Na (aksara Bali): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
M. Adiputra (bicara | kontrib)
k clean up
 
(21 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{AksaraBali infobox
| Image = Bali Na.png
| Nama = Na kojong
| Warga = Dantya<br>([[konsonan dental]])dantya
| Latin = Na
| Fonem = [n]
| Gantungan = [[Berkas:Bali G.Gantungan Na.png|50px|Gantungan Na]]
| Aksara = Bali
| IAST = Na
| Unicode = 1B26
}}
'''Na kojong''' atau '''Na''' adalah salah satu ''[[aksara Bali#aksara Wianjanawianjana (konsonan)|aksara wianjana]]'' ([[huruf]] [[konsonan]]) dalam sistem penulisan [[aksara Bali]], yang melambangkan bunyi {{IPA|/nna/}}. Jika dialihaksarakan menjadi [[huruf Latin]], maka aksarahuruf ini ditulis "Na".<ref name="Surada">Surada, hal. 5.</ref><ref name="Tinggen">Tinggen, hal. 23.</ref> AksaraHuruf ini termasuk dalam kelompok ''[[Dantyakonsonan gigi|warga dantya]]'' ([[konsonan gigi]]/''labialslabial''),<ref name="Tinggen"/> yaitu aksarahuruf yang melambangkan bunyi yang dihasilkan dengan melekatkan lidah ke lengkung kaki gigi bagian atas.
 
== Fonem ==
 
Na kojong atau Na diucapkan seperti huruf "n" pada kata: "namun" ([[bahasa Indonesia]]), ''nāraka'' ([[bahasa Sanskerta]]), ''napi'' ([[bahasa Bali]]), ''nib'' ([[bahasa Inggris]]). Bunyi "n" tersebut dihasilkan dengan cara melekatkan lidah ke lengkung kaki gigi bagian atas. Maka dari itu, berdasarkan dasar pengucapannya, Na termasuk warga aksara [[Dentya]] (dentals). Karena Na termasuk bunyi nasal/sengau, maka tidak ada aksara mahaprana (hembusan keras) untuk Na, demikian pula Ma dan kelompok huruf konsonan nasal lainnya.
 
== Penggunaan ==
{| class="infobox"
[[Berkas:Places of articulation.svg|right|240px|thumb|Letak lidah saat mengucapkan /n/ (Na kojong) berada di sekitar wilayah nomor 3, sedangkan pengucapan /ɳ/ ([[Na rambat]]) dan /r/ ([[Ra (aksara Bali)|Ra]]) di sekitar wilayah nomor 5 dan 6.]]
|-
! bgcolor="white"|''Dantya'' (gigi)
|-
| [[Berkas:Dental.png|Center|180px]]
|-
|
|-
! bgcolor="white"|''Murdhanya'' (tarik-belakang)
|-
| [[Berkas:Retroflex.png|pus|180px]]
|-
|
|-
! bgcolor="white"|''Talawya'' (langit-langit)
|-
| [[Berkas:Palataal.JPG|pus|180px]]
|}
Penggunaan aksara Na kojong atau Na sama dengan penggunaan Na ([[aksara Dewanagari |Dewanagari]]: न) dalam [[abjad]] [[bahasa Sanskerta]].<ref name="Surada"/> Dalam sistem penulisan dengan aksara Bali, Na digunakan pada kata-kata yang mengandung bunyi {{IPA|/n/}}, baik dari [[bahasa Bali]], maupun bahasa non-Bali. Selama Na kojong tidak dibubuhi oleh [[aksara Bali#Pangangge suara|pangangge suara]], maka ia dibaca "na" (lafal: {{IPA|/nə/}} atau {{IPA|/na/}}, tergantung kata).
 
Gantungan aksara Na disebut Na kojong (dalam [[bahasa Bali]], ''kojong'' berarti [[kerucut]]).
Penggunaan aksara Na kojong atau Na sama dengan penggunaan Na ([[aksara Dewanagari |Dewanagari]]: न) dalam [[abjad]] [[bahasa Sanskerta]].<ref name="Surada"/> Dalam sistem penulisan dengan aksara Bali, Na digunakan pada kata-kata yang mengandung bunyi /n/, baik dari [[bahasa Bali]], maupun bahasa non-Bali. Selama Na kojong tidak dibubuhi oleh [[aksara Bali#Pangangge suara|pangangge suara]], maka ia dibaca "na" (lafal: /nə/ atau /na/, tergantung kata).
 
=== Perubahan menjadi Na rambat ===
Apabila dalam suatu kata terkandung bunyi /n/ yang menyusul bunyi /r/ (contohnya: "warna", "purna", "sirna", dsb), maka apabila disalin menjadi aksara Bali, huruf N pada kata tersebut patut ditulis dengan Na rambat, bukan Na kojong.<ref>Simpen, hal. 27.</ref> Hal ini dianjurkan karena penulisan kata-kata dengan menggunakan aksara Bali harus memperhatikan daerah artikulasi. Posisi lidah saat mengucapkan bunyi /r/ disusul bunyi /n/ (contohnya huruf N pada kata "warna") berbeda dengan mengucapkan bunyi /n/ tidak menyusul bunyi /r/ (contohnya huruf N pada kata "nama"). Saat menyusul bunyi /r/, bunyi /n/ berubah menjadi bunyi /ɳ/.
 
Apabila dalam suatu kata terkandung bunyi {{IPA|/n/}} yang menyusul bunyi {{IPA|/r/}} (contohnya: "warna", "purna", "sirna", dsb), maka apabila disalin menjadi aksara Bali, huruf N pada kata tersebut patut ditulis dengan Na rambat, bukan Na.<ref kojongname="Kunci">[http://www.babadbali.com/aksarabali/books/cckpab.htm Celah-celah Kunci ''Pasang Aksara Bali'']</ref><ref>Simpen, hal. 27.</ref> Hal ini dianjurkan karena penulisan kata-kata dengan menggunakan aksara Bali harus memperhatikan ''warga aksara'' (daerah artikulasi tradisional). PosisiMenurut aturan tradisional tentang aksara Bali, posisi lidah saat mengucapkan bunyi {{IPA|/r/}} adalah ''murdhanya'' (langit-langit keras). Sehingga apabila bunyi {{IPA|/r/}} disusul bunyi {{IPA|/n/}} (contohnya huruf N pada kata "warna") berbeda dengan mengucapkanmaka, bunyi {{IPA|/n/}} tidak(''dantya'') menyusulberubah menjadi bunyi {{IPA|/rɳ/}} (contohnya''murdhanya'').<ref hurufname="Kunci"/> NMeskipun padademikian, katadalam "nama"). Saat menyusul[[fonologi]], bunyi {{IPA|/r/}} adalah konsonan getar rongga gigi, sedangkan bunyi {{IPA|/n/}} berubahadalah menjadikonsonan bunyisengau /ɳ/rongga gigi. Maka dari itu, daerah artikulasinya sama namun agak berbeda dengan aturan penulisan aksara Bali.
Apabila dalam suatu kata terkandung bunyi /n/ ([[konsonan dental]]/warga dantya) yang disusul oleh bunyi /c/ atau /ɟ/ ([[konsonan palatal]]/warga talawya), maka bunyi /n/ tersebut berubah menjadi bunyi /ɲ/ (konsonan nasal palatal). Contohnya: "ra<u>nj</u>ang", "pa<u>nc</u>ing", "pa<u>nj</u>ang", "ma<u>nj</u>a", dsb. Dalam aksara Bali, konsonan nasal palatal dilambangkan dengan huruf [[Nya (aksara Bali)|Nya]] (huruf Latin: Ñ). Maka dari itu, apabila dalam suatu kata ada huruf N yang diikuti oleh huruf C maupun J, bila disalin menjadi aksara Bali, huruf N tersebut patut ditulis dengan [[Nya (aksara Bali)|Nya]], bukan Na kojong.<ref>Tinggen, hal. 28.</ref>
 
=== Perubahan menjadi Nya ===
Apabila dalam suatu kata ada bunyi /n/ yang diikuti oleh /ʈ/ maupun /ɖ/ (konsonan retrofleks/warga murdhanya), maka bunyi /n/ (konsonan dental) tersebut akan berubah menjadi /ɳ/ (konsonan retrofleks). Maka dari itu, apabila dalam suatu kata ada huruf Na kojong yang dilekati oleh gantungan Ta latik maupun Da madu, huruf Na kojong tersebut patut diganti dengan Na rambat.<ref>Tinggen, hal. 29.</ref>
 
Apabila dalam suatu kata terkandung bunyi {{IPA|/n/}} ([[konsonan dentalgigi]]/''warga dantya'') yang disusul oleh bunyi {{IPA|/c/}} atau {{IPA|/ɟ/}} ([[konsonan palatallangit-langit]] (palatal)/''warga talawya''), maka bunyi {{IPA|/n/}} tersebut berubah menjadi bunyi {{IPA|/ɲ/}} ([[konsonan]] nasal[[sengau]] palatal[[konsonan langit-langit|langit-langit]]).<ref name="Kunci"/> Contohnya: "ra<u>nj</u>ang", "pa<u>nc</u>ing", "pa<u>nj</u>ang", "ma<u>nj</u>a", dsb. Dalam aksara Bali, konsonan nasal palatallangit-langit dilambangkan dengan huruf [[Nya (aksara Bali)|Nya]] (huruf Latin: Ñ). Maka dari itu, apabila dalam suatu kata ada huruf N yang diikuti oleh huruf C maupun J, bila disalin menjadi aksara Bali, huruf N tersebut patut ditulis dengan [[Nya (aksara Bali)|Nya]], bukan Na kojong.<ref>Tinggen, hal. 28.</ref> Meskipun demikian, orang Indonesia cenderung menggunakan konsonan gesek {{IPA|/t͡ʃ/}} dan {{IPA|/d͡ʒ/}} daripada [[konsonan letupan|konsonan letup]] {{IPA|/c/}} dan {{IPA|/ɟ/}}. Bunyi {{IPA|/t͡ʃ/}} mirip {{IPA|/c/}} dan {{IPA|/d͡ʒ/}} mirip {{IPA|/ɟ/}}. Keduanya dilambangkan dengan huruf C (Ca) dan J (Ja). Konsonan gesek tersebut termasuk ke dalam kelompok konsonan pascarongga-gigi, bukan konsonan langit-langit.
 
=== Mengikuti konsonan tarik-belakang ===
 
Apabila dalam suatu kata ada bunyi {{IPA|/n/}} yang diikuti oleh {{IPA|/ʈ/}} maupun {{IPA|/ɖ/}} ([[konsonan retroflekstarik-belakang]]/''warga murdhanya''), maka bunyi {{IPA|/n/}} (konsonan dentalgigi) tersebut akan berubah menjadi {{IPA|/ɳ/}} (konsonan retroflekstarik-belakang). Maka dari itu, apabila dalam suatu kata ada huruf Na kojong yang dilekati oleh gantungan [[Ta latik]] maupun [[Da madu]], huruf Na kojong tersebut patut diganti dengan Na rambat.<ref>Tinggen, hal. 29.</ref>
 
== Lihat pula ==
Baris 28 ⟶ 55:
* [[Nya (aksara Bali)|Nya]]
* [[Ra (aksara Bali)|Ra]]
* [[Bantuan:Pengucapan|Halaman panduan pengucapan fonem]]
 
== Catatan kaki ==
Baris 36 ⟶ 64:
* Surada, I Made. 2007. ''Kamus Sanskerta-Indonesia.'' Surabaya: Penerbit Paramitha.
* Simpen, I Wayan. ''Pasang Aksara Bali.'' Diterbitkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Daerah Tingkat I Bali.
 
 
{{aksara Bali}}
 
[[Kategori:AksaraHuruf Bali]]