Jurnalisme musik: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(3 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 24:
Dengan adanya kebebasan pers waktu itu, media musik tidak lagi ekslusif menampilkan inforasi seputar dunia musik. Informasi seputar film, gaya hidup, kuliner, maupun otomotif dapat ditemukan bersamaan di dalam media yang juga memuat informasi musik. Gaya penulisan konten musik pun tidak lagi mendalam, hanya sebatas pada review album, liputan konser, dan profil musisi. Di era ini pula, konglomerasi media mulai muncul, yang membuat perubahan besar terhadap jurnalisme musik tanah air.
 
Trax dan [[Rolling Stone Indonesia|Rolling Stone]], pentolan media hiburan yang masuk ke Indonesia saat itu memberikan persaingan yang kuat bagi media lokal. Bahkan, Rolling Stone mampu mendominasi pasaran media hiburan dengan bantuan konglomerasi yang dilakukan. Hasilnya, Rolling Stone dianggap menjadi media mainstream, yang kemudian diikuti beberapa media lainnya. Pola pemberitaan musik pun cenderung mengikuti arus pasar. Media musik berubah menjadi sarana bagi industri musik untuk mendapatkan posisi di pasar. Informasinya pun lebih berfokus pada konten yang “menghibur” dan “informatif,” dengan musisi pop yang mendominasi topik pemberitaan.<ref>Gunadi, I. (2017)''.'' Jurnalisme music di Indonesia. ''Idhar Resmadi.net.'' Diakses dari https://idhar-resmadi.net/2017/07/06/jurnalisme-musik-di-indonesia/ {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20200708184241/https://idhar-resmadi.net/2017/07/06/jurnalisme-musik-di-indonesia/ |date=2020-07-08 }}</ref>
 
=== Pengaruh Internet ===
Baris 31:
Dampaknya, media-media hiburan yang awalnya sudah memiliki pasar yang luas menjadi sulit untuk bersaing. Di internet, mereka hanya dapat mengandalkan pemasukan dari iklan, sedangkan kontennya dapat diakses secara gratis oleh masyarakat. Inilah yang menyebabkan berbagai media hiburan di Indonesia gulung tikar, termasuk Rolling Stone Indonesia yang tutup pada awal tahun 2018. Tutupnya Rolling Stone juga dianggap sebagai matinya media musik di Indonesia.
 
== JoseJurnalisme gantengmusik klasik ==
 
Jurnalisme musik muncul sebagai studi yang memiliki pengaruh kuat. Tetapi, walaupun banyak hasil tulisan yang mengacu pada jurnalisme musik, studi ini masih dianggap level rendah dalam studi musik populer. Terdapat anggapan bahwa jurnalis musik biasanya merupakan musikus yang gagal.
Baris 48:
Jurnalisme menyediakan informasi yang akurat dan tepercaya bagi masyarakat agar dengan informasi yang dibuat mampu berperan membangun sebuah masyarakat yang bebas. Sejak kapan istilah jurnalisme musik digunakan dan dipakai secara umum memang tidak dapat diketahui secara pasti. Apalagi di Indonesia. Namun, fenomena untuk orang-orang yang menulis musik – sebelum istilah jurnalisme musik digunakan – memang sudah berkembang sejak tahun 1960-an di Amerika dan Inggris. Akar dari jurnalisme musik atau kerap juga disebut "jurnalisme rock" dimulai pada tahun 1960-an melalui munculnya penerbitan-penerbitan musik dan budaya populer seperti [[Rolling Stone]], [[NME]], [[Melody Maker]], dan Creem. Rolling Stone yang terbit tahun 1967 oleh Jann Wenner dan Ralph Gleason menjadi tonggak penting perkembangan jurnalisme musik.
 
Pada awalnya jurnalis musik adalah fans musik itu sendiri atau kerap disebut “fans yang tercerahkan (enlightened fans)” (Gudmondsson et al. 2002). Jika melihat tokoh-tokoh jurnalis musik pada masa itu seperti [[Lester Bangs]], [[Nick Kent]], [[Robert Christgau]], atau [[Simon Reynolds]] merupakan orang-orang yang memiliki passion terhadap musik. Tak ada institusi resmi yang mempelajari jurnalisme musik – kecuali, saat ini beberapa perguruan tinggi di Inggris dan Amerika sudah menjadikan jurnalisme musik sebagai disiplin ilmu sendiri. Seperti halnya ilmu jurnalistik, jurnalisme musik tentu memiliki tugas untuk menyediakan informasi faktual mengenai musik dan tetek bengeknya. Gambaran seperti apa seorang jurnalis musik bekerja ditampilkan dalam film [[Almost Famous]] yang diangkat dari pengalaman pribadi sang sutradara semasa remaja, [[Cameron Crowe]]; mewawancarai band, mengikuti tur panjang, dan melihat berkembangnya budaya seks, obat-obatan terlarang, dan ''"rock & roll''."<ref>Gudmondsson, G, Lindberg, U., Michelsen, M., and Weisthaunet, H. 2002. Brit crit: turning points in British rock critism, 1960-1990, in Pop Music and the Press, ed. S. Jones Temple University Press: Philadelphia </ref>
 
== Referensi ==
Baris 54:
 
[[Kategori:Jurnalisme musik| ]]
[[Kategori:PekerjaanTokoh dalamseni bidang musikbudaya]]