Kaliurip, Bener, Purworejo: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib) k →SEJARAH DESA KALIURIP: penggantian teks otomatis dengan menggunakan mesin AutoWikiBrowser, replaced: beliau → dia (3) |
k →Pranala luar: clean up, removed stub tag |
||
(10 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 7:
|kecamatan =Bener
|kode pos =54183
|nama pemimpin =
|luas =-
|penduduk =-
|kepadatan =-
}}
'''Kaliurip''' adalah [[desa]] di [[kecamatan
Sebelum menjadi Desa Kaliurip, daerah ini merupakan tanah perdikan yang dikuasakan kepada Ki Demang Keti Widjoyo anak seorang abdi dalem Pangeran Benowo yang kemudian diikutsertakan ke Mataram setelah Putri Pangeran Benowo Ratu Dyah Banowati diperistri Raden Mas Jolang Putra Panembahan Senopati. Pada Tahun 1601, Raden Mas Jolang diangkat menjadi Raja Mataram ke 2 menggantikan ayahandanya dengan gelar Prabu Hanyokrowati.
Baris 23:
Tak heran bila dikemudian hari para prajurit setia itu menjadi tokoh masyarakat (pepundhen) yang disegani dan dihormati hingga kini.
Begitu pula dengan Demang Keti
Untuk melepas lelah karena perjalan jauh, Ki Demang Keti Widjoyo memutuskan istirahat di pedukuhan sebelah barat sungai kodil. Kehadirannya disambut gembira dan suka cita oleh warga dengan jamuan makanan yang melimpah. Sikap Ki Demang yang santun dan rendah hati dalam berbaur,
Ternyata keyakinan Eyang Kromo Dipo itu benar adanya. atas arahan Ki Demang, seorang prajurit telah berhasil mengajarkan warga cara mengolah kayu rotan (penjalin) menjadi perabotan rumah tangga yang mempunyai nilai jual tinggi. Karena banyaknya pembeli yang datang, dalam waktu singkat kerajinan Penjalin ini berkembang pesat dan menjadi penggerak ekonomi warga. Akhirnya prajurit itu dikenal dengan sebutan Kyai Penjalin. Makamnya ada di sebelah utara Masjid Poncol Kaliurip.
Baris 33:
Sungai (kali) Kodil yang selalu mengalir sepanjang musim, menjadi tempat para warga mencari ikan dengan cara gogoh (menyelam) atau memakai posong (perangkap ikan terbuat dari bambu), namun dengan cara ini hasilnya kurang maksimal. Ki Demangpun mempunyai ide untuk membuat alat tangkap ikan yang lebih praktis dan menghasilkan. Setelah melalui berbagai inovasi, terciptalah sebuah jaring (Jala) lempar dengan pemberat rantai besi yang menimbulkan bunyi krompyong Sehingga dinamai Jlamprong (Jala Krompyong). Karena keahliannya ini masyarakat memanggil pembuatnya dengan sebutan Mbah Kyai Jlamprong. Setelah meninggal tokoh hebat ini dikuburkan di pemakaman Jombor II dan dikenang sebagai tokoh (pepundhen) Desa Kaliurip.
Suatu ketika terjadi kemarau yang cukup panjang, sehingga banyak tumbuh-tumbuhan ternak yang mati. Sawah ladang mengering tak lagi bisa ditanami. Sehingga warga dan penduduk harus berjalan jauh untuk mengambil air untuk keperluan hidup, bahkan sungai kodil yang menjadi andalan airnya pun telah mengecil dan kotor akibat saking banyaknya penduduk yang
Keadaan ini tentu menjadi keprihatinan beberapa tokoh (sesepuh) waktu itu. Berbagai cara dilakukan untuk bisa mendapatkan air, termasuk menggali batu besar yang menutupi mata air. namun tetap saja hasilnya nihil. Hingga suatu ketika seorang dari prajurit Mataram tersebut melakukan ritual
Setelah peristiwa itu masyarakat menyebut daerah ini kaliurip yang terdiri dari dua
== Referensi ==
{{Reflist}}
== Pranala luar ==
{{Bener, Purworejo}}
{{Authority control}}
|