Purwodadi, Barat, Magetan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tambahan
k Sejarah: clean up
 
(8 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 8:
|kode pos =63395
|nama pemimpin =-
|luas =-..8. km²
|penduduk =-..2000. jiwa
|kepadatan =-..500. jiwa/km²
}}
'''Purwodadi''' adalah sebuah nama [[desa]] di wilayah [[Barat, Magetan|kecamatan Barat]], [[kabupaten Magetan]], Provinsi [[Jawa Timur]].
Baris 16:
<!--
== Sejarah ==
Pada zaman dahulu Desa Purwodadi sebenarnya adalah sebuah hutan , dan didirikanlah sebuah pemukiman penduduk hingga berdiri sebuah Kadipaten Purwodadi yang megah pada saat itu , dengan bangunan Kadipaten yang luasnya kurang lebih sekitar 4 hektar.
Berdirinya Kadipaten ini menunjukan bahwa Purwodadi pada waktu itu memiliki
peran penting terhadap Kabupaten Magetan pada masa Perang Diponegoro
berlangsung . Desa Purwodadi merupakan sebuah desa yang terletak di perbatasan
Kecamatan Barat dan Kecamatan Karangrejo , dan memiliki letak lapangan yang sangat
strategis yang dahulunya ini adalah sebuah alun - alun kota dan dijadikan pasar
pon pada saat Kadipaten Purwodadi masih aktif .
 
Semenjak kedatangan para priyayi dari Puro Mangkunegaran yang bernama ''Raden Ahmad'' , daerah hutan tersebut
dirubahnya menjadi sebuah pemukiman penduduk pada hari ''Senin Kliwon'' Bulan Mulud ( salah satu nama bulan Jawa ) . Dia
adalah seorang bangsawan dari Praja Mangkunegaran yang kalah perang dengan
kompeni Belanda . Karena pada saat itu daerah Jawa Tengah telah menjadi daerah
yang rawan serangan kompeni Belanda . Raden Ahmad mendapat saran dari Adipati
Semarang untuk pergi ke daerah Gunung Lawu sebelah timur , akhirnya Dia dan
para pengikutnya menerima masukan tersebut dan pergi ke arah Gunung Lawu ditemani
dengan ''Raden Arya Damar'' putra dari
Adipati Semarang . Setelah sampai disekitaran Gunung Lawu sebelah timur , Raden Arya
Damar memberi saran kepada Raden Ahmad untuk berhenti dan mendirikan sebuah pemukiman
di daerah tersebut (Sumarsini, 2015).
 
Seiring berjalannya waktu pemukiman semakin hari semakin ramai dan kedatangan rombongan
Baris 43:
modern . Itulah masa dimana untuk pertama kali sebuah pemerintahan kolonial
Eropa menghadapi pemberontakan sosial yang berkobar di sebagian besar Pulau Jawa.
Hampir seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur , serta banyak daerah lain di
sepanjang pantai utaranya , terkena dampak pergolakan itu . Dua juta orang , yang
artinya sepertiga dari penduduk Jawa , terpapar oleh kerusakan perang;
seperempat dari seluruh lahan pertanian yang ada , rusak; dan jumlah penduduk
Jawa yang tewas mencapai 200.000 orang (Carey 1976:52 catatan 1).
 
Bangsawan tersebut adalah anak dari Pangeran Diponegoro yang mendapatkan tugas dari
Baris 56:
yang dikenal oleh masyarakat sekitar dengan sebutan Sultan Erutjokro dan ditemani
oleh para pengikutnya . Sebagai seorang pendiri dari Kadipaten Purwodadi atas
perintah dari Pangeran Diponegoro , Dia diangkat sebagai Adipati resmi dan
mempersiapkan prajurit - prajurit perang untuk melawan penjajah Belanda .
 
R.M Dipokusumo menjabat Adipati tidak terlalu lama , ini dikarenakan tugas Dia
untuk melanjutkan amanah dari ayahnya dalam melawan penjajah Belanda di daerah
lain , kemudian Dia menunjuk ''R.Ng
Mangunnegoro'' sebagai Adipati sekaligus panglima perang di daerah ini , namun''
takdir berkata lain dimana R.Ng Mangunnegoro akhirnya gugur dalam medan
pertempuran di daerah Bagi . Akhirnya posisi panglima perang digantikan oleh
Baris 68:
sebagai Adipati di Kadipaten Purwodadi setelah “Perjanjian Sepreh” . Pada masa
kepemimpinannya penjajah Belanda berhasil menguasai Magetan dan membaginya
sistem pemerintahan di Magetan menjadi 7 daerah kekuasaan oleh Belanda , yang
diputuskan dalam pertemuan semua Bupati se-wilayah Mancanegara Wetan pada 3-4
Juli 1830 di Desa Sepreh , Kabupaten Ngawi yang &nbsp;mengharuskan Kadipaten Purwodadi untuk tunduk
kepada pemerintah Belanda bersamaan dengan 7 Kadipaten lainnya di Magetan .
 
Pangeran Dipokusumo adalah anak kedua dari ''B.P.H
Baris 77:
Erutjokro Sayidin'' ''Panatagama Khalifat
Rasulullah ing Tanah Jawa ''dari isteri pertamanya ''R. Ay Retno Madubrongto ''yang merupakan puteri kedua dari ''Kiai Gede Dadapan '', ulama terkemuka dari
Desa Dadapan , dekat Tempel-Sleman , daerah Yogyakarta (Carey 2014:26) . Kadipaten
tersebut diberi nama Kadipaten Purwodadi dikarenakan nama Purwodadi berasal
dari kata ''“Purwo”'' yang berarti ''“wiwitan”'' dan ''“dadi”'' yang berarti ''“dumadi”'',
Baris 143:
menjadi daerah jajahan Belanda. Pada masa itu yang menjabat Bupati Magetan
adalah R.T. Sasrawinata (wafat tahun 1837). Kabupaten Magetan dipecah menjadi 7
daerah Kadipaten , yaitu :
 
1.&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; Kadipaten
Baris 177:
andil dalam kepemerintahan Kabupaten Magetan. Dahulu kala di desa ini berdiri
Kadipaten yang megah yang bernama “Kadipaten Purwodadi”. Berikut adalah 5
Adipati yang menjabat di Kadipaten Purwodadi :
 
-&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;
Baris 197:
 
<span lang="SV">Pada tahun 1870 Kadipaten Purwodadi dihapuskan. ''Berturut-turut yang menjabat Adipati di
Purwodadi setelah ”Perjanjian Sepreh” adalah :''</span>
 
·&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;
Baris 219:
 
<span lang="ES">Sebelum perjanjian sepereh ada dua pemimpin yang menjabat
yaitu'' : Pangeran Dipokusumo/R.M
Dipoatmodjo ''dan'' Kandjeng Pangeran
Mangunnegoro ''(yang meninggal dalam pertempuran Perang Diponegoro di daerah
Baris 225:
Kandjeng Pangeran Mangunnegoro yang sangat benci dan menentang kompeni Belanda
semenjak Gubernur Jenderal Daendels, yang akhirnya juga jatuh ke tangan
Pemerintah Hindia- Belanda pada tahun 1830. (Magetan 1976, halaman 30)</span>
 
<span lang="ES">Beberapa Adipati yang menjabat di Kadipaten Purwodadi
Baris 245:
daerah kademangan yang dipimpin oleh seorang ''“Demang”'' yang bernama ''R.
Madijosentono''. Oleh demang R. Madijosentono, Purwodadi dibaginya menjadi
2&nbsp; desa yang bernama :</span>
 
<span lang="ES">1. Temulus,
Baris 271:
mengaku sebagai cucu dari Nyi Ageng Serang dan sama-sama keluarga ''Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat
''yang ikut membantu selama Perang Diponegoro berlangsung di daerah
perbatasan Magetan-Madiun-Ngawi. </span>
 
<span lang="ES">Saat itu Martowidjojo-Ingsun hanya menjabat sebagai
Baris 279:
Bupati Magetan. Kejadian itu membuat Gusti Ridder marah besar dan memberhentikan
jabatan Martowidjojo-Ingsun sebagai Kepala Desa Temulus, dan digantikan oleh
Pontjodirjo yang merupakan anak menantu dari Martowidjojo-Ingsun. </span>
 
<span lang="ES">Niat dari orang yang mengaku sebagai R.M Papak digagalkan
Baris 313:
masa kepemimpinan R. Sukarmo, kantor kepala desa yang digunakan untuk
administrasi dan segala urusan desa berada di rumah pribadi milik kepala desa
yang menjabat saat itu. </span>
 
<span lang="ES">Kepala Desa R. Sukarmo menjabat sebagai kepala desa selama
Baris 336:
dimana disini terdapat peninggalan-peninggalan sejarah, seperti Kadipaten
Purwodadi.&nbsp;</span>
 
 
Pada
Baris 353 ⟶ 352:
keturunan dari Mbah Gong, karena menurut mitos dan perjanjian dengan leluhur
jaman dahulu kalau bukan keluarga biasanya tidak kuat untuk memiliki tanah
bekas Kadipaten Purwodadi ini.
 
Pada
Baris 401 ⟶ 400:
kosong dan luas. Biasanya masyarakat sekitar terutama anak-anak kecil banyak
yang bermain layang-layang disini, mereka ingin beristirahat dan menenangkan
fikiran dengan merasakan angin sepoi-sepoi didalam bonjero.
 
Desa
Baris 428 ⟶ 427:
 
{{Barat, Magetan}}
 
{{kelurahan-stub}}
{{Authority control}}
 
 
{{kelurahanKelurahan-stub}}