Muhammad Ali dari Siak: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k clean up, removed stub tag |
|||
(5 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 36:
|place of burial = [[Senapelan, Pekanbaru]]
|}}
'''Yang Dipertuan Besar Muhammad Ali Syah''' atau '''Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah''' (lebih dikenal dengan nama '''Marhum Pekan'''<ref>{{Cite web|last=Siregar|first=Raja Adil|title=Sosok Marhum Pekan, Pendiri Kota Pekanbaru yang Diusulkan Jadi Pahlawan|url=https://www.detik.com/sumut/budaya/d-6017083/sosok-marhum-pekan-pendiri-kota-pekanbaru-yang-diusulkan-jadi-pahlawan|website=detiksumut|language=id-ID|access-date=2022-09-07}}</ref>) merupakan sultan [[Kesultanan Siak Sri Inderapura|Siak Sri Inderapura]] ke 5, putra [[Alamuddin dari Siak|Sultan Alamuddin]], keponakan dari [[Muhammad dari Siak|Sultan Muhammad]], [[Yang Dipertuan Besar Siak]].
== Panglima Besar ==
Ketika sultan Siak ke 2, [[Muhammad dari Siak|Tengku Buang Asmara]] naik tahta, ia menjadikan keponakannya Tengku Muhammad Ali sebagai panglima besar. Kemungkinan hal itu untuk meringankan kepedihan hatinya akibat mundurnya ayahanda Muhammad Ali, Tengku Alam ke [[Johor]] setelah perselisihan yang terjadi antara keduanya. Posisi ini terus dipegang oleh Muhammad Ali hingga saat sepupunya, Sultan Ismail naik tahta tahun 1760 menggantikan ayahandanya.<ref name="Muchtar Lutfi 1999">Muchtar Lutfi, Suwardi MS, dkk (1998/ 1999), ''Sejarah Riau'', Biro Bina Sosial Setwilda Tk. I Riau.</ref>
Ketika armada Belanda menyerang Mempura tahun 1761, Muhammad Ali memimpin armada perang [[Kesultanan Siak Sri Inderapura|Siak]] yang gagah berani. Belanda telah melakukan persiapan dengan kapal-kapal perang besar. Pasukan Siak berhasil didesak hingga ke pinggir kota [[Mempura, Siak|Mempura]]. Di sinilah terjadi pertempuran habis-habisan dari pahlawan-pahlawan Siak. Armada Siak hanya menggunakan rakit berapi-api dan kapal-kapal berisi mesiu dalam menghadapi Belanda. Namun, semangat ''jihad fi sabilillah'' mereka tidak surut. Dengan persenjataan terbatas tersebut, mereka berhasil menenggelamkan beberapa kapal Belanda. Belanda kewalahan dan mengeluarkan senjata terakhir mereka, Tengku Alamuddin yang mengirimkan surat kepada [[Ismail dari Siak|Sultan Ismail]] dan putranya, panglima besar Muhammad Ali. Maka, demi mendengar bahwa Tengku Alam berada di pihak Belanda, pertempuran pun dihentikan dan Sultan Ismail menyerahkan tahta pada pamannya itu berdasarkan wasiat dari ayahandanya dahulu. Muhammad Ali tetap mendampingi ayahandanya sebagai panglima besar ketika ia naik tahta beberapa hari setelah kemunduran sepupunya, Sultan Ismail tersebut.<ref
== Naik Tahta ==
Ketika ayahandanya, [[Alamuddin dari Siak|Sultan Alamuddin]] berpindah ke Senapelan untuk menghindari pengaruh Belanda, Muhammad Ali turut serta. Senapelan berkembang pesat di bawah kendali Sultan Alamuddin, bahkan berhasil mematikan bisnis Belanda di Mempura. Sultan Alamuddin mangkat di Senapelan pada tahun 1766 dan Tengku Muhammad Ali naik tahta dengan gelar '''Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah'''. Ia meneruskan usaha ayahnya membangun bandar Senapelan yang kemudian dikenal dengan nama Pekanbaru.<ref
== Turun Tahta ==
Namun pada tahun 1779 Sultan Ismail yang telah mengelana di Selat Malaka mengambil alih kedudukan [[Yang Dipertuan Besar Siak]] dari Sultan Muhammad Ali.<ref>Timothy P. Barnard, Texts, Raja Ismail and Violence: Siak and the Transformation of Malay Identity in theEighteenth Century, Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 32, No. 3 (Oct., 2001), pp. 331-342.</ref>
Setelah tidak lagi menjadi sultan, Muhammad Ali lebih banyak berdiam di Senapelan dan memfokuskan diri pada perkembangan perdagangan di bandar tersebut
== Mengawal Transisi Kekuasaan ==
Semasa ia menjabat sebagai sultan, Tengku Muhammad Ali menunjuk keponakannya Sayyid Ali sebagai panglima besar. Sayyid Ali merupakan putra dari saudari Muhammad Ali, Tengku Embung dan Sayyid Usman, seorang keturunan Arab. Ia terus mendampingi pamannya tersebut dalam setiap keadaan, termasuk ketika Muhammad Ali kehilangan kuasa atas tahta Siak dan menetap di Senapelan. Maka ketika terjadi perselisihan antara Sayyid Ali dan Sultan Yahya, Muhammad Ali lebih memihak keponakannya tersebut. Sayyid Ali yang lebih besar pengaruhnya sebagai panglima besar kerajaan berhasil menyingkirkan Sultan Yahya yang dianggapnya kurang cakap dalam memimpin pemerintahan.<ref
Sultan Yahya yang telah kehilangan kuasa akhirnya mundur ke [[Kampar]], kemudian [[Trengganu]] dan kemudian Dungun di [[Melaka]]. Ia wafat di Dungun pada tahun 1784. Pada tahun itu juga, Sayyid Ali mengklaim tahta kerajaan dengan gelar ''Sultan Assayyidis Syarif Ali Abdul Jalil Saifuddin''. Tengku Muhammad Ali tetap mendampingi sultan baru tersebut terutama dalam mengawasi ekonomi kerajaan.<ref
== Rujukan ==
Baris 73:
}}
{{S-end}}
<!-- Bantulah wikipedia menambahkan templat ini pada halaman tokoh muslim yang belum terhimpun di dalam --Kategori:Semua artikel biografi tokoh muslim -- Lihat Templat:Lifetime-Tokoh-Muslim -->
{{Lifetime-Tokoh-Muslim
Baris 102 ⟶ 101:
{{Ensiklopedia Islam}}
{{Authority control}}
[[Kategori:Kesultanan Siak Sri Inderapura]]
[[Kategori:Sultan Siak|Sultan Siak]]
Baris 108:
[[Kategori:Kerajaan di Riau|Siak]]
[[Kategori:Kesultanan Siak]]
[[Kategori:Arsitektur Islam]]
[[Kategori:Budaya Islam]]
|