah Wale Pinaesaan E Wakan dan cuplikan naskah sejarah KGPM.
Penolong-penolong Injil dari Indische Kerk mulai menyadari betapa pentingnya usaha yang sedang dilaksanakan oleh Pangkal Setia, Majelis Gereja di Manado serta beberapa tokoh masyarakat lainnya. Maka pada tahun 1928 dibentuklah di Manado [[Organisasi Persatuan Penolong-penolong Injil]] dengan dana dari [[Nlandsch Leraren Bond]] atas usaha dari [[Talumepa]]. Salah satu tujuan organisasi ini ialah mendukung lagi mempekukuh usaha Pangkal Setia guna pendirian gereja otonom buat Minahasa.
 
===== Kaum Nasionalis =====
• J.D. Mangindaan ; berbentuk tulisan – tulisan antara lain KGPM dan Gereja Kesatuan ( buku IV ).
Para tokoh nasionalis juga mempunyai peran dalam mempengaruhi rakyat Minahasa untuk mendirikan gereja berdiri sendiri. Tokoh-tokoh itu seperti [[Sam Ratulangi|Dr. Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi]], [[B. W. Lapian]] (ayah dari [[Adrian B. Lapian]]) dan lain-lain.
 
B.W. Lapian menilai perjuangan menuju Indonesia merdeka sangat berat, karena itu dia mau berjuang melalui gereja. Karena itu dia bercita-cita untuk mendirikan gereja yang berdiri sendiri. Sedangkan GSSJ. Ratulangi yang waktu itu adalah anggota [[Volksraad]] (DPR) di Jakarta diminta untuk bisa memperjuangkan aspirasi warga Minahasa ini di pusat.
• E.F. Rembet ; berbentuk cuplikan – cuplikan sejarah KGPM dan desa Wakan, hasil percakapan dengan Tokoh – Tokoh KGPM, tulisan B.W. Lapian, R.E.S Buyung, dll.
 
=== Pembentukan KGPM ===
• A.H. Tampemawa, Gbl. R.R. Kesek ; berupa tulisan – tulisan dan wawancara dengan orang Tua – Tua desa Wakan yang dianggap memiliki hubungan dengan Pelaku – Pelaku sejarah KGPM antara lain : Paul Tumbuan, Markus Siwi, Jansen Kandey, Junus Derk Tampemawa, Jost Lembong dan Tokoh – Tokoh Gereja lainnya yang tak dapat disebutkan satu persatu.
Sekitar tahun 1931 dan 1932 gerakan keluar dari Indische Kerk semakin meluas dan semakin hangat dibicarakan di kalangan masyarakat. Gerakan ini semakin kuat karena pemerintah tidak mau melepaskan gereja dari Negara dan akan mengabil alih kembali NZG pada tahun 1930.
 
Dalam kondisi seperti itu Komisi Reorganisasi (Komisi XII) dibentuk Ds. De Vreede tepat melaksanakan tugas. Pada tahun 1932 Komisi XII memutuskan mengangkat GSSJ. Ratulangi, R. Tumbelaka dan Mr. A. A. Maramis, sebagai wakil masyarakat untuk memperjuangkan kepada pemerintah kolonial Belanda di Batavia berdirinya gereja otonom di Minahasa.
2. Penulisan sejarah ini menggunakan metode dan teknik penyusunan dengan memverifikasi, membandingkan, merangkaikan, dan menganalisis data – data terutama kronologis tanggal dan tahun yang sempat dikumpulkan dari berbagai pihak.
 
Pada bulan Agustus 1932 Perserikatan Pangkal Setia mengundang [[Majelis Gereja Manado]] dan lain-lain mengadakan rapat besar di Kuranga, Tomohon dengan keputusan:
Bab 2. Situasi Di Minahasa Pada Abad XV.
# Membentuk Gereja Minahasa berdiri sendiri, dengan pemimpin orang Minahasa.
# Dibentuk Panitia Kerapatan Gereja Protestan Minahasa. Panitia ini bertugas untuk persiapan berdirinya gereja otonom, dengan sembilan anggota:
## Ketua: Josef Jacobus (Ketua Pengadilan Negeri Manado),
## Wakil ketua: Zacharias Talumepa (pensiunan Inlands Leraren Bond),
## Sekretaris: B. W. Lapian (Pangkal Setia).
## Anggota-anggota:
### A. Kandou (pensiunan School Opziener),
### B. Warouw (pensiunan Hoof Opziener),
### E. Sumampouw (pensiunan guru Manadosche School),
### A. E. Tumbel (pensiunan guru Manadosche School),
### P. A. Ratulangi (pensiunan Kepala Distrik)
### J. L. Tambajong (pensiunan Kepala Distrik).
 
Pada 11 Maret 1933 bertempat di [[Sicieteit Harmoni]] (sekarang Bank BNI 1946) yang dulunya dikenal dengan jalan [[Juliana Lau]] kemudian jalan Hatta, berkumpullah 75 orang tokoh gereja dan tokoh masyarakat seperti: J. U. Mangowal, J. Jacobus, F. E. Kumontoy, dr. C. Singal, d.r A. B. Andu, Z. Talumepa, N. B. Pandean, B. W. Lapian, R. C. Pesik dan lain-lain. Mereka bertemu dengan GSSJ Ratulangi yang memimpin pertemuan. Pertemuan itu membicarakan pemisahan gereja dan Negara dan tuntutan untuk segera mendirikan Gereja Protestan Minahasa.
A. Agama Mula – Mula Di Minahasa.
 
Meski belum mendapat restu dari pemerintah Belanda untuk mendirikan gereja berdiri sendiri, namun para peserta telah sepakat mendirikan gereja otonom. Dengan memilih Josep Jacobus menjadi formatur tunggal sebagai ketua badan dan membentuk pengurusnya. Hasil ini diminta disampaikan oleh Sam Ratulangi pada sidang Volksraad berikut. Pertemuan ini sempat heboh setelah diberitakan dalam media melalui Mingguan Pikiran Pangkal Setia, Keng Hwa Poo, Menara, Pewarta dan media lain.
1. Sebelum usaha Penginjilan oleh Bangsa Portugis 1512 dan Spanyol 1251 di Wilayah Timur Indonesia khususnya di Ternate, Tidore dan pesisir pantai Manado, Amurang, orang Minahasa yang meliputi kaum Tontemboan, Tombulu, Tonsea, Tolour, Tonsawang, Ratahan, Bantiq dan Ponosakan pada mulanya menganut unsur agama / kepercayaan Alifuru. Lebih sepertiga kaum Minahasa yaitu Minahasa Tengah dan Minahasa Selatan adalah penganut Alifuru Tontembuan.
 
Pertemuan dilanjutkan seminggu kemudian yakni 18 Maret 1933 di rumah Joseph Jacobus di Tikala Manado. Pertemuan ini tidak lagi dihadiri oleh Sam Ratulangi, Mr. A. A. Maramis dan Tumbelaka karena mereka telah kembali ke Batavia. Pada pertemuann ini berhasil ditetapkan Badan Pengurus Organisasi Gereja dan nama pengurus organisasi gereja.
• Kasuruan, Nimena Intana wo Langit / Allah yang menjadikan bumi dan langit.
 
Susunan Organisasi:
• Wailan Kasuruan Wangko, Allah Maha Karya, Maha Kuasa (Ban. Kej 1:1-3, Maz. 121:2-3 ).
# Pengurus Badan Organisasi:
## Ketua: Joseph Jacobus,
## Wakil Ketua: Zacharias Talumepa,
## Sekretaris: B. W. Lapian,
## Bendahara: A. K. Kandou.
## Pembantu-pembantu: B. Warouw, E. Sumampouw, P. A. Ratulangi, E. A. Tumbel dan J. L. Tambajong.
# Badan Pengembalaan: Zacharias Talumepa, H. Sinaulan dan N. B. Pandean.
# Badan Penasihat: GSSJ Ratulangi, A. B. Andu, Ch. Singal dan A. Mononutu.
# Badan Pendamping: J. U. Mangowal, A. M. Pangkey dan H. M. Pesik.
 
Nama organisasi yang disepakati waktu itu adalah: '''KERAPATAN GEREJA PROTESTAN MINAHASA''' disingkat '''KGPM'''.
• Kasuruan Wangko tempatnya di Kayaan ( Ruang, Luas, Terang, Mulia ) Singgasana Kasuruan Wangko, Allah dibumi, yaitu dikuntung I Wailan kompleks gunung Soputan ( band. Dengan gunung Moria dan Sion di Alkitab ).
 
Pada tanggal 21 April 1933 atas dorongan Sam Ratulangi diadakan pertemuan yang dikenal dengan nama Kongres Rakyat di Gemeente Bioskoop Manado (dikenal dengan gedung Manguni, Balai Pertemuan Umum atau sekarang [[Hotel Plaza Manado]]). Pertemuan ini dihadiri kurang lebih 70 orang dari latar belakang politik yang berbeda, termasuk pada pendeta, penolong injil syamas, tokoh [[Indische Kerk Minahasa]] dan Badan Pengurus KGPM. Ikut juga 12 organisasi yakni: [[Pangkal Setia]] (1915), [[PIKAT]] (1917), [[Partai Nasional Indonesia]] (1927), [[Persatuan Minahasa]] (1927), [[Inlandsch Leraren Bond]] (1928), [[Permufakatan Kaum]] (1930), [[Gerakan Rakyat Indonesia]] (Gerindo), [[Partai Indonesia Raya]], [[Partai Indonesia]], [[Partai Bangsa Indonesia]], [[Manangkung Nusa]] dan [[Persatuan Pakasaan]].
Selain itu ada Se Kasuruan maruru, masule, yaitu malak pendamping, pembantu si Kasuruan Wangko ( sama dengan malak Hua di Alkitab ) Singasana Malak – Malak pendamping / pembantu di gunung Manembo-Nembo didekat tiap – tiap desa tua.
 
Pertemuan ini sempat menimbulkan sikap pro dan kontra. Kongres Rakyat bersama Badan Pengurus KGPM diprotes oleh Ds. De Vreede dan dia meminta agar itu dibubarkan, termasuk Badan Pengurus KGPM. Bahkan 12 organisasi yang hadir dipanggil dan diperiksa Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya. Akibat upaya itu sempat menghambat upaya pembentukan KGPM karena merasa tidak mendapat dukungan politik dan harus bubar karena tidak ada AD dan ART. Tapi Pangkal Setia akhirnya menjadi KGPM di bawah lindungannya. Maka, KGPM menggunakan Peraturan Gereja dari Pangkal Setia.
• Sungai Allah Kasuruan Wangko ialah sungai Ranoiapo yang berhulu di pegunungan Wulur Maatus seratus jijir / puncak dan di gunung Soputan, bermuara di Kota Amurang teluk Amurang ( Band sungai Yarden ).
 
==== Jemaat Mula-mula KGPM ====
• Orang Tontembuan khususnya dan Minahasa umumnya mempercayai adanya Wara endo dan Wara wengi / burung manguni sebagai pesuru rurudan dan juru bahasa pemberi tanda suara dari Kasuruan Wangko bagi manusia ( Band. Pengkh. 10:20 ) dewa Wara endo dan Wara wengi bertempat di karondoran kuntung I Walian di Tombasian dekat Kawangkoan Atas.
Setelah peristiwa 23 April 1933 yang berbuntut pada larangan yang dilakukan pemerintah Belanda, tetapi tertolong oleh karena KGPM masuk dalam organisasi binaan Pangkal Setia, keinginan untuk mendirikan gereja otonom semakin kuat. Malahan Pangkal Setia sejak 8 Juni 1933 memulai pertumbuhannnya dengan tetap melaksanakan ibadah setiap hari Minggu dan hari-hari biasa. Ibadah masih dilaksanakan di rumah-rumah. Sewaktu-waktu dilaksanakan juga kebaktian Padang seperti di [[Wawonasa]] bertempat di kebun N. B. Pandean. Sementara itu, pada beberapa jemaat Indische Kerk di Minahasa mulai terjadi perselisihan-perselisihan atau masalah-masalah lain yang mendorong jemaat untuk mencari jalan keluar seperti yang terjadi di desa [[Tetey]] dan desa Wakan. Akibatnya banyak jemaat yang meminta agar Badan Pengurus KGPM bisa menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Tapi Ketua Badan Pengurus KGPM Joseph Jacobus tetap pada pendiriaannya menunggu keputusan dari Batavia.
 
Namun pendiriannya ini berubah ketika datang utusan dari desa Wakan yang meminta perlindungan pada KGPM. Untuk memenuhi keinginan warga desa Wakan Joseph Jacobus tidak bisa karena menderita sakit, sehingga dia menugaskan Sekretaris Badan Pengurus KGPM B. W. Lapian untuk menunggu desa Wakan. Namun B. W. Lapian meminta mandat sebagai ketua untuk mengunjungi Wakan. Permintaan itu dipenuhi oleh Joseph Jacobus. Kepergian B. W. Lapian tidak terikat pada keputusan mau bekerjasama dengan Indische Kerk. Sehingga setelah melalui pertimbangan bahwa tidak kesepakatan dari rencana semula dan melihat geagat Belanda yang tidak peduli selama 6 bulan (pasca pertemuan 21 April 1933), maka pada tanggal 29 Oktober 1933 dia memproklamirkan KGPM sebagai gereja merdeka dan otonom dengan jemaat Wakan sebagai jemaat mula-mula dan lepas dari ikatan dengan Indische Kerk. Sejak itulah KGPM akhirnya resmi berdiri sebagai gereja otonom di Minahasa sebagaimana yang dicita-citakan sejak tahun 1800an oleh Lambertus Mangindaan.
• Pada umumnya orang Minahasa tidak menyembah pohon, batu, patung dsb. Batu dan pohon hanya untuk tempat meletakkan persembahan untuk memohon pada yang ilahi, ( Band. Abraham membawa persembahan di gunung Tuhan dan Yakub dengan batu Bethel ).
 
==== Pertumbuhan dan Perkembangan KGPM ====
• Orang mati mula-mula jiwanya mengembara ( Band. Ibr. 11:13,38 ) lalu ke gunung apo atau manembo dekat desa kemudian ke Karandoran bilik orang-orang benar atau Wuni Kaengkolan bilik orang-orang berdosa terhukum.
Pemerintah Belanda dengan tegas menyatakan perlawanan terhadap kebangkitan KGPM. Pasca pertemuan 21 April 1933 Belanda terus meningkatkan pengawasan. Tindakan-tindakan tegas akhirnya dilakukan setelah diproklamirkannya KGPM yang ditandai dengan diterimanya sidang jemaat Wakan sebagai anggota gereja KGPM yang pertama. Karena itu pihak Belanda terus berupaya untuk menghambat pertumbuhan dan perkembangan KGPM.
Namun, peristiwa di Wakan disambut positif rakyat di Minahasa. Tak heran meski berada di bawah tekanan, dalam kurun waktu 3 tahun (1933-1936) jumlah sidang jemaat di KGPM sudah mencapai 72 sidang.
 
Pemerintah Belanda melalui De Vreede terus melakukan penghambatan yang dilakukannya adalah dengan mengeluarkan pengumuman bahwa KGPM bukanlah gereja yang sah sehingga surat pemandian yang dikeluarkan tidak sah. Surat permandian dijadikan alat karena pemerintah Belanda ketika itu untuk mengeluarkan [[Kartu Tanda Penduduk]] harus mengikutsertakan surat permandian juga akta kelahiran. Tidak itu saja, perkawinan di KGPM dinyatakan tidak sah. Selain itu, pihak Belanda juga melakukan siasat adu domba antar jemaat di Minahasa dengan melalui propaganda.
2. Kedatangan orang Portugis dan Spanyol di Wilayah Timur Indonesia membawa dua pengaruh kepada penduduk Minahasa yaitu pertama: pengaruh kebudayaan barat modern dan kedua: pengaruh agama Kristen; maka cepat sekali orang Minahasa menerima menjadi pemeluk agama Kristen karena agama / kepercayaan Alifuru tersebut diatas ternyata mempunyai banyak persamaan dengan yang ada di Alkitab ( Band. Rom.1:19-20 ).
 
Di samping itu pula, ketika [[Gubernur Jenderal]] Belanda mengunjungi Minahasa pada tahun 1934 dia membawa persetujuan [[Ratu Belanda]] untuk mendirikan [[Gereja Masehi Injili Minahasa]] ([[GMIM]]) pada 30 September 1934 dengan alasan memenuhi permintaan rakyat Minahasa untuk mendirikan gereja otonom di Minahasa. Di kalangan petinggi KGPM melihat “sikap baik itu” hanyalah untuk menghambat perkembangan KGPM dengan cara mengadu-domba sesama masyarakat Minahasa.
Hal ini disebabkan oleh sifat kepribadian Minahasa yang dibentuk oleh budaya dan pendidikan kepahlawanan sebagaimana yang terlukis dalam tarian perang kabasaran / cakalele, ternyata dapat dilunakkan dalam penjabaran agama berpangkal pada ajaran opo Wailan Kasuruan yang artinya dapat dikembangkan pengertian Tuhan Allah Pencipta. Selain itu sifat ramah tamah dan keterbukaan orang Minahasa untuk menyesuaikan diri dengan menerima kebudayaan barat. Dan sebaliknya kepribadian orang Minahasa yang menarik bagi orang asing / Eropa yaitu suatu sifat yang tidak dapat disepelekan dimana dalam keadaan pertentangan orang Minahasa dapat menguasai keadaan dengan strategi menyerang dan menaklukkan lawan-lawannya.
 
Setelah sidang Wakan secara berturut-turut muncul 6 sidang pelopor yakni, Sidang Karimbow (5 November 1933), Sidang Tompasobaru (12 November 1933), Sidang Tetey (19 November 1933), Sidang Tompaso (10 Desember 1933), Sidang Kawangkoan (7 Januari 1934) dan Sidang Wuwuk (7 Juli 1934).
B. Bangsa Eropa Di Minahasa.
 
Misi Pengkristenan Di Minahasa.
 
Bangsa Eropa yang mula-mula datang di Minahasa ialah Bangsa Portugis diikuti Bangsa Spanyol. Kedatangan Bangsa Portugis di dunia belahan Asia Afrika itu adalah bertolak dari suatu keputusan Paus Alexander IV pada tahun 1493 dengan syarat wajib melaksanakan misi memajukan agama Katolik. Kedatangan Bangsa Portugis di dunia belahan Asia Afrika itu bertolak dari suatu keputusan Paus Alexander IV pada tahun 1493 dengan syarat wajib melaksanakan misi memajukan agama Katolik.
 
Bertolak dari hal tersebut diatas, maka Portugis mulai merintis perjalanan laut ke Indonesia – di Ternate tahun 1512 dengan motif pertama: rekigius / pekabaran Injil dan kedua: politis / memperluas wilayah kekuasaan dan ekonomi mereka juga singgah ke Manarow ( Manado Tua ) terus kedaratan Minahasa ke Tombasian di Watunuai Rondang teluk Amurang untuk mendapatkan makanannya, karena di Ternate rakyatnya makan sagu, bahkan sempat membangun benteng di Uwuran Amurang. Misionaris Portugis yang memberitakan Injil di pesisir pantai ialah; Yesuit Maggelanus 1563 dan Yesuit Maskarenas 1598.
 
Orang Spanyol Kastilia tiba di Tidore tahun 1521. Sebanyak 40 orang dari mereka ditangkap orang Portugis tetapi bulan Febuari 1522 mereka lari ke pulau Manado Tua terus ke Tombasian teluk Amurang lalu bersembunyi di udik Ranoyapo desa Nietakan mendirikan desa Pontak dan Lompad tahun 1545 baru mereka bertemu orang Spanyol dan Manila bertempat di Kema Tonsea. Tahun 1600 orang Spanyol dapat mengalahkan orang Portugis di pelabuhan Uwuran Amurang di Bentengnya Moraya / Morula. Misionaris Spanyol yang memberitakan Injil yaitu Peter Jones Scialamonte dan Peter Cosmas Ointo tahun 1617 dan Peter Blas Plamino 1619.
 
=== Sidang Raya Ke-32 Tahun 2010 ===
Usaha Portugis dan Spanyol ini selain karena latar belakang ekonomi, berdagang juga terdorong oleh keinginan untuk memasehikan / memberitakan Injil diderah-daerah yang ditemukan dan ditaklukan. Penginjilan di Minahasa pada awal abad ke – 16 mendapatkan tantangan dari Sultan Ternate Hairun yang berusaha mengislamkan daerah Sulut. Bulan Febuari tahun 1570 terjadi pembunuhan atas diri Sultan Hairun oleh De Mosquito dari Portugis. Akibatnya orang – orang Portugis di benci, kehidupan rohani menurun, misionaris berkurang. Akhirnya Portugis dan Spanyol bersatu menyerang Sultan Bab Ullah anak Sultan Hairun yang berusaha merebut wilayah Manado. Orang Manado bersekutu dengan Portugis dan Spanyol sehingga mendapatkan perlindungan dan terluput dari penyebaran agama Islam.
Sidang Raya (SR) ke-36 KGPM berlangsung dari tanggal 30 Juni sampai 5 Juli 2010, bertempat di jemaat KGPM Sentrum, Kawangkoan. Sidang yang secara resmi dibuka oleh Gubernur Sulawesi Utara, Sinyo Harry Sarundajang itu diikuti seluruh pucuk pimpinan KGPM se-Indonesia, melibatkan sekitar 1000 peserta dan dihadiri ribuan anggota jemaat KGPM yang tersebar diseluruh pelosok Minahasa guna membicarakan program gereja kedepan.
 
Pada pemilihan Pucuk Pimpinan yang baru KGPM posisi Ketua Umum tetap dipercayakan kepada Gbl Tedius K Batasin, sementara Gembala Fetrisia Aling MTH terpilih sebagai Sekretaris Umum (Sekum) menggantikan Sekum lama Gembala Ferry Liow STh, Bendahara Umum Pnt Charles Tumbel SE Ak dan Ketua Majelis Gembala juga tetap dipercayakan kepada Gbl Joppy Laloan MTh., untuk pelayanan di tingkat Pucuk Pimpinan selama lima tahun ke depan.<ref name=swaramanado>[http://swaramanadonews.blogspot.com/2010/07/ribuan-jemaat-padati-sidang-raya-ke-32.html Ribuan Jemaat Padati Sidang Raya ke-32 KGPM]</ref><ref>[http://beritamanado.com/berita-utama/gbl-aling-sekum-baru-kgpm/12716/ Gbl Aling Sekum Baru KGPM] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20131020032819/http://beritamanado.com/berita-utama/gbl-aling-sekum-baru-kgpm/12716/ |date=2013-10-20 }} BeritaManado.com</ref><ref>[http://issuu.com/manadopost/docs/mp230710 ISSUU Manado Post] 23 Juli 2010.</ref>
Tahun 1643 terjadi pertentangan antara tentara Spanyol dengan penduduk Minahasa sehingga 40 orang Spanyol terbunuh. Tahun 1644 ribuan penduduk Minahasa menyerang dan membunuh 19 orang Spanyol dan menawan 22 orang. Pada masa kritis itu orang Minahasa membuat perjanjian dengan Belanda yang pernah mendarat di Ternate mencegah kemungkinan serangan balasan Spanyol.
 
Perkembangan selanjutnya kompeni Belanda mendapatkan pasukannya di Manado dan berhasil menguasai Minahasa setelah mengusir orang Spanyol di Minahasa tahun 1660. Dengan demikian berakhirlah pekerjaan misi pemeliharaan rohani Spanyol di Minahasa.
 
C. Usaha Pemerintah Belanda.
 
Pada tahun 1596 tiba Indonesia ( Hindia Belanda ) kapal Belanda pimpinan Simon De Cos dengan maksud mencari barang – barang dagangan rempah – rempah. Tahun 1602 di Bentuklah suatu badan kongsi untuk mengatur perdagangan, perkapalan dengan nama “vereningde Oost Indische Compagnie” ( VOC ) dengan diberi hak istimewa oleh kerajaan Belanda untuk mengatur Pemerintah di daerah operasinya, memelihara pasukan militer, hak menentukan perang, membuat mata uang dan mengatur misi kehidupan kerohanian. Di Indonesia VOC di pimpin oleh seorang Gubernur Jendral.
 
Tahun 1660 Simon De Cos dapat mengalahkan orang Spanyol di pelabuhan Uwuran Amurang dan sejak saat itu Minahasa beralih ke tangan Belanda / VOC. Tahun 1679 Minahasa mengakui kekuasaan VOC dengan mengadakan perjanjian antara VOC dengan kepala – kepala suku di Minahasa.
 
Tahun 1799 VOC dibubarkan tetapi urusan Gereja terus dilanjutkan oleh Pendeta – Pendeta Belanda, yang kemudian membentuk pengurus Gereja dengan nama Indische Kerk Bestuure, suatu Gereja Negara ( staatkerk ) pada tahun 1809, tetapi berfungsi setelah pendudukkan Inggris di Indonesia tahun 1810 – 1817. Sejak tahun 1817 pemeliharaan Gereja dilanjutkan oleh Badan Pekebaran Injil Swasta Belanda yaitu yang dikenal dengan nama Nederlands Zendeling Genootschap / NZG di dirikan oleh DR. Yohanes Theodorus Van Der Kam di Belanda 1797. Di Minahasa NZG pusatnya di Tomohon.
 
Ada beberapa Zendeling utusan NZG bertugas di Indische Kerk antara lain:
 
• DS. Kam, 1817 mengunjungi Minahasa.
 
• DS. Lenting 1819 di Amurang kemudian pindah ke Tondano dan Kapataran.
 
• DS. J.C.Jungmichel, Lammert lammers dan Daniel Muller tahun 1822 – 1824.
 
• DS. GJ Hallendoorn dari NZG disebut – sebut peletak dasar dari pekabaran Injil NZG di Minahasa, dan mengatur pengiriman sendeling – sendeling di Minahasa.
 
• Di Indonesia NZG bekerja Menginjili Jawa Timur pusatnya di Malang. Di Minahasa pusatnya di Tomohon, di Batak Karo pusatnya di Deli Bulu Hwaks, di Poso Sulawesi Tengah pusatnya di Poso dan di Kota Mobagu.
 
=== Terbentuknya Jemaat KGPM Pertama ===
Ada dua perintis pekabar Injil NZG yang terkenal yaitu Johan F. Riedel di Tondano 1831 – 1860 dimakamkan di Toalimambot Tondano dan G. Schwarz, 1831 – 1859 di Kakas kemudian Langowan, Amurang, Ratahan, Belang dan Tonsawang di makamkan di Langowan. Azas ajaran agama ialah Kristen Protestan.
'''Gereja [["Wale Pinaesaan E Wakan”|"Wale Pinaesaan”]] di Wakan'''
 
D. Gereja Negara ( Staatskerk ) Indische Kerk.
 
1. Tahun 1853 Pemerintah Kerajaan Belanda Willem Van Oranye I dengan mempergunakan kekuasaan Negaranya mempersatukan berbagai Gereja di Indonesia termasuk Minahasa menjadi satu bentuk Gereja Kesatuan dengan nama Protestans Indische Kerk atau Gereja Protestan Hindia Belanda yang kemudian dikenalkan dengan nama singkatan Indische Kerk. Karena Indische Kerk ini berdiri atas prakarsa dan kekuasaan Pemerintah Belanda, maka status Gereja ini adalah Gereja Negara di pimpin oleh Pengurus Besar yang dibentuk dan dibawah perintah kekuasaan Pemerintah penjajah yaitu Gubernur Jenderal berkedudukan di Batavia ( Jakarta ). Semua anggota pengurus Pejabat Gereja, Pendeta, Penolong, Guru Injil di angkat menjadi Pegawai Negeri digaji oleh Pemerintah.
Baris 144 ⟶ 157:
E. Indische Kerk Di Minahasa.
 
Di sekitar tahun 1876 s / d 1882 Gereja di Minahasa mulai dialihkan atau diserahkan oleh NZG menjadi asuhan dibawah Indische Kerk karena NZG tidak sanggup lagi membiayai usaha perkembangan Gereja di Minahasa yang sangat pesat kemajuannya. Dalam penyerahan Gereja tersebut, sebagian besar dari sekolah – sekolahnya tetap menjadi tanggung jawab NZG yang dikenal dengan singkatan Zending. Dalam hal ini terjadinya persaingan ketat antara Guru – Guru Zending ( swasta ) dengan Guru – Guru sekolah Pemerintah / sekolah Gubernemen, Pegawai Negeri. Guru – Guru sekolah Pemerintah / Gubernemen mendapat bayaran gaji lebih tinggi dari Guru – Guru sekolah Zending yang juga berfungsi sebagai Guru Jemaat. Adanya persaingan ini menjadi faktor penyebab pertentangan antara dua kelompok yaitu sekolah Zending dengan pihak Indische Kerk yang mengasuh sekolah – sekolah Gubernemen / Pemerintah. Kelompok Guru – Guru Zending inilah yang kemudian menjadi pelopor dalam usaha mendirikan Gereja Minahasa Berdiri Sendiri melalui Organisasi mereka yang dikenal dengan nama : “Perserikatan Pangkal Setia” di Tomohon.
 
F. Permasalahan.
Baris 152 ⟶ 165:
Oleh karena itu perlu suatu usaha perbaikan dan perubahan dalam sistem Organisasi kehidupan Gereja Kesatuan Indische Kerk. Tetapi bagaimana dan dari mana dimulai dan oleh siapa? Ini merupakan suatu problema besar dan serius yang tidak mudah untuk dipecahkan.
 
Masalahnya :
 
• Pertama : mengenai pembiayaan Gereja pasti akan mengalami kesulitan bilamana harus menanggung sendiri biaya hidup Gereja diluar Pemerintah / Kas Negara.
 
• Kedua : dilihat dari segi politis adalah tidak mungkin melawan dan melanggar Peraturan – Peraturan Pemerintah penjajah. Berani melawan berarti masuk penjara dan untuk mencapai usaha perbaikan kehidupan Gereja di luar pengawasan Pemerintah penjajah harus melalui proses pemahaman perkembangan situasi dan kondisi Gereja dan Perjuangan Bangsa Indonesia.
 
Bab 3. Perintis Berdirinya Gereja Minahasa Otonom.
Baris 166 ⟶ 179:
1. Perintis DS. Lambertus Mangindaan.
 
Pada tahun 1858, DS. Lambertus Mangindaan asal Pondang Amurang tiba di Manado dari Rotterdam Belanda dengan membawa dua ijazah hasil studi 10 tahun yaitu ijazah Domine dan ijazah Guru Hoofd akteakta.
 
Beliau kemudian diangkat oleh Indische Kerk menjadi Pendeta di Tikala dan Manado dan sebagai Wakil Predikant Indische Kerk berkedudukan di Manado. Dalam khotbahnya pertama di Tikala ia kumandangkan dan menjelaskan betapa pentingnya suatu Gereja di Minahasa Berdiri Sendiri berdasarkan pada pembacaan Alkitab yakni Injil Yohanes 8:12,13 dan Yohanes 9:5.
Baris 174 ⟶ 187:
Penyerahan pengurus Gereja dari NZG tahun 1876 kepada Indische Kerk pada tahun 1879-1880 ditentang oleh seorang Guru Kweekschool Tanawangko bernama Yo’el Walintukan asal Wuwuk, sebagai usaha mempropagandakan Gereja Minahasa Berdiri Sendiri yaitu ide dari DS. Lambertus Mangindaan yang juga didukung oleh Guru – Guru Zending.
 
Tindakan Yo’el Walintukan ini menyebabkan beliubeliau diberhentikan dari pekerjaan sebagai Guru pada tahun 1890 dan digantikan oleh A.M. Pangkey. Beliau lalu beralih profesi menjadi pedagang hasil bumi di Amurang. Usaha Y. Walintukan ini bagaikan menanam benih yang kemudian akan bertumbuh menunggu saatnya berkembang dan berbuah.
 
3. Situasi Perjuangan Bangsa Indonesia.
Baris 186 ⟶ 199:
6. Peranan Kaum Kristen Nasionalis.
 
Gagasan mendirikan Gereja Minahasa Berdiri Sendiri sejak abad ke - 20, telah mulai tersebar luas dikalangan Rakyat Minahasa. Situasi ini adalah pengaruh Tokoh – Tokoh Kristen Nasionalis di Minahasa antara lain : DR. G.S.S.J. Ratulangi, DR. R Tumbelaka, Mr A.A. Maramis, B.W. Lapian, A.M. Pangkey, Josep Yakobus, dll. Yang dihubungkan dengan tujuan Perjuangan Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan usaha mendirikan Gereja Minahasa Berdiri Sendiri, lalu dikaitkan dengan gagasan pemisahan Gereja dari Negara ( Zending Van Straat En Kerk ) yang lepas atau terpisah dari Indische Kerk.
 
Tahun 1928 DR. G.S.S.J. Ratulangi anggota Volksraad / DPR mulai melancarkan aksi – aksi politik yang berkaitan dengan Perjuangan pembentukan Gereja Minahasa Merdeka dan pemisahan Gereja dari negara melalui persidangan Dewan Perwakilan Rakyat / Volksraad. Begitu pula B.W. Lapian, anggota Dewan Minahasa Raad / DPRD Minahasa menyalurkan cita – cita Nasionalnya untuk merealisasikan Gereja Merdeka melalui usaha – usaha yang dirintis oleh Perserikatan Pangkal Setia, diwaktu tahun 1928 beliau menjadi Ketua.
Baris 202 ⟶ 215:
C. Kesimpulan Tentang Usaha – Usaha Mendirikan Gereja Merdeka Berdiri Sendiri.
 
Sebagai kesimpulan dari berbagai Perintisan mendirikan Gereja Minahasa Berdiri Sendiri dimasa lampau yang di mulai sejak pertengahan abad ke – 19 tercatat beberapa peristiwa secara kronologis sebagai berikut :
 
1. Tahun 1858 DS. Lambertus Mangindaan melalui khotbahnya di Tikala Manado mengumandangkan gagasan Gereja Minahasa Berdiri Sendiri mengakibatkan beliau diberhentikan dari jabatan sebagai Wakil Predikant Indische Kerk Manado. Dengan alasan karena dia pribumi, diprotes oleh petugas Gereja Eropa lainnya bahwa ia tidak layak menjadi Wakil Predikant Indische Kerk dan beliau berjuang untuk mendirikan Gereja Minahasa Berdiri Sendiri. Dengan demikian usaha gagasan tersebut gagal dan tidak dapat dilanjutkan. Ia dipecat dari jabatannya sebagai Wakil Predikant.
Baris 211 ⟶ 224:
3. Tahun 1911 para Majelis Gereja Indische Kerk di Manado dibawah pimpinan Joseph Jakobus pensiunan Jaksa Kepala di Manado terpanggil untuk mempelopori perbaikan dan pembaharuan atas kelemahan Gereja – Gereja Protestan di Minahasa. Joseph Jakobus diutus ke Batavia ( Jakarta ) menyampaikan petisi mereka kepada Pemerintah / Hoofd Bestuur Indische Kerk, tetapi kembali tanpa hasil. Bahkan pihak Indische Kerk tidak menghiraukan sama sekali. Dengan gagalnya petisi yang diajukan itu maka pada tahun 1912 Majelis Gereja Manado lalu bekerja sama dengan Perserikatan Pangkal Setia di Tomohon, membahas cita – cita mendirikan Gereja Minahasa yang Otonom.
 
4. Dengan dipelopori oleh Guru – Guru Zending ( NZG ) seluruh Minahasa pada tahun 1912 A.M. Pangkey dan J.U. Mangowal mendirikan suatu Perserikatan orang – orang Kristen dengan nama : Perserikatan Pangkal Setia berkedudukan di Tomohon. Pada tahun 1920 diakui sah sebagai Badan Hukum dengan Beslit Gubernur Jenderal No. 31 di Betawi / Jakarta. Tahun 1921 Perserikatan Pangkal Setia mulai bergerak ke jurusan Gereja Minahasa Berdiri Sendiri berdasarkan anggaran dasar pasal 2 ayat 29 diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai berikut : memperbaiki kelanjutan pengajaran Kristen dalam Residen daerah tingkat I Manado. Pada tahun 1925 Perserikatan Pangkal Setia mulai kebaktian di Gereja Minahasa Berdiri Sendiri ( Zelfstanding / Independent ) tiap hari minggu di gedung sekolah Kuranga Tomohon. Dengan berpegang pada anggaran dasar pasal 15 yang mengatakan bahwa tiap – tiap rapat Perserikatan Pangkal Setia didahului kebaktian lengkap seperti di Gereja pada hari minggu dan menjalankan kolekte atau sedekah.
 
Ketentuan – ketentuan anggaran dasar Perserikatan Pangkal Setia itu dianggap mirip struktur Gereja bentuk Kongregasional / ala Robert Brown di Belanda tahun 1854 yang mengutamakan kepentingan dan aspirasi Jemaat, sistem botom up, yakni kekuasaan dari bawah ke atas, dimana kedaulatan berada pada siding / Jemaat, karena Gereja didirikan oleh Jemaatnya sendiri, mengurus rumah tangganya sendiri bukan Pucuk Pimpinan.
Baris 248 ⟶ 261:
Nama desa Wakan berasal dari nama pohon kayu yang pada waktu itu banyak tumbuh di tepi sungai yang mengalir ditengah desa dan dikenal dengan pohon kayu Wakan.
 
Konon pada waktu itu ada satu batang pohon kayu Wakan yang roboh melintasi diatas sungai itu dan dijadikan Jembatan Pateten / Titian Menyeberangi Sungai / Palewetan. Dan apabila ada orang yang melakukan perjalanan tiba di desa ini dan bertanya dimana tempat Palewetan sungai ini maka selalu dijawab : “ada batang kayu Wakan yang roboh disitu dan dijadikan patetean untuk menyeberangi Kuala”. Maka jadilah desa ini di kenal dengan nama tempat petetean / palawetan, “Wakan”.
 
Desa Wakan ini terletak di suatu lembah di kaki pegunungan Ratowulan sebelah utara gunung Lolombuan dikelilingi perbukitan kecil Manembo, Tolaina, Inggodong, Wasian dan Leler, termasuk wilayah Kepolisian Onderdistrik ( kecamatan ) Motoling.
Baris 254 ⟶ 267:
Menurut penuturan Bapak Alex Buyung asal Kawangkoan yang sejak tahun 1950 berdomisili di Wakan bahwa lewat percakapannya dengan tetangganya di Kawangkoan, H.M. Taulu alias Ceping hulubalang Minahasa tengah. Seorang penulis sejarah Minahasa, mengetahui bahwa desa Wakan berdiri tahun 1450 dan merupakan tempat akhir kolonisasi orang – orang Kawangkoan, Kayuuwi, Sumonder di daerah Selatan Minahasa seberang sungai Ranoyapo. Seterusnya ke arah selatan Wanga, Motoling adalah kolonisasi orang Tompaso Besar.
 
Itulah sebabnya bahasa daerah / bahasa Tana Tontembuan orang Wakan berbeda dengan bahasa Tana Tontembuan orang Wanga, Malola, Motoling terus ke selatan. Hal ini dapat terlihat antara lain ucapan dua kata : “Matanaai / Makelaai”, berbeda tapi sama artinya.
 
Pada tahun 1962 desa Wakan yang berpenduduk kurang lebih 700 orang menganut agama Kristen Protestan, di bawah kepemimpinan Sinode Indische Kerk yang adalah Gereja Negara ( Staatskerk ) Pemerintah kolonial Belanda.
Baris 266 ⟶ 279:
• Penginjilan pertama tahun 1838 ialah Pendeta Carl Herman.
 
• Tahun 1849 – 1885 Pendeta Siebold Ulfres, Resort pelayanan di Kumelembuai sebanyak 8 desa termasuk desa Wakan, sebagaimana terungkap dalam satu nyanyian yang menyebarluas dikalangan Jemaat semenjak tahun 1857 sbb :
 
Perintah tuan Luperes, jaga delapan negeri – Rumoong Winaian
Baris 288 ⟶ 301:
Dari tulisan – tulisan sejarah oleh J.D. Kesek dan hasil – hasil percakapan yang bersumber dari orang Tua – Tua pelaku sejarah Gereja di Wakan mengatakan bahwa desa Wakan adalah desa pertama di seberang selatan sungai Ranoyapo tempat kedudukan Hukum Kedua ( camat ) dan sebagai negri / desa orang – orang pindahan distrik Kawangkoan Atas. Maka tidaklah mengherankan apabila di desa Wakan waktu itu ada rumah persinggahan, ada passer kecil dan ada gudang kopi tempat penampung hasil kebun kopi umum di Wakan. Tercatat sebagai mandor penjaga gudang ialah Markus Aseng dan Pakhuismeeter ( pakois ) pertama ialah Tumangken berikut kemudian Tumbuan.
 
Dan berikut ini daftar nama orang – orang yang pernah menjadi Pemimpin / Pejabat Pimpinan desa Wakan :
 
Sebagai Pimpinan Desa merangkap pendidik : ..........., Rembet
Baris 322 ⟶ 335:
Menyadari akan kondisi rumah Gereja tua termaksud diatas maka diawal tahun 1926 orang – orang tua dan Tokoh – Tokoh pemuda agama dan masyarakat mengadakan musyawarah bersama Pemerintah desa Wakan / Hukum Tua Zacharias Tumilar membicarakan soal rencana perbaikan rumah Gereja yang sudah tua dan dalam keadaan rusak. Akhirnya dicapai mufakat untuk membangun rumah Gereja yang lebih baik dan lebih besar secara gotong royong / kerja bakti. Disepakati pula bahwa biaya pembangunan akan diusahakan juga meminta bantuan dari Pimpinan Indische Kerk di Tomohon.
 
Dan untuk kegiatan pembangunan itu maka dibentuklah suatu panitia pembangunan yang disebut Voor Plaatselijke Belangen dengan komposisi dan personalia sebagai berikut :
 
Ketua 1 Markus Makaliwe
Baris 348 ⟶ 361:
2. Pembangunan Rumah Gereja Dimulai.
 
Dengan Rahmat dan Bimbingan Tuhan Yang Maha Kuasa pada sekitar awal tahun 1928 pelaksanaan pembangunan rumah Gereja dimulai. Sebagai Kepala Bas / tukang khusus didatangkan dari luar desa Wakan yaitu Charles Mewengkang asal Pinabetengan Tompaso Besar. Tukang – tukang lainnya semua asal desa Wakan sendiri antara lain : Frederik Tulungen, Elisa Rempowatu, Markus Siwu, Musa Talumepa, Joost Lembong, Dore Siwu, Johan Siwu, Paul Tumbuan, dll yang tak sempat didata.
 
Usaha Pengumpula Dana.
Baris 364 ⟶ 377:
3. Krisis Melanda Kegiatan Pembangunan.
 
Pada pertengahan tahun 1931 proses pembangunan rumah Gereja mengalami hambatan disebabkan karena :
 
• Komite mengalami kesulitan dana ( tidak ada bantuan dari Indische Kerk ).
Baris 402 ⟶ 415:
Dengan diprakarsai, para Pensiunan Militer bersama dengan para orang Tua – Tua tokoh masyarakat, mereka mendesak komite melakukan upacara adat “ Nae Rumah Baru” tanda selesainya pembangunan gedung Gereja baru. Adapun upacara adat ini akan dilaksanakan oleh untuk para tukang bersama para pemuka adat serta Tokoh – Tokoh masyarakat dilaksanakanlah upacara tradisional khusus (belum untuk umum) sebagai ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan bimbingannya sehingga pembangunan rumah Gereja dapat terselesaikan 90% dengan baik dan selamat. Pada acara itu ada pula adat khas yang mengandung nilai budaya dan senantiasa bersifat simbolis dinyatakan dan dilakukan oleh seorang pemuka adat yang disebut Tonaas, Manuel Tampi dengan mengucapkan kata – kata “ Tioo Ma Inde – Inde, Manguni Maka Siow Aitoor Si Wale Anio” lalu ia menghentakan kaki kanannya tiga kali di lantai pintu samping mimbar Gereja, pernyataan itu merupakan perlambang, kekuatan yang penuh arti menurut tafsiran budaya dan pandangan hidup tradisional Minahasa yang bukan merupakan Mekanistis, akan tetapi sangat menunjang keyakinan Perjuangan dan kebulatan tekad masyarakat Wakan untuk menyelesaikan pembangunan.
 
Dan sebagai inti sari dari segala kepastian dan keyakinan dalam upacara adat, telah pula melahirkan kesatuan pandangan dan pendapat dengan mencetuskan dan menetapkan ikrar bersama membulatkan tekad dan memutuskan hal – hal sebagai berikut :
 
I. Rumah Gereja baru ini dinamakan “Wale Pinaesaan E Wakan” yang mengandung arti dan makna :
 
a. Rumah lambang persatuan masyarakat / Jemaat Wakan dilihat dari segi Organisasi dan Perjuangan Fisik ( melawan Pemerintah Belanda ).
Baris 420 ⟶ 433:
B. Peranan Organisasi – Organisasi Penunjang.
 
1. Tidak ada asap jika tidak ada api. Demikian bunyi pepatah. Demikian halnya dengan peresmian rumah Gereja di Wakan, tidak akan terjadi kalau tidak ditunjang oleh peran Hukum Tua serta unsur – unsur kekuatan Organisasi – Organisasi yang ada dimasyarakat, memang ternyata aksi sepihak pada peresmian tersebut, bagaikan asap menghembus tak terbendung karena karena didorong dan ditunjang oleh api semangat keyakinan dan kekuatan Organisasi – Organisasi yang teratur dengan baik dikalangan masyarakat yaitu :
 
 Oleh beberapa Tokoh masyarakat yang adalah anggota partai politik yang bertujuan untuk membangkitkan Kesadaran Nasionalisme serta mengorbarkan semangat Perjuangan melawan kaum penjajah mencapai Kemerdekaan Bangsa Indonesia berdasarkan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
Baris 444 ⟶ 457:
Pada tanggal 22 September 1933, sesuai rencana Pdt. Thiel dan beberapa Staf Penolong ( sebutan untuk jabatan pembantu Guru Injil ) dan Guru Injil Sewilayah Kumelembuai tiba di Wakan, mampir sebentar di rumah Hukum Tua A.A.M. Tumiwa kemudian segera menuju rumah Gereja baru “Wale Pinaesaan E Wakan” sementara dirumah Gereja baru telah menunggu orang Tua – Tua Tokoh agama, Tokoh – Tokoh masyarakat bersama puluhan anggota masyarakat dibawah Pimpinan koordinator pelaksana pembangunan Junus Runtuwene, maka segeralah tiba sang Pendeta di halaman Gereja sang Pendeta Indische Kerk, H.G. Thiel dan rombongannya. Sang Pendeta segera memanggil dan mencari Guru Jemaat Joost Rembet bersama – sama berjalan menuju ke pintu utama Gereja yang kelihatannya masih tertutup rapat. Pendeta Thiel kemudian mencoba membuka pintu namun tidak berhasil membukanya karena memang pintu masih terkunci.
 
Pada saat yang sama koordinator pembangunan Junus Runtuwene segera mendekatinya dan bertanya apa maksud kedatangan tuan Pendeta. Tanpa menjawab pertanyaan ini Pendeta Thiel menegur Guru Jemaat Joost Rembet menanyakan kunci dan terjadilah dialog sebagai berikut :
 
Pdt. Thiel “Guru Jemaat, kenapa pintu Gereja tidak dibuka? Mana kuncinya?”
Baris 454 ⟶ 467:
Dan saya tahu rumah baru ini dibangun oleh orang Wakan dengan biaya mereka sendiri. Ongkos kerja kami tukang – tukang belum dibayar. Jadi saya tidak mau serahkan kunci rumah baru ini kepada tuan Pendeta, karena saya tahu betul bangunan rumah baru ini orang Wakan yang punya.”
 
Pdt. Thiel menjadi marah dan berkata : “Oh, kamu sudah berani melawan saya, ya? Apa kamu tidak mengerti saya yang menjadi Ketua Gereja di Wilayah Amurang? Jadi kamu mesti dengar perintah saya.”
Kep. Bas “Baik tuan Pendeta, saya mau serahkan kunci – kunci tapi tuan Pendeta harus bayar dulu harga rumah baru ini. Dan juga mesti bayar ongkos kerja kami tukang – tukang yang mendirikan rumah ini.”
Pendeta dengan nada emosi dan marah berkata: “Oh, God Verdomme, kamu orang Wakan ini kurang ajar ya, Gereja ditahbiskan tidak dikasih tau tuan Pendeta”
 
Pada saat – saat kritis itu dimana pihak Indische Kerk mencoba berusah memasukkan politik kolonial kedalam permasalahan Gereja maka bangkitlah budaya asli masyarakat Wakan sebagai mana sifat umum orang Minahasa dengan strategi menyerang dan memberontak, maka tanpa diduga sebelumnya Junus Runtuwene mendekati dan menentang Pdt. Thiel sambil berkata : “apa tuan Pendeta bilang? Orang Wakan yang kurang ajar atau tuan Pendeta.”
 
Kemudian segera pula disusul oleh salah seorang dari antara puluhan masyarakat yang hadir di halaman Gereja ( Musa Talumepa ) dengan tiba – tiba berteriak “Tangka en sia wakesenta sia, ipun pun ang karong” ( tangkap dia, kita ikat dia, masukan dikurung ) sambil melakukan gerakan – gerakan mendekati Pdt. Thiel.
Baris 466 ⟶ 479:
Melihat situasi yang tidak menguntungkan itu, Pendeta Thiel segera meninggalkan halaman Gereja menuju rumah Hukum Tua mencari perlindungan keamanan sekaligus meminta Hukum Tua mengurus perkara yang baru aja terjadi di halaman Gereja. Alasannya ialah Pendeta Thiel menuduh Kepala Bas tidak mau menyerahkan kunci – kunci Gereja kepadanya.
 
Namun sebaliknya Junus Runtuwene mengatakan kepada Hukum Tua bahwa mereka menggugat Pdt. Thiel yang memfitnah dan menghina masyarakat Wakan dengan kata – kata “orang Wakan kurang ajar”. Mula – mula Pendeta Thiel menolak tuduhan tersebut, namun dengan bijaksana Hukum Tua menanyakan kepada salah seorang staf pendamping Pendeta Thiel, yaitu tuan Rampengan, seorang Rohaniawan dari Kumelembuai sebagai saksi dengan pertanyaan sebagai berikut : “Apakah benar Pdt. Thiel mengucapkan kata – kata orang Wakan kurang ajar!?” Ternyata kesaksian tuan Rampengan membenarkan kesaksian itu.
 
Akhirnya Hukum Tua menutup proses verbal perkara ini dan akan diajukan ke Pemerintah di Amurang, karena Hukum Tua sebagai orang pribumi tidak berhak mengurus perkara orang asing / Eropa.
Baris 482 ⟶ 495:
Untuk penyelidikan dan pemeriksaan perkara peristiwa 22 September 1933 tersebut, pada tanggal 25 September 1933 tiba di Wakan Hukum Besar Tambayong dan Jaksa Rambing dari Amurang menemui Hukum Tua. Sehubungan dengan itu pula orang – orang Tua Tokoh masyarakat dan koordinator pelaksana pembangunan Junus Runtuwene sudah berkumpul dihalaman rumah Hukum Tua.
 
Sebelum acara pemeriksaan di mulai, Hukum Besar Tambayong mengambil kesempatan sejenak berjalan – jalan dihalaman menuju kelamaan pohon murbei yang lebat buahnya dan banyak orang – orang tua berdiri dekatnya. Sambil memetik dan memakan buah murbei, Hukum Besar perlahan – lahan mendekati orang – orang yang sedang berkumpul disitu dan berkata dengan nada suara perlahan – lahan agar jangan terdengar dengan Jaksa Rambing ( yang diucapkan dalam bahasa daerah ) sbb : “eh sare, E tanitu en aicuai tuang Pandita Thiel, maente – ente O mio kamu, camu re’en en muntung ya!” Artinya : kalo benar demikian yang dikatakan oleh Pendeta Thiel, peganglah teguh pada pendirian kamu, kamulah yang akan menang.
 
Demikianlah suatu ungkapan dukungan moril dari seorang Hukum Besar, sebagai pejabat Pemerintah pribumi yang merasa simpati dan menyadari visi dan persepsi Perjuangan dengan Jemaat Wakan menuntut hak kebebasan Bergereja dari Penindasan penjajah.
Baris 488 ⟶ 501:
Dan setelah Jaksa Rambing melakukan penelitian.
 
Dan pemeriksaan terhadap pelaku – pelaku peristiwa 22 September 1933, ternyata masyarakat Wakan tidak dapat dinyatakan bersalah, dengan alasan pokok pembelaan sebagaimana yang dituturkan oleh koordinator pembangunan Junus Runtuwene kepada Jaksa bahwa :
 
Pertama : Sehubungan dengan peraturan tuntutan Pendeta – Pendeta Indische Kerk tahun 1927 yang melarang rumah Gereja sebagai sekolah – sekolah Zending ( swasta ) maka rumah baru yang didirikan dibangun sendiri oleh masyarakat Wakan. Ini akan dipakai menjadi rumah sekolah dan tidak akan diserahkan kepada Pendeta Thiel Indische Kerk.
Kedua Bahwa rumah baru yang di bangun masyarakat Wakan sendiri dengan biaya swadaya murni masyarakat dan Jemaat Wakan tanpa bantuan daya dan dana Indische Kerk.
 
Baris 507 ⟶ 520:
Menyadari akan status dan kondisi Jemaat Wakan yang berada dibawah kekuasaan Indische Kerk / Pemerintah penjajah maka perlu kiranya dipikirkan penentuan nasib Gereja baru itu setelah terjadi konflik sosial politik dan pertentangan Jemaat Wakan dengan Indische Kerk tanggal 22 September 1933, yang telah diusut perkaranya oleh pihak yang berwenang ternyata dimenangkan oleh masyarakat dan Jemaat Wakan. Kemenangan itu merupakan momentum historis yang strategis dimana status rumah Gereja baru itu sudah dipastikan menjadi suatu Gereja Berdiri Sendiri / Siding Otonom yang akan tumbuh dan yang akan dikembangkan oleh Jemaat Wakan sendiri sebagai orang percaya yang mengekspresikan kebebasan kontrol otoritatif yang memerintah dan berkuasa dengan pengertian bukan kebebasan persekutuan.
 
Karena pada prinsipnya Gereja bebas berdiri sendiri / Otonom ialah Gereja ( bukan – bukan Gereja ) yang :
 
• Dibangun dan bertumbuh sendiri dari masyarakat setempat / lokal.
Baris 517 ⟶ 530:
• Mengurus dan mengembangkan sendiri. Dengan demikian maka Gereja bebas Merdeka Berdiri Sendiri itu sangat dekat pengertian dengan bentuk Pemerintahan Otonom Kongregasional yang mengatur, membiayai dan mengembangkan diri sendiri.
 
Berdasarkan hal tersebut dan dipicu oleh semangat spiritual dan gagasan Joel Walintukan yang pernah ditanamkannya dalam hati sanubari orang Tua – Tua dan Jemaat Wakan sejak tahun 1890 tentang arti dan maksud suatu Gereja Minahasa Berdiri Sendiri maka akhirnya para Tokoh masyarakat dan Tokoh – Tokoh agama serta pemuka adat desa Wakan mengambil sikap tegas dan menetapkan :
 
a. Putuskan hubungan dengan Indische Kerk.
Baris 529 ⟶ 542:
Dengan semangat kesatuan yang kokoh dan penuh keyakinan akan nilai Perjuangan luhur serta tekad yang membara dari Tokoh – Tokoh masyarakat, agama dan komiter serta dengan mendapat restu dan dukungan Hukum Tua Wakan A.A.M. Tumiwa, maka pada hari minggu tanggal 1 Oktober 1933 dilaksanakan upacara resmi Pentahbisan rumah Gereja baru di Wakan menjadi rumah sekolah, rumah Gereja “Wale Pinaesaan E Wakan” dengan status menjadi Gereja Minahasa Merdeka Berdiri Sendiri / Otonom yang berlindung pada Hak Badan Hukum Perserikatan Pangkal Setia di Tomohon ( Badan Hukum No. 31 – Betawi tanggal 12 Juli 1920 ).
 
Acara ibadah di Pimpin Guru Jemaat Tua David Moring dan acara Pentahbisan itu di Pimpin oleh Guru Jemaat Joost Rembet dan sengaja tidak memberitahukan kepada Pendeta H.G. Thiel Pimpinan Wilayah Indische Kerk Amurang. Upacara Pentahbisan itu dihadiri para undangan dari beberapa desa sekeliling desa Wakan. Turut hadir beberapa tamu dari Motoling antara lain Guru Zending J.D. Kesek, E.F. Paat dan R. Sondakh seorang Guru partikulur / swasta Motoling, dari Amurang hadir Jaksa Rambing yang kemudian memberi komentar; “Lolouren ( Bintang Fajar Timur ) sudah terbit, sudah tiba saatnya Jemaat Maesa mengatur sendiri Jemaatnya” dan berpesan : “pergilah kamu jangan berbantah – bantah dijalan” ( Kej 45 : 24 ).
 
Sejak tanggal 1 Oktober 1933 itu, didepan rumah Gereja baru dipasang papan bertuliskan : “Wale Pinaesaan E Wakan”. Semenjak itu Jemaat Wakan mengadakan kebaktian – kebaktian di rumah Gereja milik sendiri, sekaligus di pakai juga sebagai rumah Sekolah Rakyat ( SR ).
 
Dilihat dari segi Organisatoris Administrative maupun dari segi Hukum, kedudukan Gereja “Wale Pinaesaan E Wakan” itu berdiri sendiri dan dilindungi diatas anggaran dasar Perserikatan Pangkal Setia sebagai Gereja Minahasa Berdiri Sendiri Otonom dan sebagai Gereja Nasional bebas dari kekuasaan dan penindasan Pemerintah kolonial Indische Kerk.
Baris 577 ⟶ 590:
Dengan adanya rancangan Otonomisasi Gereja dan Jemaat yang sedang diperjuangkan masyarakat desa Wakan itu dimaksudkan agar sentralisasi kekuasaan sistim Sinode Indische Kerk itu harus segera diubah atau diakhiri, artinya peranan Jemaat Wakan melalui Jemaat Wakan harus dihormati dan dihargai.
 
Dan untuk tujuan kesemuanya itu maka bermusyawarahlah orang Tua – Tua dan para Tokoh masyarakat dan Jemaat untuk mencari hubungan dengan pihak Gereja Katholik di Tomohon dengan maksud meminta agar Jemaat Wakan dapat diterima anggota Jemaat Katholik. Namun sebelum sempat mengirim utusan ke Tomohon, ada berita melalui surat kabar Perserikatan Pangkal Setia yang mengatakan bahwa di Manado ada suatu Badan Pengurus Organisasi yang bercita – cita mendirikan suatu Gereja Minahasa Merdeka Berdiri Sendiri dengan nama “Kerapatan Gereja Protestan Minahasa” disingkat “KGPM” dipimpin oleh Bangsa sendiri dan beralamat : gedung Sinode Harmoni Manado. Dengan demikian niat ke Tomohon dibatalkan dan dialihkan ke Manado.
 
B. Jemaat Wakan Merintis Berdirinya Gereja Minahasa Otonom.
Baris 601 ⟶ 614:
Kepada utusan Wakan bersama B.W. Lapian, Y. Yakobus menyatakan sangat menyesal tidak dapat mengurus sendiri urusan yang amat penting di Jemaat Wakan karena dalam keadaan sakit.
 
Namun kemudian beliau selanjutnya menyatakan bahwa untuk melaksanakan segala urusan Gereja di Jemaat Wakan sebagaimana permintaan yang disampaikan utusan Wakan itu akan beliau Wakilkan kepada B.W. Lapian sebagai penanggung jawab. Dan untuk itu berkata : saya tidak sanggup lagi karena sakit, tuan Z. Talumepa sudah menyatakan takut untuk bertindak, jadi “ngana jo Bena” : Bena adalah nama panggilan akrab dari Bernard / B.W. Lapian. B.W. Lapian menyatakan bersedia melaksanakan tugas itu tetapi bukan dalam tugas sebagai Sekretaris melainkan sebagai Ketua Pengurus KGPM. Hal ini disetujui Y. Yakobus lalu menyerahkan surat mandat hak Ketua kepada B.W. Lapian.
 
Kemudian B.W. Lapian menyuruh ketiga utusan segera kembali ke Wakan dengan pesan : Bersiap– siaplah hari minggu tanggal 29 Oktober 1933 yang akan datang, kami akan berada di Wakan. Dengan penuh sukacita pulanglah ketiga utusan ke Wakan menyampaikan pesan dari Hoofd Bestuur KGPM kepada Jemaat di Wakan.
3. B.W. Lapian Mulai Merintis Jalan Mendirikan Gereja Minahasa Otonom.
 
Setelah mendapat surat mandat sebagai Ketua Pengurus KGPM untuk melaksanakan tugas memenuhi permintaan Jemaat Wakan, maka B.W. Lapian mulai bertindak melalui jalur Hukum Pemerintah. Bersama A. Kandow, H Sinaulan dan R.C. Pesik, kemudian B.W. Lapian menemui Asisten Resisten Oberman setingkat Wakil Gubernur di Manado. Mereka menyampaikan maksud dan permintaan Jemaat Wakan yang akan mendirikan Gereja Minahasa Berdiri Sendiri / Otonom di Wakan.
Asisten Resisten Oberman yang adalah Ketua Dewan Minahasa / DPRD mengenal benar Perjuangan dan pribadi B.W. Lapian sebagai anggota Volksraad / Dewan Minahasa, dengan secara bebas bergurau antara lain katanya : oh mengapa mau mendirikan Gereja sendiri? “Apakah kamu tidak senang lagi dengan orang – orang Belanda! Ataukah mau usir kami orang – orang Belanda dari sini?” Namun kemudian secara diplomatis Oberman menyuruh mereka membicarakan hal itu dengan H.V.B. Konterlir Vingerhoeds ( tk. Bupati ). Setelah B.W. Lapian dan kawan – kawan menghadap Konterlir Vingerhoeds dan menyampaikan maksud mereka, terjadilah dialog sebagai berikut:
 
 
Baris 619 ⟶ 632:
B.W. Lapian : “tuan Konterlir, kami datang bukan untuk minta izin, hanya datang memberitahukan kepada tuan.”
 
Pada akhirnya B.W. Lapian dan kawan – kawan meminta izin meninggalkan kantor Konterlir dengan mengatakan : “Tuan luluskan atau tidak yang penting kami telah datang dan memberitahukan kepada tuan, bahwa kami akan melakukan suatu tugas pekerjaan besar dan mulia.”
 
Mendengar ucapan B.W. Lapian itu, Konterlir terdiam dan tidak dapat berbuat apa – apa lagi. Situasi yang demikian itu membuat B.W. Lapian sebagai seorang pejuang lebih percaya diri untuk melakukan Perjuangannya bersama Jemaat Wale Pinaesaan E Wakan Memproklamasikan Gereja Minahasa Berdiri Sendiri / Otonom yang pertama di desa Wakan, Minahasa Sulawesi Utara.
 
 
 
Baris 634 ⟶ 648:
Kemudian pada tanggal 8 Juni 1933 KGPM muncul kembali secara diam – diam dengan wajah baru non Kooperatif / tidak ada hubungan kerjasama dengan Indische Kerk melainkan menggabungkan diri jadi satu bagian / onderbow dari Perserikatan Pangkal Setia, dimana B.W. Lapian menjabat sebagai sekretarisnya, berkedudukan di Kurangga Tomohon.
 
Hingga pada bulan Oktober 1933 tidak pernah ada terdengar aktifitasaktivitas dan usaha KGPM mendirikan suatu Gereja Berdiri Sendiri / Otonom. Nanti pada tanggal 25 Oktober 1933 ketiga delegasi Jemaat Wale Pinaesaan E Wakan pergi menghubungi Hoofd Bestuur KGPM di Manado dan meminta agar pengurus Hoofd Bestuur dapat menerima dan meresmikan Jemaat / Gereja Wale Pinaesaan E Wakan menjadi Jemaat / Gereja KGPM, barulah pengurus KGPM terbuka mata dan bangkit dari tidurnya untuk segera memanfaatkan momentum yang sangat berharga itu guna bertindak mewujudkan Gereja Minahasa yang Otonom.
 
Tekad baja dan semangat juang B.W. Lapian untuk mewujudkan Gereja Minahasa Berdiri Sendiri, bukan hanya kata – kata belaka melainkan berbuat, berdoa dan bekerja. Itulah semboyannya. Gedung Gereja Wale Pinaesaan E Wakan sudah ada, Guru Jemaat, ada Dasar Hukum Organisasi dilindungi dengan anggaran dasar Perserikatan Pangkal Setia, Jemaat / masyarakat Wakan keseluruhannya telah siap mental spritual mewujudkan konsep Gereja Minahasa Merdeka Berdiri Sendiri dengan demikian lengkaplah sudah persyaratan dan persiapan untuk memisahkan diri dari kekuasaan dan penindasan Indische Kerk, dengan struktur Pemerintah Gereja yang mirip dengan Kongregasional yang bersumber dari ajaran Perserikatan Pangkal Setia. Adapun pola hidup Gereja sistem Kongregasional itu ialah Pemerintah Gereja berada ditangan Jemaat yang OTONOM NASIONALIS, berdiri sendiri dan mengatur, mengurus serta membiayai rumah tangga sendiri, mandiri, independen.
Baris 644 ⟶ 658:
Keberhasilan Perjuangan masyarakat dan Jemaat Wakan yang mendirikan rumah Gereja Wale Pinaesaan E Wakan menjadi milik sendiri dan berdiri sendiri itu, ternyata benar – benar dimanfaatkan pengurus besar KGPM sebagai modal pokok serta motivasi untuk memproklamasikan KGPM menjadi Gereja Minahasa Berdiri Sendiri yang memisahkan diri / lepas dari kekuasaan Indische Kerk. Ditambahkan pula bahwa situasi Indische Kerk di Wakan pada saat itu memang sudah sukar dikendalikan untuk dipertahankan dan sedang berada pada jalur kehancuran.
 
Dan sebaliknya keberadaan Jemaat dan Gereja di Wakan bahkan sudah memenuhi syarat dan sudah siap diresmikan menjadi satu sidang / Jemaat berdiri sendiri, dengan pertimbangan bahwa :
 
a. Baik Organisatoris maupun Administrtif, secara yuridis formal dilindungi dengan anggaran dasar Perserikatan Pangkal Setia.
Baris 666 ⟶ 680:
Kebaktian di Pimpin oleh H. Sinaulan dari Pengurus Besar KGPM dengan nats pembimbing dari Roma 8:31. Selesai kebaktian, Jemaat mendesak Ketua Hoofd Bestuur B.W. Lapian untuk terus melaksanakan maksud pertemuan mulia itu, yaitu meresmikan / mengesahkan Jemaat dan Gereja Wale Pinaesaan E Wakan menjadi Jemaat dan Gereja KGPM Berdiri Sendiri / Otonom.
 
B.W. Lapian menyatakan setuju, lalu segera bangkit berdiri menyampaikan sambutannya sebagai Ketua Pengurus Besar KGPM dalam bahasa daerah Tontembuan yang antara lain mengatakan sebagai berikut :
“Po’opo’ow pakasa, mayo waya kita rumangat ing ngaran I Amang Walian Kasuruan nimena intana ‘wo langit wo nimee mai keter Osaka sama ase’cita imbaya asiendo anio. Po’opo’ow pakasa, sapaka aku siendo anio ambiai selaku Ketua Hoofd Bestuur KGPM em pa’pa’an siendo anio endo sama kita maliu – lius asi Wale anio, mai muka ‘ing KGPM Wakan.
 
Baris 675 ⟶ 689:
Demikianlah pidato sambutan dan Proklamasi KGPM oleh B.W. Lapian Ketua Hoofd Bestuur KGPM, yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, artinya sbb:
 
“Bahwa saya sebagai Ketua Pengurus Besar Kerapatan Gereja Protestan Minahasa / KGPM dengan Rahmat Tuhan Pencipta Langit dan Bumi, pada hari ini minggu , 29 Oktober 1933 Memproklamasikan / Menyatakan berdirinya Kerapatan Gereja Protestan Minahasa ( KGPM ) Berdiri Sendiri / Otonom di Wakan melalui peresmian Gereja dan Jemaat Wale Pinaesaan E Wakan menjadi Gereja dan Jemaat KGPM pertama dimulai di Wakan.
 
Kita jadikan hari bahagia ini 29 Oktober 1933 hari sejarah lahirnya Gereja Jemaat KGPM di Minahasa kita mengangkat saudara kita David Moring menjadi Guru Jemaat KGPM dan saudara kita Yoost Rembet menjadi Gembala Am KGPM sedangkan saudara kita Junus Runtuwene menjadi Pengurus Daerah / Wilayah KGPM, kita doakan semua kiranya KGPM mulai berdiri hari ini di Wakan dan untuk selama – lamanya. Pakatuan wo pakalowiren kita imbaya”.
Baris 685 ⟶ 699:
Kalau Reformasi – Pembaharuan dan Perubahan Gereja Roma menjadi Gereja Protestan oleh Reformator DR. Martin Luther pada kebaktian pertamanya tanggal 29 Oktober 1525 di Wittenberg Jerman, maka Reformasi Gereja di Minahasa – Indonesia terjadi dengan menginspirasi dan memotivasi Jemaat Wakan berjuang membebaskan Gereja dari dominasi Negara dan Pemerintah kolonial Belanda sejak 1 Oktober 1933 ; kemudian diproklamasikan menjadi Gereja Jemaat pertama berdirinya Gereja Reformasi pada tanggal 29 Oktober 1933 di Wakan dengan nama “Kerapatan Gereja Protestan Minahasa – ( KGPM )”.
 
Hingga pada penulisan sejarah ini tahun ( 2002 ), didesa Wakan hanya ada satu golongan Gereja yaitu Gereja Protestan Jemaat Wale Pinaesaan E Wakan yang merupakan moment gerakan Gereja melawan politik Pemerintah kolonial dengan semboyan : Pemerintah kolonial masuk di Minahasa lewat Gereja, mereka harus keluar melalui jalur yang sama yaitu lewat Gereja ( A.M. Pangkey, Perserikatan Pangkal Setia ). Dalam bidang doktrin dan ibadah didasarkan dengan Pengakuan Iman Rasuli – tidak ada perbedaan yang prinsipal antara Wale Pinaesaan E Wakan / KGPM dengan Indische Kerk atau GPHB ( Gereja Protestan Hindia Belanda ).
 
Bab 8. Nama Dan Struktur Organisasi Gereja.
Baris 691 ⟶ 705:
I. Arti Nama Wale Pinaesaan E Wakan.
 
Wale Pinaesaan E Wakan mengandung arti serta makna sebagai berikut :
 
a. Rumah Gereja milik masyarakat dan Jemaat Wakan, sebagai lambang persatuan dan Perjuangan masyarakat Wakan yang menjadi satu menentang politik Pemerintah kolonial beralaskan pada jiwa dan MENTAL NASIONALISME bertolak dari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
Baris 722 ⟶ 736:
Ciri – ciri Kongregasional KGPM itu banyak perbedaan dari Kongregasional Robert Brown harus diberlakukan dan dituruti juga oleh Gereja Wale Pinaesaan E Wakan sebagai anak sulung KGPM, sebagai berikut:
 
1. Suatu Gereja Yang Esa, yang Nasional, Indonesia sejati bukan Kongregasional dari banyak Gereja Kongregasional ( bahasa Inggris ) : congregate = sistim Gereja – Gereja berdiri sendiri menurut kamus umum Inggris Indonesia Poerdarminta SAM Goustra 1959.
 
2. Suatu Kongregasional sidang – sidang ( bukan Gereja – Gereja ).
Baris 751 ⟶ 765:
14. Pucuk Pimpinan hanya bersifat koordinator, Stabilator dan dinamisator, motivator atau bersifat memimpin, mengatur bersama ( Mat. 20:25-28; 23:12; 1 Petr. 5:2-3; 1 Kor 3:5-9; 4:8; 2 Kor 1:24 ) antara Pucuk Pimpinan dan Pimpinan Sidang.
 
15. Hubungan keuangan dari sidang ke Pucuk Pimpinan bersifat sukarela ( 2 Kor. 9 : 78 ) hal ini perlu ditinjau ( 1 Kor. 9:14; Gal 6:2 ).
 
16. Oleh karena Pucuk Pimpinan tidak mempunyai dana anggota P.P. bersifat sukarela pula seperti Zaman rasul ( 1 Kor. 4:9-13; 2 Tes. 3:8; Kis. 20:34-35 ).
Baris 761 ⟶ 775:
IV. Majelis Sidang Dan Pengurus Sidang.
 
1. Majelis sidang / Majelis Gereja yaitu :
 
a. Penatua / Tua – Tua dalam bahasa asing presbyter, yaitu pelayanan rohani tiap – tiap lingkaran ( kring ) dalam siding dan pembantu tugas pelayanan rohani dan Guru Jemaat atau Gembala sidang ( Kis. 14:23; 15:6; 1 Petr. 5:1-3; 1 Tim. 5:17; Tit. 1:5-6 ).
Baris 816 ⟶ 830:
4. Motivasi berdirinya Gereja Wale Pinaesaan E Wakan, adalah benar – benar bersifat Gerejawi yang kemudian menandai Pendorong Pemicu Proklamasi KGPM ( Kerapatan Gereja Protestan Minahasa ) tanggal 29 Oktober 1933 di Wakan yang hendak melaksanakan tugas pelayanan Gereja menurut kehendak Tuhan, tidak didikte atau diperintah dan dikuasai oleh Pemerintah duniawi agar Jemaatnya dapat melaksanakan ibadah secara bebas menurut kepercayaan, keyakinan yang telah digariskan Gerejanya.
 
5. Hari minggu tanggal 1 Oktober 1933 adalah tonggak sejarah berdirinya Gereja Wale Pinaesaan E Wakan dengan garis tugas panggilan pokok ialah : bersekutu, bersaksi, di seluruh tanah air dan Bangsa Indonesia bukan hanya terbatas di Minahasa.
 
6. Gereja Wale Pinaesaan E Wakan adalah Gereja Merdeka / Independen, Gereja Minahasa berdiri sendiri merupakan moment Gerakan Perjuangan Gereja Reformasi berjiwa sosial yang dilaksanakan secara mandiri dan swadaya murni oleh Jemaat Wakan mewarnai persatuan kehidupan masyarakat Wakan melawan politik Pemerintah kolonial dan Gereja Negara Indische Kerk.
Baris 834 ⟶ 848:
3. Mari kita tingkatkan mutu kehidupan Jemaat dalam segala bentuk aspeknya berdiri teguh dan konsekuen dalam melaksanakan Visi dan Misi Gereja yang mempunyai indentitas dan sejarah yang normatif ( dapat dijadikan ukuran dan pegangan ) agar jangan terbawa oleh oknum Pemimpin – Pemimpin avonturir yang terus berusa merusak identitas Gereja Wale Pinaesaan E Wakan dan KGPM Kongregasional itu, demi kepentingan pribadi maupun golongan. Kesemuanya ini adalah merupakan beban histories Jemaat Wakan yang harus diselesaikan dan diatasi secepat mungkin.
 
4. Hal – hal tersebut diatas perlu kita pahami benar, jika kita teliti secara cermat sejak lahirnya Gereja Wale Pinaesaan E Wakan 1933 sebagai Gereja Minahasa Merdeka Berdiri Sendiri / Otonom, maka sebagai generasi penerus Jemaat Wakan, seolah – olah kehilangan kecintaan, kehilangan fanatisme dan kepedulian terhadap penelitian dan pengetahuan tentang sejarah proses lahirnya Gereja Wale Pinaesaan E Wakan, kesemuanya itu dapat terjadi karena :
 
Pertama : Semenjak generasi pelaku, pendiri Gereja di Wakan tahun 1926 hingga menjelang akhir tahun 2000, belum pernah ada tersusun suatu tulisan sejarah Gereja di desa Wakan secara lengkap tentang lahirnya Gereja Wale Pinaesaan E Wakan yang merupakan Gereja Reformasi di Wakan, Minahasa Sulawesi Utara pada tanggal 1 Oktober 1933 bahkan menjadi anak sulung / Jemaat sulung Gereja KGPM ( Kerapatan Gereja Protestan Minahasa ) yang Diproklamadikan di Wakan pada tanggal 29 Oktober 1933.
 
Kedua : Pada tahun 1969 terjadi perpecahan Pucuk Pimpinan Gereja KGPM, yaitu selain keberadaan P.P. KGPM 29 Oktober 1933 di Kawangkoan dengan Ketua Umum B.W. Lapian, maka pada bulan Oktober 1969 muncul Pucuk Pimpinan tandingan yang didirikan oleh Ny. S.K. Pandean, dkk di Manado, dikenal dengan “Perkumpulan Gereja” ( Kerk Genootschap ) KGPM 21 April 1933. Hal ini telah mengakibatkan persatuan Jemaat Wakan menjadi goyah dimana sebagian dari Jemaat dan generasi muda berangsur – angsur kehilangan percaya diri, kehilangan dasar berpijak bahkan seolah – olah berada dipersimpangan jalan kemudian kehilangan motivasi untuk memiliki dan mempelajari sejarah Wale Pinaesaan E Wakan secara utuh dan tanggung jawab.
 
Perpecahan KGPM ini berlangsung selam 13 tahun ( 1969 sampai 1982 ) dan hanya oleh kehendak Tuhan dan Roh Kudus bersatu kembali pada siding raya KGPM di Molompar tahun 1982 menjadi KGPM 29 Oktober 1933 yang asli / Kongregasional.
 
Berdasarkan hal – hal tersebut diatas, maka tidaklah mengherankan apabila sebagian besar generasi muda penerus Jemaat Wakan diperkirakan sangat kurang menghayati dan memahami bahwa Proklamasi Gereja dan Jemaat Kerapatan Gereja Protestan Minahasa ( KGPM ) yang pertama – tama di Minahasa itu, dilakukan oleh Hoofd Bestuur KGPM tanggal 29 Oktober 1933 di Jemaat Wale Pinaesaan E Wakan yang sejak tanggal 1 Oktober 1933 telah berhasil berdiri sendiri , Otonom, melepaskan dan memisahkan diri dari kekuasaan Indische Kerk / Gereja Negara Pemerintah kolonial. Dengan kata lain modal dasar Proklamasi Gereja dan Jemaat KGPM pertama tanggal 29 Oktober 1933 itu bersumber dari eksistensi Gereja dan Jemaat Wale Pinaesaan E Wakan sebagai Gereja Minahasa Merdeka pertama yang berdiri sendiri sejak tanggal 1 Oktober 1933 di Sulawesi Utara.
 
Dapat pula diungkapkan disini bahwa kebangkitan dan kesadaran Nasionalisme masyarakat desa Wakan menentang pengaruh dan kekuasaan Pemerintah kolonial dan Indische Kerk itu merupakan hasil Perjuangan dan pergerakan sosial politik orang Tua – Tua perintis dan pelaku pembangunan Gereja Reformasi yang perlu dicatat dalam sejarah dan perlu dikenang selalu sebagai usaha menuju tercapainya Kebebasan Bergereja dan Kemerdekaan Bangsa. Sedangkan maksud dan tujuan Gereja Reformasi Wale Pinaesaan E Wakan menjalankan tugas Gereja Tuhan, tidak terlepas dari Program Nasional dan merupakan bagian mutlak dari Perjuangan suci demi Kemuliaan Kerajaan Tuhan dan Kemerdekaan bersekutu dan Bergereja.
Baris 849 ⟶ 863:
 
Mengakhiri semua penulisan ini, perkenalkan kami mengingatkan kita akan Doa Rasul Paulus dalam Filipi 1:9-11 “Semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan segala macam pengertian, sehingga kamu dapat memiliki apa yang baik supaya kamu suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus penuh dengan buah kebenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus untuk memuliakan dan memuji Allah. Amin .
== Pimpinan Pusat (2010-2015)<ref name="swaramanado" /><ref>{{Cite web |url=http://sulut.kemenag.go.id/file/dokumen/KGPM.pdf |title=Hasil Pemilihan Pucuk Pimpinan KGPM periode 2010-2015 |access-date=2013-10-19 |archive-date=2013-10-19 |archive-url=https://web.archive.org/web/20131019214018/http://sulut.kemenag.go.id/file/dokumen/KGPM.pdf |dead-url=yes }}</ref> ==
 
== Sejarah ==
[[KGPM]] lahir sebagai bentuk kesaksian kepada [[Indische Kerk]] yang dinilai hadir sebagai alat untuk mengukuhkan dominasi pemerintahan penjajah di [[Indonesia]]. Didorong oleh rasa nasionalisme yang kuat, maka pada [[25 Maret]] [[1933]] dalam suatu rapat di Manado, diputuskan untuk mendirikan satu sinode gereja dengan nama Kerapatan Gereja Protestan Minahasa. Pengurus yang terpilih pertama kali pada waktu itu adalah J. Jacobus (ketua), Z. Talumepa (wakil ketua), [[B. W. Lapian]] (Sekretaris), dan N. B. Pandean (Bendahara). Kemudian, KGPM melepaskan diri dari Indische Kerk pada [[29 Oktober]] [[1933]] dan sejak itu menyatakan diri sebagai gereja yang berdiri sendiri.
 
=== Situasi Yang Mempengaruhi Berdirinya KGPM ===
Muncul dan berdirinya KGPM pada tahun 1933, sebagai satu gereja di [[Minahasa]], merupakan jawaban atas berbagai masalah yang ada pada Gereja Negara (Indische Kerk) yang menguasai kehidupan kerohanian jemaat-jemaat protestan sejak permulaan abad ke-19 sampai dengan permulaan abad ke-20. Namun, kelahiran KGPM itu tidaklah secara tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses perjuangan yang cukup lama dengan dasar dan latar belakang yang kuat seperti : kepincangan/kelemahan Indishe Kerk (aspek gerejawi/rohani), kepincangan social dan situasi perjuangan bangsa Indonesia ketika itu (aspek politik).
 
Berbagai kelemahan dan kepincangan itu dihayati oleh jemaat-jemaat dan kemudian sadar, bahwa hal-hal itu harus diatasi. Lahirlah gagasan untuk memperbaiki dan mengadakan perubahan atas cara kerja Indische Kerk yng mana usah-usaha itu pada puncaknya ditandai dengan berdirinya KGPM, sebagai gereja yang berusaha berbuat untuk mengikis segala kepincangan yang dialami dlam kehidupan gereja. Itulah yang kemudian dilakukan KGPM kemudian dengan berusaha menumbuhkan dan mengembangkan sikap serta nilai yang bertentangan dengan apa yang berkembang dalam Indische Kerk.
 
Sesungguhnya, apa yang dilakukan KGPM adalah ingin mengembalikan gereja pada misinya, yakni mewujudkan karya penyelamatan umat-Nya dan bukan sebaliknya, gereja dengan birokrasinya berlaku sebagai lembaga pemerintah yang menindas dan membelenggu kemerdekaan jemaat-jemaat dalam sikap dan bertindak dengan penuh percaya diri dalam beribadah.
 
Perjuangan nasional seperti berdirinya [[Budi Utomo]] pada [[20 Mei]] [[1908]] yang diikuti munculnya organisasi politik, kepemudaan maupun keagamaan yang tujuannya untuk mencapai kemerdekaan seperti [[Serikat Islam]] (1912), [[PNI]] (1927) ikut juga memberi motivasi bagi keinginan untuk mendirikan sebuah gereja yang benar-benar merdeka baik oleh orang-orang Minahasa maupun orang Minahasa yang berada di luar daerah seperti [[Rukun Minahasa]] yang berdiri di [[Semarang]] dengan tujuannya untuk mempertinggi tingkat kehidupan rakyat Minahasa, terutama menyokong pengajaran dan pendidikan serta memajukan ekonomi rakyat.
 
Pada tahun 1927 Rukun Minahasa ini pecah menjadi dua bagian. Pertama, kelompok orang Minahasa yang berstatus militer di bawah pimpinan [[J. H. Pangemanan]]. Kedua, kelompok sipil orang Minahasa dengan nama [[Persatuan Minahasa]] dipimpin oleh [[Sam Ratulangi|GSSJ. Ratulangi]]. Pada tahun 1928 Persatuan Minahasa menyatakan menuju Indonesia Merdeka.
 
Perkembangan perjuangan pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia, jelas sangat mempengaruhi kehidupan gerejawi, khususnya Indische Kerk yang pada saat itu beruntung mendapatkan sorotan dan kecaman dari berbagai pihak yang berhasrat untuk memperbaiki gereja serta diperkuat oleh semangat bangsa Indonesia yang ingin mrebut kemerdekaan. Bahkan, berkeinginan mendirikan gereja yang merdeka, dalam konteks wawasan nasional terlepas dari ikatan gereja protestan.
 
Dalam mencermati situasi dan perkembangan perjuangan bangsa Indonesia, kaum nasionalis Minahasa dapat memberikan penilaian, bahwa:
# Terlambatnya perwujudan kemerdekaan Indonesia itu disebabkan oleh sangat tipisnya rasa kebangsaan dari sebagian rakyat Minahasa. Hal itu disebabkan mental kolonial sudah begitu tebal, akibat pembinaan secara teratur melalui gereja protestan (Indische Kerk).
# Perjuangan kemerdeaan bangsa dan tanah air harus simultan dengan perjuangan memperoleh kemerdekaan rohani. Karena itu perlu diusahakan lebih dahul kemerdekaan rohaniah kemudian dibina kemerdekaan tanah air di kalangan masyarakat.
# Perjuangan memperoleh kemerdekaan dapat pula dilaksanakan melalui lembaga gereja, sebab dari pengalaman selama itu,pihak pmerintah kolonial telah menyalahgunakan tugas gereja, yakni dengan menjadikan gereja sebagai tempat tutupan kepentingan politik kolonial
# Perlu diadakan usaha pembinaan mental, dar mental kolonial ke mental nasional melaluian lembaga gereja yang merdeka dan berwawasan nasional terlepas sama sekali dari Indische Kerk.
 
==== Usaha Mendirikan Gereja Otonom ====
===== Lambertus Mangindaan =====
Usaha perintisan mendirikan gereja otonom dimulai dari [[Dominggus Lambertus Mangindaan]] (asal Pondang, Minahasa Selatan). Pada tahun 1858 dia selesai menempuh pendidikan teologia I [[Rotterdam]] Negeri [[Belanda]]. Dia membawa dua ijazah yaitu Hoofdacte(ijazah kepala sekolah) dan Domine (pendeta). Dia dikirim belajar ke Rotterdam tahun 1848 oleh Zendeling CT Herman yang bertugas di [[Amurang]]. Setelah kembali dia sebagai utusan Injil NZG. Diangkat oleh Indische Kerk sebagai pendeta di [[Tikala]], Manado dan wakil Predikant Manado.
 
Pada khotbah awalnya, Lambertus Mangindaan sudah mengumandangkan Gereja Minahasa berdiri sendiri dengan alasan tertulis dalam Alkitab Yohanes 9:5, 8:12, 12:36, yaitu Yesus Kristus Terang Dunia. Usaha ini terus diperjuangkannya. Dia mendapat simpati dari Zendeling HJ Tendelo di Amurang (1857-1862), AC Schaafmn Langowan (1860-1870), JAT Schwarz di Sonder (1866-1905) dan CJ Van de Lufde di Amurang (1861-1898).
 
Aksinya ini membuat dia diberhentikan dari jabatannya dengan alasan:
# Ia pribumi, dianggap lebih rendah dengan petugas bangsa Belanda.
# Ia diprotes menjadi wakil Predikant di [[Manado]].
# Ia berjuang untuk mendirikan Gereja Minahasa berdiri sendiri. Tidak disetujui oleh petugas Gereja di [[Eropa]] dan dianggap tidak layak memberitakan injil pada suku bangsanya.
 
===== Joel Walintukan dan Wellem Sumampouw =====
[[Joel Walintukan]] berasal dari [[Wuwuk]] dan [[Amurang]] (Minaha Selatan) adalah seorang guru Kweekschool NZG di [[Tanawangko]]. Pada tahun 1886 dipindahkan ke [[Kuranga]], [[Tomohon]]. Dia menentang penyerahan jemaat-jemaat ke Indische Kerk dan berjuang mendirikan Gereja Minahasa Berdiri Sendiri. Dalam perjuangannya dia dibantu oleh Willem Sumampouw (Tonsea Lama) yang ada guru pertukangan di Kweekschool dan pengikutnya para guru NZG yang merangkap sebagai guru jemaat. Karena tindakannya, maka dia diberhentikan pada tahu 1890 dan digantikan oleh AM Pangkey (Kawangkoan Bawah) yang ketika itu menjabat sebagai Kepala Sekolah di Pondang Amurang. Setelah Joel Walintukan diberhentikan, Wellem Sumampouw juga kembali ke Amurang dan berdagang hasil bumi dia kemudian menikah dengan Nona Tumbuan di [[Wakan]]. Di desa Wakan dia berusaha menanamkan ide tentang pendirian Gereja Minahasa Berdiri Sendiri.
 
===== Perserikatan Pangkal Setia =====
Pada tahun [[1912]], A. M. Pangkey dan J. U. Mangowal (Sonder) yang adalah guru di Kweekschool Kuranga Tomohon membentuk [[Perserikatan Pangkal Setia]]. Pangkal Setia didirikan untuk memajukan pengajaran Kristen, memperhatikan kepentingan sekutunya dan memperkuat hubungan dengan Belanda
 
Pada 12 Juli [[1920]] Perserikatan Pangkal Setia diakui sah sebagai organisasi oleh pemerintah dengan diterbitkannya ''besluit'' No. 31 dari Gubernur Jenderal Nederland di [[Betawi]] ([[Jakarta]]). Tapi pada tahun 1921 Perserikatan Pangkal Setia mulai berusaha kearah pembentukan Gereja Minahasa berdiri sendiri lepas dari Indische Kerk.
 
Tahun [[1928]] Perserikatan Pangkal Setia dikembangkan untuk umum dengan dipelopori guru-guru NZG. Pada tahun itu [[B. W. Lapian]] menduduki posisi sebagai Wakil Ketua. Pada waktu itu Pangkal Setia sudah ada cabang-cabangnya. Perjuangan Pangkal Setia pada tahun 1921 dsetujui pegawai NZG (Heiebink Rooker, G. B. Tiekstra, B. Barends ten Kate dan Jansen Klomp). Mereka meminta Kweekschool Kurang yang akan menjadi dasar dari Sekolah Pendeta Minahasa yang dibuka pada 1 Juli 1927 dan pelaksanaannya dibuktikan dengan pengiriman Ds. J. E. Stap yang tiba bulan November 1927 di Tomohon. Dia menjadi direktur asrama yang menampung 55 orang siswa kelas III, termasuk J.G. Mangindaan dan Ds. J. E. Stap dibantu isterinya Nyonya Stap Glader.
 
Pada bulan Juli [[1922]] Direktur Sekolah Barends ten Kate memberitahu kepada siswa kelas III bahwa mereka adalah kelas yang terbaik dan menjadi siswa pertama dari sekolah pendeta itu dengan lamanya studi selama 2 tahun. Tapi para siswa minta agar mereka belajar selama 3 tahun supaya pelajaran lebih luas dan tinggi. Mereka ini yang akan menjadi pendeta-pndeta Gereja Minahasa berdiri sendiri yang didirikan oleh Pangkal Setia. Kebaktian Gereja Minahasa Berdiri Sendiri dimulai A M Pangkey di Kuranga, Tomohon pada bulan Juli 1925 dan dilanjutkan pada setiap hari Minggu. Pada tahun itu juga disusunlah Peraturan Gereja (Peraturan itu setelah diadaptasi menjadi Peraturan KGPM). NZG juga dimintakan supaya mengambil alih jemaat-jemaat di Minahasa, dengan alasan Indische Kerk tidak melaksanakan amanat setelah surat timbang terima pada 1880 untuk mendirikan Gereja Minahasa Berdiri Sendiri.
Gerakan Pangkal Setia ini pada triwulan I tahun 1926 ditentang oleh Predikant Ds E.A De Vreede dan Inlandsch Leraren Bond melalui Kerk Bestuur. Gubernur Jenderal dan Menteri Kolonie Colyn di Belanda mendesak dibatalkan. Akibatnya J. E. Stap memperpadat pelajaran teologia sehingga pendidikan bisa selesai pada April 1926 dan ujian pada Mei 1926. Usaha mendirikan Gereja Minahasa berdiri sendiri akhirnya juga kandas, J. U. Mangowal yang diutus ke Batavia tidak menghasilkan apa-apa seperti yang dialami oleh Joseph Jacobus.
 
===== Nlandsch Leraren Bond =====
Penolong-penolong Injil dari Indische Kerk mulai menyadari betapa pentingnya usaha yang sedang dilaksanakan oleh Pangkal Setia, Majelis Gereja di Manado serta beberapa tokoh masyarakat lainnya. Maka pada tahun 1928 dibentuklah di Manado [[Organisasi Persatuan Penolong-penolong Injil]] dengan dana dari [[Nlandsch Leraren Bond]] atas usaha dari [[Talumepa]]. Salah satu tujuan organisasi ini ialah mendukung lagi mempekukuh usaha Pangkal Setia guna pendirian gereja otonom buat Minahasa.
 
===== Kaum Nasionalis =====
Para tokoh nasionalis juga mempunyai peran dalam mempengaruhi rakyat Minahasa untuk mendirikan gereja berdiri sendiri. Tokoh-tokoh itu seperti [[Sam Ratulangi|Dr. Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi]], [[B. W. Lapian]] (ayah dari [[Adrian B. Lapian]]) dan lain-lain.
 
B.W. Lapian menilai perjuangan menuju Indonesia merdeka sangat berat, karena itu dia mau berjuang melalui gereja. Karena itu dia bercita-cita untuk mendirikan gereja yang berdiri sendiri. Sedangkan GSSJ. Ratulangi yang waktu itu adalah anggota [[Volksraad]] (DPR) di Jakarta diminta untuk bisa memperjuangkan aspirasi warga Minahasa ini di pusat.
 
=== Pembentukan KGPM ===
Sekitar tahun 1931 dan 1932 gerakan keluar dari Indische Kerk semakin meluas dan semakin hangat dibicarakan di kalangan masyarakat. Gerakan ini semakin kuat karena pemerintah tidak mau melepaskan gereja dari Negara dan akan mengabilalih kembali NZG pada tahun 1930.
 
Dalam kondisi seperti itu Komisi Reorganisasi (Komisi XII) dibentuk Ds. De Vreede tepat melaksanakan tugas. Pada tahun 1932 Komisi XII memutuskan mengangkat GSSJ. Ratulangi, R. Tumbelaka dan Mr. A. A. Maramis, sebagai wakil masyarakat untuk memperjuangkan kepada pemerintah kolonial Belanda di Batavia berdirinya gereja otonom di Minahasa.
 
Pada bulan Agustus 1932 Perserikatan Pangkal Setia mengundang [[Majelis Gereja Manado]] dan lain-lain mengadakan rapat besar di Kuranga, Tomohon dengan keputusan:
# Membentuk Gereja Minahasa berdiri sendiri, dengan pemimpin orang Minahasa.
# Dibentuk Panitia Kerapatan Gereja Protestan Minahasa. Panitia ini bertugas untuk persiapan berdirinya gereja otonom, dengan sembilan anggota:
## Ketua Josef : Jacobus (Ketua Pengadilan Negeri Manado),
## Wakil ketua : Zacharias Talumepa (pensiunan Inlands Leraren Bond),
## Sekretaris : B. W. Lapian (Pangkal Setia).
## Anggota-anggota :
### A Kandou (pensiunan School Opziener),
### B. Warouw (pensiunan Hoof Opziener),
### E. Sumampouw (pensiunan guru Manadosche School),
### A. E. Tumbel (pensiunan guru Manadosche School),
### P. A. Ratulangi (pensiunan Kepala Distrik)
### J. L. Tambajong (pensiunan Kepala Distrik).
 
Pada 11 Maret 1933 bertempat di [[Sicieteit Harmoni]] (sekarang Bank BNI 1946) yang dulunya dikenal dengan jalan [[Juliana Lau]] kemudian jalan Hatta, berkumpullah 75 orang tokoh gereja dan tokoh masyarakat seperti: J. U. Mangowal, J. Jacobus, F. E. Kumontoy, dr. C. Singal, d.r A. B. Andu, Z. Talumepa, N. B. Pandean, B. W. Lapian, R. C. Pesik dan lain-lain. Mereka bertemu dengan GSSJ Ratulangi yang memimpin pertemuan. Pertemuan itu membicarakan pemisahan gereja dan Negara dan tuntutan untuk segera mendirikan Gereja Protestan Minahasa.
 
Meski belum mendapat restu dari pemerintah Belada untuk mendirikan gereja berdiri sendiri, namun para peserta telah sepakat mendirikan gereja otonom. Dengan memilih Josep Jacobus menjadi formatur tunggal sebagai ketua badan dan membentuk pengurusnya. Hasil ini diminta disampaikan oleh Sam Ratulangi pada sidang Volksraad berikut. Pertemuan ini sempat heboh setelah diberitakan dalam media melalui Mingguan Pikiran Pangkal Setia, Keng Hwa Poo, Menara, Pewarta dan media lain.
 
Pertemuan dilanjutkan seminggu kemudian yakni 18 Maret 1933 di rumah Joseph Jacobus di Tikala Manado. Pertemuan ini tidak lagi dihadiri oleh Sam Ratulangi, Mr. A. A. Maramis dan Tumbelaka karena mereka telah kembali ke Batavia. Pada pertemuann ini berhasil ditetapkan Badan Pengurus Organisasi Gereja dan nama pengurus organisasi gereja.
 
Susunan Organisasi :
# Pengurus Badan Organisasi :
## Ketua : Joseph Jacobus,
## Wakil Ketua : Zacharias Talumepa,
## Sekretaris : B. W. Lapian,
## Bendahara : A. K. Kandou.
## Pembantu-pembantu : B. Warouw, E. Sumampouw, P. A. Ratulangi, E. A. Tumbel dan J. L. Tambajong.
# Badan Pengembalaan : Zacharias Talumepa, H. Sinaulan dan N. B. Pandean.
# Badan Penasihat : GSSJ Ratulangi, A. B. Andu, Ch. Singal dan A. Mononutu.
# Badan Pendamping : J. U. Mangowal, A. M. Pangkey dan H. M. Pesik.
 
Nama organisasi yang disepakati waktu itu adalah: '''KERAPATAN GEREJA PROTESTAN MINAHASA''' disingkat '''KGPM'''.
 
Pada tanggal 21 April 1933 atas dorongan Sam Ratulangi diadakan pertemuan yang dikenal dengan nama Kongres Rakyat di Gemeente Bioskoop Manado (dikenal dengan gedung Manguni, Balai Pertemuan Umum atau sekarang [[Hotel Plaza Manado]]). Pertemuan ini dihadiri kurang lebih 70 orang dari latar belakang politik yang berbeda, termasuk pada pendeta, penolong injil syamas, tokoh [[Indische Kerk Minahasa]] dan Badan Pengurus KGPM. Ikut juga 12 organisasi yakni: [[Pangkal Setia]] (1915), [[PIKAT]] (1917), [[Partai Nasional Indonesia]] (1927), [[Persatuan Minahasa]] (1927), [[Inlandsch Leraren Bond]] (1928), [[Permufakatan Kaum]] (1930), [[Gerakan Rakyat Indonesia]] (Gerindo), [[Partai Indonesia Raya]], [[Partai Indonesia]], [[Partai Bangsa Indonesia]], [[Manangkung Nusa]] dan [[Persatuan Pakasaan]].
 
Pertemuan ini sempat menimbulkan sikap pro dan kontra. Kongres Rakyat bersama Badan Pengurus KGPM diprotes oleh Ds. De Vreede dan dia meminta agar itu dibubarkan, termasuk Badan Pengurus KGPM. Bahkan 12 organisasi yang hadir dipanggil dan diperiksa Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya. Akibat upaya itu sempat menghambat upaya pembentukan KGPM karena merasa tidak mendapat dukungan politik dan harus bubar karena tidak ada AD dan ART. Tapi Pangkal Setia akhirnya menjadi KGPM di bawah lindungannya. Maka, KGPM menggunakan Peraturan Gereja dari Pangkal Setia.
 
==== Jemaat Mula-mula KGPM ====
Setelah peristiwa 23 April 1933 yang berbuntut pada larangan yang dilakukan pemerintah Belanda, tetapi tertolong oleh karena KGPM masuk dalam organisasi binaan Pangkal Setia, keinginan untuk mendirikan gereja otonom semakin kuat. Malahan Pangkal Setia sejak 8 Juni 1933 memulai pertumbuhannnya dengan tetap melaksanakan ibadah setiap hari Minggu dan hari-hari biasa. Ibadah masih dilaksanakan di rumah-rumah. Sewaktu-waktu dilaksanakan juga kebaktian Padang seperti di [[Wawonasa]] bertempat di kebun N. B. Pandean. Sementara itu, pada beberapa jemaat Indische Kerk di Minahasa mulai terjadi perselisihan-perselisihan atau masalah-masalah lain yang mendorong jemaat untuk mencari jalan keluar seperti yang terjadi di desa [[Tetey]] dan desa Wakan. Akibatnya banyak jemaat yang meminta agar Badan Pengurus KGPM bisa menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Tapi Ketua Badan Pengurus KGPM Joseph Jacobus tetap pada pendiriaannya menunggu keputusan dari Batavia.
 
Namun pendiriannya ini berubah ketika datang utusan dari desa Wakan yang meminta perlindungan pada KGPM. Untuk memenuhi keinginan warga desa Wakan Joseph Jacobus tidak bisa karena menderita sakit, sehingga dia menugaskan Sekretaris Badan Pengurus KGPM B. W. Lapian untuk menunggu desa Wakan. Namun B. W. Lapian meminta mandat sebagai ketua untuk mengunjungi Wakan. Permintaan itu dipenuhi oleh Joseph Jacobus. Kepergian B. W. Lapian tidak terikat pada keputusan mau bekerjasama dengan Indische Kerk. Sehingga setelah melalui pertimbangan bahwa tidak kesepakatan dari rencana semula dan melihat geagat Belanda yang tidak peduli selama 6 bulan (pasca pertemuan 21 April 1933), maka pada tanggal 29 Oktober 1933 dia memproklamirkan KGPM sebagai gereja merdeka dan otonom dengan jemaat Wakan sebagai jemaat mula-mula dan lepas dari ikatan dengan Indische Kerk. Sejak itulah KGPM akhirnya resmi berdiri sebagai gereja otonom di Minahasa sebagaimana yang dicita-citakan sejak tahun 1800an oleh Lambertus Mangindaan.
 
==== Pertumbuhan dan Perkembangan KGPM ====
Pemerintah Belanda dengan tegas menyatakan perlawanan terhadap kebangkitan KGPM. Pasca pertemuan 21 April 1933 Belanda terus meningkatkan pengawasan. Tindakan-tindakan tegas akhirnya dilakukan setelah diproklamirkannya KGPM yang ditandai dengan diterimanya sidang jemaat Wakan sebagai anggota gereja KGPM yang pertama. Karena itu pihak Belanda terus berupaya untuk menghambat pertumbuhan dan perkembangan KGPM.
Namun, peristiwa di Wakan disambut positif rakyat di Minahasa. Tak heran meski berada di bawah tekanan, dalam kurun waktu 3 tahun (1933-1936) jumlah sidang jemaat di KGPM sudah mencapai 72 sidang.
 
Pemerintah Belanda melalui De Vreede terus melakukan penghambatan yang dilakukannya adalah dengan mengeluarkan pengumuman bahwa KGPM bukanlah gereja yang sah sehingga surat pemandian yang dikeluarkan tidak sah. Surat permandian dijadikan alat karena pemerintah Belanda ketika itu untuk mengeluarkan [[Kartu Tanda Penduduk]] harus mengikutsertakan surat permandian juga akta kelahiran. Tidak itu saja, perkawinan di KGPM dinyatakan tidak sah. Selain itu, pihak Belanda juga melakukan siasat adu domba antar jemaat di Minahasa dengan melalui propaganda.
 
Di samping itu pula, ketika [[Gubernur Jenderal]] Belanda mengunjungi Minahasa pada tahun 1934 dia membawa persetujuan [[Ratu Belanda]] untuk mendirikan [[Gereja Masehi Injili Minahasa]] ([[GMIM]]) pada 30 September 1934 dengan alasan memenuhi permintaan rakyat Minahasa untuk mendirikan gereja otonom di Minahasa. Di kalangan petinggi KGPM melihat “sikap baik itu” hanyalah untuk menghambat perkembangan KGPM dengan cara mengadu-domba sesama masyarakat Minahasa.
 
Setelah sidang Wakan secara berturut-turut muncul 6 sidang pelopor yakni, Sidang Karimbow (5 November 1933), Sidang Tompasobaru (12 November 1933), Sidang Tetey (19 November 1933), Sidang Tompaso (10 Desember 1933), Sidang Kawangkoan (7 Januari 1934) dan Sidang Wuwuk (7 Juli 1934).
 
=== Sidang Raya Ke-32 Tahun 2010 ===
Sidang Raya (SR) ke-36 KGPM berlangsung dari tanggal 30 Juni sampai 5 Juli 2010, bertempat di jemaat KGPM Sentrum, Kawangkoan. Sidang yang secara resmi dibuka oleh Gubernur Sulawesi Utara, Sinyo Harry Sarundajang itu diikuti seluruh pucuk pimpinan KGPM se-Indonesia, melibatkan sekitar 1000 peserta dan dihadiri ribuan anggota jemaat KGPM yang tersebar diseluruh pelosok Minahasa guna membicarakan program gereja kedepan.
Pada pemilihan Pucuk Pimpinan yang baru KGPM posisi Ketua Umum tetap dipercayakan kepada Gbl Tedius K Batasin, sementara Gembala Fetrisia Aling MTH terpilih sebagai Sekretaris Umum (Sekum) menggantikan Sekum lama Gembala Ferry Liow STh, Bendahara Umum Pnt Charles Tumbel SE Ak dan Ketua Majelis Gembala juga tetap dipercayakan kepada Gbl Joppy Laloan MTh., untuk pelayanan di tingkat Pucuk Pimpinan selama lima tahun ke depan.<ref name=swaramanado>[http://swaramanadonews.blogspot.com/2010/07/ribuan-jemaat-padati-sidang-raya-ke-32.html Ribuan Jemaat Padati Sidang Raya ke-32 KGPM]</ref><ref>[http://beritamanado.com/berita-utama/gbl-aling-sekum-baru-kgpm/12716/ Gbl Aling Sekum Baru KGPM] BeritaManado.com</ref><ref>[http://issuu.com/manadopost/docs/mp230710 ISSUU Manado Post] 23 Juli 2010.</ref>
 
== Pimpinan Pusat (2010-2015)<ref name="swaramanado" /><ref>[http://sulut.kemenag.go.id/file/dokumen/KGPM.pdf Hasil Pemilihan Pucuk Pimpinan KGPM periode 2010-2015]</ref> ==
* Dewan Pertimbangan:
1. Drs. S. H. Sarundajang
Baris 992 ⟶ 890:
* Wakil Sekretaris II: Drs. Tenni Assa
* Wakil Sekretaris III: Pnt. Prof. Dr. Revolson Mege, M.S.
* Bendahara Umum : Pnt. Charles Tumbel SE.Ak.
* Ketua Majelis Gembala: Gbl. Joppy A. Laloan, M.Th.
* Ketua Bidang Persekutuan: Gbl. Rolly Liow, S.Th.
Baris 1.000 ⟶ 898:
 
== Kantor pusat ==
Alamat kantor pusat Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM):<ref>[{{Cite web |url=http://www.cca.org.hk/about/member-churches.htm |title=Alamat gereja di Christian Conference of Asia (CCA)] |access-date=2013-04-26 |archive-date=2012-12-15 |archive-url=https://web.archive.org/web/20121215050203/http://cca.org.hk/about/member-churches.htm |dead-url=yes }}</ref>
:Jalan Sea Malalayang Satu,
:Kotak Pos 1239
Baris 1.023 ⟶ 921:
* [https://www.facebook.com/groups/154642647906525/ KGPM cab. KGPM cab. Sentrum]
* [http://kgpm-sentrum.blogspot.com KGPM cab. Sentrum]
* http://www.danielhherman.org/sejarah-kgbi/ {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20151105020726/http://www.danielhherman.org/sejarah-kgbi/ |date=2015-11-05 }}
 
{{PGI}}
{{Portal|Kristen}}
{{gereja-stub}}
 
[[Kategori:Gereja di Indonesia]]
[[Kategori:Anggota PGI]]
[[Kategori:Gereja di Sulawesi Utara]]
[[Kategori:Gereja di Minahasa]]