Dukun: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ariyanto (bicara | kontrib)
k Suntingan VpuipV (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Mtarch11
Tag: Pengembalian Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
k Sejarah: clean up
(14 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 2:
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Een medicijnman van Sabiroet Mentawai-eilanden TMnr 10006664.jpg|jmpl|ka|Dukun (''sikerei'') suku [[Sakuddei]], [[pulau Siberut]], [[Kabupaten Kepulauan Mentawai|Kepulauan Mentawai]].]]
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Een dukun (medicijman) bereid een drank TMnr 10006709.jpg|jmpl|ka|250px|Seorang dukun sedang mempersiapkan sebuah minuman.]]
'''Dukun''' atau '''orangOrang pintarPintar''' adalah istilah yang secara umum dipahami dalam pengertian orang yang memiliki kelebihan dalam hal kemampuan [[supranatural]] yang menyebabkannya dapat memahami hal tidak kasatmatakasat mata serta mampu berkomunikasi dengan [[arwah]] dan [[alam gaib]], yang dipergunakan untuk membantu menyelesaikan masalah di masyarakat, seperti penyakit, gangguan [[sihir]], kehilangan barang, kesialan, dan lain-lain.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Sartini|first=Sartini|last2=Ahimsa-Putra|first2=Heddy Shri|date=2017-02-27|title=Redefining The Term of Dukun|url=https://jurnal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/article/view/22565|journal=Humaniora|language=en|volume=29|issue=1|pages=46–60|issn=2302-9269}}</ref> Aktivitas yang dilakukan dukun disebut [[perdukunan]].
 
[[Berkas:Shaman. Dayak Tunjung village.jpg|jmpl|Dukun [[suku Dayak]], [[Kalimantan Timur]].]]
 
== Sejarah ==
Istilah dukun biasanya digunakan di daerah pedesaan, sedangkan “orang pintar” atau [[paranormal]], untuk menyatakan hal yang sama, digunakan lebih umum di antara populasi perkotaan. Penerimaan sosial terhadap istilah “orang pintar” pun biasanya lebih positif dibandingkan penggunaan istilah dukun. Sebab, meskipun memiliki persamaan karakteristik dengan dukun dalam hal bantuan yang diberikan, merujuk pada penggunaan istilah “orang pintar” biasanya tidak meminta imbalan atas jasa yang diberikan, dan tidak seperti tipikal dukun dalam penggunaannya secara istilah, keberadaan “orang pintar” di dalam masyarakat, tidak berbeda dengan anggota komunitas lainnya.<ref name=":0" /> Selain menarik bayaran untuk keuntungan pribadi serta kurang berinteraksi dan berbaur dengan komunitas masyarakat, konotasi negatif yang muncul apabila istilah dukun yang digunakan, yaitu cenderung bersifat oportunistik dan menjalani praktik-praktik tidak bermoral, dengan dalih sebagai bagian dari ''“treatment”''.<ref>{{Cite news|url=http://indonesiaexpat.biz/featured/something-wicked-this-way-comes/|title=Something Wicked This Way Comes - Indonesia Expat|date=2012-10-23|newspaper=Indonesia Expat|language=en-US|access-date=2017-11-02}}</ref>
Istilah dukun biasanya digunakan di daerah [[Desa|pedesaan]], sedangkan orang pintar atau [[paranormal]], untuk menyatakan hal yang sama, digunakan lebih umum diantara populasi [[Kawasan perkotaan|perkotaan]]. Penerimaan sosial terhadap istilah orang pintar pun biasanya lebih positif dibandingkan penggunaan istilah dukun.
 
Sebab, meskipun memiliki persamaan karakteristik dengan dukun dalam hal bantuan yang diberikan, merujuk pada penggunaan istilah orang pintar biasanya tidak meminta [[Upah|imbalan]] atas jasa yang diberikan dan tak seperti tipikal dukun dalam penggunaannya secara istilah, keberadaan orang pintar di dalam masyarakat, tak berbeda dengan anggota komunitas lainnya.<ref name=":0" />
Dukun dalam pengertiannya yang asli dan tidak dibedakan dari istilah “orang pintar”, mempunyai peranan signifikan dalam masyarakat.<ref name=":0" /> Adanya pengobatan medis modern dan [[asuransi kesehatan]], terutama di daerah pelosok, tidak dapat menyingkirkan eksistensi pengobatan [[alternatif]] melalui dukun. Penyembuhan penyakit secara non-medis tersebut masih dipraktikkan dan masih menjadi pilihan utama masyarakat karena lebih murah dan lebih mudah. Di [[Kediri]], dukun yang membantu menyembuhkan penyakit sangat dibutuhkan dan dihormati di masyarakat, sehingga mereka memegang peranan sosial yang cukup penting. Para pasien yang datang untuk berobat ke sana tidak hanya terbatas dari dalam Kediri saja, tetapi juga dari luar Kediri, hingga luar provinsi, bahkan luar pulau Jawa.<ref name=":1">{{Cite journal|last=Arini|first=Ratih Tyas|last2=Alimi|first2=Moh Yasir|last3=Gunawan|first3=Gunawan|date=2016-08-22|title=The Role of Dukun Suwuk and Dukun Prewangan in Curing Diseases in Kediri Community|url=https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/komunitas/article/view/4461|journal=KOMUNITAS: INTERNATIONAL JOURNAL OF INDONESIAN SOCIETY AND CULTURE|language=en|volume=8|issue=2|pages=328–338|doi=10.15294/komunitas.v8i2.4461|issn=2460-7320}}</ref>
 
Istilah dukun biasanya digunakan di daerah pedesaan, sedangkan “orang pintar” atau [[paranormal]], untuk menyatakan hal yang sama, digunakan lebih umum di antara populasi perkotaan. Penerimaan sosial terhadap istilah “orang pintar” pun biasanya lebih positif dibandingkan penggunaan istilah dukun. Sebab, meskipun memiliki persamaan karakteristik dengan dukun dalam hal bantuan yang diberikan, merujuk pada penggunaan istilah “orang pintar” biasanya tidak meminta imbalan atas jasa yang diberikan, dan tidak seperti tipikal dukun dalam penggunaannya secara istilah, keberadaan “orang pintar” di dalam masyarakat, tidak berbeda dengan anggota komunitas lainnya.<ref name=":0" /> Selain menarik bayaran untuk keuntungan pribadi serta kurang berinteraksi dan berbaur dengan [[komunitas]] masyarakat, [[konotasi]] negatif yang muncul apabila istilah dukun yang digunakan, yaitu cenderung bersifat oportunistik dan menjalani [[Ritual|praktik-praktik]] tidak bermoral, dengan dalih sebagai bagian dari ''“treatment”treatment''.<ref>{{Cite news|url=http://indonesiaexpat.biz/featured/something-wicked-this-way-comes/|title=Something Wicked This Way Comes - Indonesia Expat|date=2012-10-23|newspaper=Indonesia Expat|language=en-US|access-date=2017-11-02}}</ref>
Di samping peran signifikannya, keberadaan dukun sering kali menjadi kontroversi.<ref name=":0" /> Berdasarkan hasil penelitian tentang fenomena dukun yang dilakukan di [[Madura]], dapat diketahui bahwa melalui dukun adalah salah satu strategi yang digunakan untuk mendapatkan kedudukan [[sosial]], [[ekonomi]], dan [[politik]] di masyarakat. Penggunaan kekuatan yang berasal dari sumber [[gaib]] sebagai cara terpenting maupun sebagai cara alternatif untuk mencapai keinginan dan tujuan pribadi secara seketika, yang mana agama tidak menjanjikan keinstanan tersebut, telah ada di Madura sejak bertahun-tahun lalu. Hal-hal pribadi yang diinginkan melalui perantara kekuatan gaib itu meliputi keinginan meningkatkan kedudukan sosial, mencapai kuota dan target [[bisnis]], kemajuan karier, kesuksesan pendidikan, kesehatan, hingga asmara. Beberapa orang Madura mengidentifikasikan diri sebagai [[Muslim]] dan mengamalkan ajaran serta kepercayaan agama, tetapi pada saat yang sama melibatkan diri dengan aktivitas yang berhubungan dengan alam gaib yang tidak diperbolehkan/dibenarkan dalam agama dan kepercayaan tersebut.<ref name=":2">{{Cite journal|last=Haryanto|first=Bangun Sentosa D.|date=2015-12-31|title=The Dukuns of Madura: Their Types and Sources of Magical Ability in Perspective of Clifford Geertz and Pierre Bourdieu|url=http://hubsasia.ui.ac.id/index.php/hubsasia/article/view/3479|journal=Hubs-Asia|language=en|volume=9|issue=1|pages=107–118|issn=2406-9183}}</ref>
 
Dukun dalam pengertiannya yang asli dan tak dibedakan dari istilah orang pintar, mempunyai peranan signifikan dalam masyarakat.<ref name=":0" /> Adanya pengobatan medis modern dan [[asuransi kesehatan]], terutama di daerah pelosok, tidak dapat menyingkirkan eksistensi pengobatan alternatif melalui dukun. Penyembuhan penyakit secara non-medis tersebut masih dipraktikkan dan masih menjadi pilihan utama masyarakat karena lebih murah dan lebih mudah.
Dukun dan perdukunan merupakan suatu [[dilema]]. Pada satu sisi dipandang sebagai profesi dan aktivitas yang “kotor”, tetapi pada sisi yang lain setidaknya memainkan peran dinamis dalam sistem sosial, budaya, dan hubungan politik, dalam terminologi yang oleh sosiologis [[Perancis]], [[Pierre Bourdieu]], sebut sebagai [[Cultural capital|''cultural capital'']]'','' yang diakumulasikan untuk mendominasi masyarakat. Istilah dukun yang populer di daerah pedesaan itu pada perkembangannya menjadi jarang digunakan. Sebagai gantinya digunakan kata yang lebih halus atau yang lebih mengindikasikan orientasi keagamaan seperti ''Ki'' atau ''Aki'', ''Abah'', ''[[Haji]]'', ''[[Kyai]]'', atau ''[[Ustaz]]'', agar secara konsensus sosial tidak berbahaya, sehingga dapat mengganggu aktivitas atau kebutuhan mereka.<ref name=":2" />
 
Dukun dalam pengertiannya yang asli dan tidak dibedakan dari istilah “orang pintar”, mempunyai peranan signifikan dalam masyarakat.<ref name=":0" /> Adanya pengobatan medis modern danDi [[asuransiKota kesehatan]], terutama di daerah pelosok, tidak dapat menyingkirkan eksistensi pengobatan [[alternatif]] melalui dukun. Penyembuhan penyakit secara non-medis tersebut masih dipraktikkan dan masih menjadi pilihan utama masyarakat karena lebih murah dan lebih mudah. Di [[Kediri|Kediri]], dukun yang membantu menyembuhkan penyakit sangat dibutuhkan dan dihormati di masyarakat, sehingga mereka memegang peranan sosial yang cukup penting. Para pasien yang datang untuk berobat ke sana tidak hanya terbatas dari dalam Kediri saja, tetapi juga dari luar Kediri, hingga luar provinsi, bahkan luar [[Jawa|pulau Jawa]].<ref name=":1">{{Cite journal|last=Arini|first=Ratih Tyas|last2=Alimi|first2=Moh Yasir|last3=Gunawan|first3=Gunawan|date=2016-08-22|title=The Role of Dukun Suwuk and Dukun Prewangan in Curing Diseases in Kediri Community|url=https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/komunitas/article/view/4461|journal=KOMUNITAS: INTERNATIONAL JOURNAL OF INDONESIAN SOCIETY AND CULTURE|language=en|volume=8|issue=2|pages=328–338|doi=10.15294/komunitas.v8i2.4461|issn=2460-7320}}</ref>
Kemajuan peradaban yang salah satunya diukur dengan keikutsertaan sebuah bangsa pada [[modernisasi]] yang berdasarkan rasionalitas, menyebabkan cara hidup [[tradisional]] yang dipandang sebagai sebuah ''kemandegan'', harus ditinggalkan. Termasuk di dalam cara hidup tradisional adalah praktik dukun dalam membantu proses melahirkan. Tingginya angka kematian bayi dan ibu melahirkan di [[Indonesia]] memberikan kesadaran untuk lebih meningkatkan upaya kesehatan ibu, antara lain dengan cara menempatkan tenaga [[bidan]] di setiap desa, yang sedikit demi sedikit mulai menggeser peran dukun.<ref>{{Cite journal|last=Prabowo|first=Dhanu Priyo|date=2013-12-30|title=Marginalisasi Profesi Dukun Bayi dalam Puisi “NiniNini Dukun Bayi” Karya Iman Budhi Santosa|url=http://atavisme.web.id/index.php/atavisme/article/view/93|journal=ATAVISME|language=id|volume=16|issue=2|pages=195–203|doi=10.24257/atavisme.v16i2.93.195-203|issn=2503-5215}}{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
 
Di samping peran signifikannya, keberadaan aktivitas perdukunan sering kali menjadi [[kontroversi]].<ref name=":0" /> Berdasarkan hasil penelitian tentang fenomena dukun yang dilakukan di [[Pulau Madura|Madura]], dapat diketahui bahwa melalui dukun adalah salah satu strategi yang digunakan untuk mendapatkan kedudukan [[Sosialisme|sosial]], [[ekonomi]], dan [[politik]] di masyarakat.
== Jenis-Jenis Dukun ==
 
Teridentifikasi sejumlah kategori dukun sebagai berikut:<ref name=":2" />
Penggunaan kekuatan yang berasal dari sumber [[Mistisisme|gaib]] sebagai cara terpenting maupun sebagai cara alternatif untuk mencapai keinginan dan tujuan pribadi secara seketika, yang mana agama tak menjanjikan keinstanan tersebut, telah ada di Madura sejak bertahun-tahun lalu. Hal-hal pribadi yang diinginkan melalui perantara kekuatan gaib itu meliputi keinginan meningkatkan kedudukan sosial, mencapai kuota dan target [[bisnis]], kemajuan karier, kesuksesan pendidikan, kesehatan, hingga asmara.
# ''Dukun Beranak'' atau disebut juga dengan dukun bayi, berperan seperti bidan dalam membantu proses persalinan.
 
# ''Dukun Pijet'' Berkeahlian dalam pijat-memijat, membantu menyelesaikan masalah pada tubuh atau anggota tubuh yang sakit atau kurang berfungsi dengan baik, misalnya badan pegal-pegal atau kaki keseleo karena terjatuh/kecelakaan, dll. ([[ketok magic]]).
Beberapa [[Suku Madura|orang Madura]] mengidentifikasikan diri sebagai [[Muslim]] dan mengamalkan ajaran serta kepercayaan agama, tetapi pada saat yang sama melibatkan diri dengan aktivitas yang berhubungan dengan alam gaib yang tidak diperbolehkan sekaligus dibenarkan dalam agama dan [[Keyakinan dan kepercayaan|kepercayaan]] tersebut.<ref name=":2">{{Cite journal|last=Haryanto|first=Bangun Sentosa D.|date=2015-12-31|title=The Dukuns of Madura: Their Types and Sources of Magical Ability in Perspective of Clifford Geertz and Pierre Bourdieu|url=http://hubsasia.ui.ac.id/index.php/hubsasia/article/view/3479|journal=Hubs-Asia|language=en|volume=9|issue=1|pages=107–118|issn=2406-9183|access-date=2017-11-02|archive-date=2017-11-07|archive-url=https://web.archive.org/web/20171107003032/http://hubsasia.ui.ac.id/index.php/hubsasia/article/view/3479|dead-url=yes}}</ref>
# ''Dukun Parewangan/Dukun Suwuk'' atau disebut juga dengan cenayang, dapat bertindak sebagai medium perantara agar dapat berhubungan dengan [[makhluk gaib]]/alam gaib,<ref name=":2" /> di samping keahlian utama dalam mengobati berbagai macam penyakit, mulai dari penyakit fisik, mental, spiritual, dan juga yang berkaitan dengan aspek sosial.<ref name=":1" />
 
# ''Dukun Calak'' Membantu proses khitan.
Dukun dan perdukunan merupakan suatu [[dilema]]. Pada satu sisi dipandang sebagai profesi dan aktivitas yang kotor, tetapi pada sisi yang lain setidaknya memainkan peran dinamis dalam sistem sosial, budaya, dan hubungan politik. Dalam terminologi yang oleh sosiologis [[Prancis]], [[Pierre Bourdieu]], sebut sebagai ''cultural capital,'' yang diakumulasikan untuk mendominasi masyarakat.
# ''Dukun Wiwit'' Membantu pada ritual pemungutan hasil panen dan spesialis upacara ritual.
 
# ''Dukun Penganten'' Membantu pada acara ritual dan upacara pernikahan.
Dukun dan perdukunan merupakan suatu [[dilema]]. Pada satu sisi dipandang sebagai profesi dan aktivitas yang “kotor”, tetapi pada sisi yang lain setidaknya memainkan peran dinamis dalam sistem sosial, budaya, dan hubungan politik, dalam terminologi yang oleh sosiologis [[Perancis]], [[Pierre Bourdieu]], sebut sebagai [[Cultural capital|''cultural capital'']]'','' yang diakumulasikan untuk mendominasi masyarakat. Istilah dukun yang populer di daerah pedesaan itu pada perkembangannya menjadi jarang digunakan. Sebagai gantinya digunakan kata yang lebih halus atau yang lebih mengindikasikan orientasi keagamaan seperti ''Ki'' atau ''Aki'', ''Abah'', ''[[Haji (gelar)|Haji]]'', ''[[Kiai|Kyai]]'', atau ''[[Ustaz]]'', agar secara [[konsensus]] sosial tidaktak berbahaya, sehingga dapat mengganggu aktivitas atau kebutuhan mereka.<ref name=":2" />
# ''Dukun Petungan'' Ahli dalam peramalan menggunakan angka dan [[metode numerik]] dalam perhitungan hari baik untuk melangsungkan pernikahan, memulai suatu bisnis, dll.
 
# ''Dukun Sihir/Dukun Tenung/Dukun Santet'' Ahli sihir
Kemajuan peradaban yang salah satunya diukur dengan keikutsertaan sebuah bangsa pada [[modernisasi]] yang berdasarkan rasionalitas, menyebabkan cara hidup [[Tradisionalisme|tradisional]] yang dipandang sebagai sebuah ''kemandegan'', harus ditinggalkan. Termasuk di dalam cara hidup tradisional adalah praktik dukun dalam membantu proses melahirkan.
# ''Dukun Susuk'' Memiliki keahlian dalam menggunakan jenis logam tertentu atau batu khusus untuk membantu klien mengumpulkan kekuasaan, kekuatan, atau kecantikan.
 
# ''Dukun Jampi'' Merupakan jenis dukun yang memanfaatkan [[tanaman herbal]] dan tanaman masyarakat asli lainnya untuk menyembuhkan orang.
Kemajuan peradaban yang salah satunya diukur dengan keikutsertaan sebuah bangsa pada [[modernisasi]] yang berdasarkan rasionalitas, menyebabkan cara hidup [[tradisional]] yang dipandang sebagai sebuah ''kemandegan'', harus ditinggalkan. Termasuk di dalam cara hidup tradisional adalah praktik dukun dalam membantu proses melahirkan. Tingginya angka kematian bayi dan ibu melahirkan di [[Indonesia]] memberikan kesadaran untuk lebih meningkatkan upaya kesehatan ibu, antara lain dengan cara menempatkan tenaga [[bidan]] di setiap desa, yang sedikit demi sedikit mulai menggeser peran dukun.<ref>{{Cite journal|last=Prabowo|first=Dhanu Priyo|date=2013-12-30|title=Marginalisasi Profesi Dukun Bayi dalam Puisi “NiniNini Dukun Bayi” Karya Iman Budhi Santosa|url=http://atavisme.web.id/index.php/atavisme/article/view/93|journal=ATAVISME|language=id|volume=16|issue=2|pages=195–203|doi=10.24257/atavisme.v16i2.93.195-203|issn=2503-5215}}{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
# ''Dukun Japa'' Berkeahlian dalam memberikan mantra-mantra atau jampi-jampi.
# ''Dukun Siwer'' Memiliki keahlian khusus dalam mencegah suatu keadaan alam yang pada waktu tertentu tidak dikehendaki, misalnya mencegah agar hujan tidak turun pada saat diadakannya suatu acara, dll.
Tidak semua keahlian dalam setiap jenis dukun itu dimiliki serta dilakukan oleh seorang dukun.<ref name=":1" /> Umumnya seorang dukun memiliki semua kapasitas perdukunan tersebut, kecuali dalam hal pijat dan persalinan. Jenis ''dukun calak'' untuk melakukan khitan juga tidak dimiliki oleh setiap dukun, sebab kemampuan ''dukun calak'' lebih cenderung menekankan ke bidang pengobatan daripada hal gaib.
 
== Sumber Kemampuan Gaib ==