Salat Jamak: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Aday (bicara | kontrib)
menambah beberapa pandangan lain
k top: clean up
 
(61 revisi perantara oleh 39 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Ensiklopedia Islam|Muhammad}}
'''Shalat Jama'''' adalah menggabungkan dua buah shalat pada satu waktu shalat. Adapun pasangan shalat yang bisa dijama' adalah shalat [[Dzuhur]] dengan [[Ashar]] atau shalat [[Maghrib]] dengan [[Isya]]. Shalat jamak dibedakan menjadi dua tipe yakni:
'''Salat Jamak''' yaitu [[salat]] yang dilaksanakan dengan mengumpulkan dua [[salat wajib]] dalam satu waktu, seperti salat Zuhur dengan Asar dan salat Magrib dengan salat Isya (khusus dalam perjalanan).<ref>{{Cite web |url=http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php |title=KBBI Daring |access-date=2011-09-01 |archive-date=2011-09-30 |archive-url=https://web.archive.org/web/20110930000606/http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php |dead-url=yes }}</ref> Adapun pasangan salat yang bisa dijamak adalah salat [[Dzuhur]] dengan [[Ashar]] atau salat [[Maghrib]] dengan [[Isya]]. Salat jamak dibedakan menjadi dua tipe yakni:
* ''Jama' Taqdim'' atau pelaksanaan shalat pada waktu awal, yaitu melaksanakan shalat [[Ashar]] setelah shalat [[Dzuhur]] dan melaksanakan shalat [[Isya]] setelah shalat [[Maghrib]].
* ''Jama' Taqdim'' penggabungan pelaksanaan dua salat dalam satu waktu dengan cara memajukan salat yang belum masuk waktu ke dalam salat yang telah masuk waktunya (seperti penggabungan pelaksanaan salat Asar dengan salat Zuhur pada waktu salat Zuhur atau pelaksanaan salat Isya dengan salat Magrib pada waktu salat Magrib).<ref name="kateglo">[http://kateglo.bahtera.org/?mod=dictionary&action=view&phrase=jamak%20takdim Kateglo: Jamak takdim]{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
* ''Jama' Ta'khir'' atau pelaksanaan shalat pada waktu akhir, yaitu melaksanakan shalat [[Dzuhur]] dan [[Ashar]] bersamaan di sore hari dan melaksanakan shalat [[Maghrib]] dan [[Isya]] sedikitnya setelah matahari terbenam.
* ''Jama' Ta'khir'' penggabungan pelaksanaan dua salat dalam satu waktu dengan cara mengundurkan salat yang sudah masuk waktu ke dalam waktu salat yang berikutnya (seperti penggabungan pelaksanaan salat Zuhur dengan salat Asar pada waktu salat Asar, atau pelaksanaan salat Magrib dengan salat Isya pada waktu salat Isya)<ref name="kateglo"/>
 
== Hukum ==
==Perbedaan Pandangan antara Sunni dan Syi'ah==
Salat jamak hanya berlaku bagi dua jenis salat wajib yang berdekatan waktunya. Berdasarkan ketentuan ini, pasangan salat wajib yang dapat dijamak ialah [[Salat Zuhur|salat zuhur]] dan [[Salat Asar|salat asar]], serta [[Salat Magrib|salat magrib]] dan [[Salat Isya|salat isya]]. Sedangkan [[Salat Subuh|salat subuh]] tidak dapat dijamak dengan salat wajib lainnya. Pelaksanaan salat jamak hukumnya adalag mubah dengan beberapa persyaratan tertentu. Sebagian besar [[imam]] [[mazhab]] menyepakati bahwa salat jamak hanya boleh dilakukan ketika sedang bepergian dengan jarak perjalanan sedikitnya sejauh 81 [[kilometer]]. Selain itu, tujuan dari perjalanan harus bukan untuk tujuan maksiat. Kondisi terakhir yang dipersyaratkan untuk melakukan salat jamak adalah adanya perasaan takut atau khawatir terhadap sesuatu. Perasaan ini berkaitan dengan keadaan [[perang]], [[sakit]], atau karena cuaca ekstrim seperti [[hujan]] lebat atau angin [[topan]], maupun [[bencana alam]].<ref>{{Cite book|last=Hambali|first=Muhammad|date=2017|url=https://www.google.co.id/books/edition/Panduan_Muslim_Kaffah_Sehari_hari_dari_K/b1FHEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=panduan+muslim+kaffah&pg=PA31&printsec=frontcover|title=Panduan Muslim Kaffah Sehari-Hari: Dari Kandungan hingga Kematian|location=Yogyakarta|publisher=Laksana|isbn=978-602-407-185-1|editor-last=Rusdianto|pages=162|url-status=live}}</ref>
===Menurut Sunni===
Keempat Mazhab [[Sunni]], yaitu [[Maliki]], [[Hanafi]], dan [[Syafi'i]] berpendapat bahwa mereka yang diperbolehkan melakukan shalat jama' adalah mereka yang sedang melakukan perjalanan jauh ([[safar (perjalanan)|safar]]). Berarti kalau dia tidak memiliki halangan apapun, berada di rumah, maka tidak boleh dilakukan shalat jama'.
 
== Syarat jamak takdim ==
Sedangkan [[Mazhab Hambali]] berpendapat boleh melakukan shalat jama' di rumah dan bukan dalam perjalanan jauh asal tidak menjadi kebiasaan tetap.
# Tertib. Apabila [[safar|musafir]] akan melakukan jamak salat dengan jamak taqdim, maka dia harus mendahulukan salat yang punya waktu terlebih dahulu. Semisal musafir akan menjamak salat maghrib dengan shoalt isya', maka dia harus mengerjakan salat maghrib terlebih dahulu. Apabila yang dikerjakan terlebih dahulu adalah salat isya', maka salat salat isya'nya tidak sah. Dan apabila dia masih mau melakukan jamak, maka harus mengulangi salat isya'nya setelah salat maghrib.
# Niat jamak pada waktu salat yang pertama. Apabila musafir mau melakukan salat jamak dengan jamak taqdim, maka diharuskan niat jamak pada waktu pelaksanaan salat yang pertama. Jadi, selagi musholli masih dalam salat yang pertama (asal sebelum salam), waktu niat jamak masih ada, namun yang lebih baik, niat jamak dilakukan bersamaan dengan [[takbiratul ihram]].
# Muwalah (bersegera). Antara kedua salat tidak ada selang waktu yang dianggap lama. Apabila dalam jamak terdapat pemisah (renggang waktu) yang dianggap lama, seperti melakukan [[salat sunah]], maka musholli tidak dapat melakukan jamak dan harus mengakhirkan salat yang kedua serta mengerjakannya pada waktu yang semestinya.
# Masih berstatus musafir sampai selesainya salat yang kedua. Orang yang menjamak salatnya harus berstatus musafir sampai selesainya salat yang kedua. Apabila sebelum melaksanakan salat yang kedua ada niatan muqim, maka musholli tidak boleh melakukan jamak, sebab udzurnya dianggap habis dan harus mengakhirkan salat yang kedua pada waktunya.<ref name="jamak">[http://id.shvoong.com/humanities/religion-studies/2180556-salat-jamak/#ixzz1WjtW8Yj7 Shvoong.com Sholat Jamak]{{Pranala mati|date=Maret 2022 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
 
== Syarat jamak ta'khir ==
Dalil yang memperkuat adalah:
# Niat menjamak ta'khir pada waktu shalat yang pertama. Misalnya, jika waktu shalat zhuhur telah tiba, maka ia berniat akan melaksanakan shalat zhuhur tersebut nanti pada waktu ashar.
:''Dari Muadz bin Jabal: “Bahwa [[Rasulullah SAW]] pada saat perang Tabuk, jika matahari telah condong dan belum berangkat maka menjama’ shalat antara Dzuhur dan Asar. Dan jika sudah dalam perjalanan sebelum matahari condong, maka mengakhirkan shalat dzuhur sampai berhenti untuk shalat Asar. Dan pada waktu shalat Maghrib sama juga, jika [[matahari]] telah tenggelam sebelum berangkat maka menjama’ antara Maghrib dan ‘Isya. Tetapi jika sudah berangkat sebelum matahari matahari tenggelam maka mengakhirkan waktu shalat Maghrib sampai berhenti untuk shalat ‘Isya, kemudian menjama’ keduanya.”'' (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
# Pada saat datangnya waktu shalat yang kedua, ia masih dalam perjalanan. Misalnya, seseorang berniat akan melaksanakan shalat zhuhur pada waktu ashar. Ketika waktu ashar tiba ia masih berada dalam perjalanan. Dalam jamak ta'khir, shalat yang dijamak boleh dikerjakan tidak menurut urutan waktunya. Misalnya shalat zhuhur dan ashar, boleh dikerjakan zhuhur dahulu atau ashar dahulu. Di samping itu antara shalat yang pertama dan yang kedua tidak perlu berturut-turut (muwalat). Jadi boleh diselingi dengan perbuatan lain, misalnya shalat sunat [[salat Rawatib|rawatib]].<ref name="jamak"/>
 
===Menurut Perbedaan Pandangan antara Sunni dan Syi'ah= ==
=== Menurut Sunni ===
Mazhab [[Syi'ah]] seperti [[Dua Belas Imam]] berpendapat bahwa setiap orang walaupun tidak dalam perjalanan jauh, berdiam di rumahnya, tidak berada dalam keadaan sakit, dapat menjama' shalat, baik jama' taqdim maupun jama' taqdim. Dalil yang memperkuat hal tersebut adalah:
==== Pendapat dari Empat Mazhab [[Sunni]] ====
:''Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).'' (QS. al-Israa' [17]:78)
# Pendapat [[Mazhab Hanafi]]
#* Hanafi meyakini bahwa pelaksanaan men-''jama''' salat tidaklah memiliki kekuatan hukum, baik dalam perjalanan ataupun tidak, dengan segala macam masalah kecuali dalam dua kasus-Hari Arafah dan pada saat malam Muzdalifah dalam berbagai kondisi tertentu.
# Pendapat [[Mazhab Syafi'i]]
#* Syafi'i meyakini diperbolehkannya pelaksanaan men-''jama''' salat bagi para musafir perjalanan jauh ([[safar (perjalanan)|safar]]) dan saat hujan serta salju dalam kondisi tertentu. Bagi mereka, pelaksanaan men-jama' salat seharusnya tidak diperbolehkan dalam keadaan gelap, berangin, takut atau sakit.
# Pendapat [[Mazhab Maliki]]
#* Maliki menganggap alasan untuk melaksanakan men-''jama''' salat sebagai berikut: sakit, hujan, berlumpur, keadaan gelap pada akhir bulan purnama dan pada Hari Arafah serta Malam Muzdalifah untuk yang sedang melaksanakan haji dalam kondisi tertentu.
# Pendapat [[Mazhab Hambali]]
#* Hambali memperbolehkan pelaksanaan men-''jama''' salat saat Hari [[Arafah]] dan Malam [[Muzdalifah]] dan bagi para musafir, pasien-pasien, ibu menyusui, wanita dengan haid berlebihan, orang yang terus-menerus buang air kecil, orang yang tidak dapat membersihkan dirinya sendiri, orang yang tidak dapat membedakan waktu, dan orang yang takut kehilangan barang kepemilikannya, kesehatannya atau reputasinya dan juga dalam kondisi hujan, salju, dingin, berawan dan berlumpur. Mereka juga menyebutkan beberapa kondisi lainnya.
 
==== Pendapat Perawi Hadits lainnya ====
Dalil-dalil lain yang memperkuat hal ini ada dalam Ringkasan [[Shahih Muslim]], Kitab Shalat Musafir, Bab 6: Menjamak Dua Shalat ketika Bermukim (Di Rumah, Tidak Bepergian);
# Pendapat [[Ibnu Syabramah]]
:''[[Ibnu Abbas]] r.a. berkata, "Rasulullah pernah menjama' shalat [[Dzuhur]] dan shalat [[Ashar]], dan menjama' [[Maghrib]] dan [[Isya]] di [[Madinah]] bukan karena khauf (sedang berperang) dan bukan karena hujan."''
#* Ibnu Syabramah memperbolehkan pelaksanaan men-''jama''' salat karena beberapa alasan dan bahkan tanpa kondisi khusus selama hal tersebut tidak berubah menjadi suatu kebiasaan.
:''Menurut hadits Waki', dia berkata, "Aku tanyakan kepada [[Ibnu Abbas]], 'Mengapa beliau melakukan hal itu?" [[Ibnu Abbas]] menjawab, 'Agar beliau tidak menyulitkan umatnya.'"''
# Pendapat [[Ibnu Mundzir]] dan [[Ibnu Sirin]]
:''Menurut hadits Mu'awiyah, ditanyakan kepada [[Ibnu Abbas]], "Apa maksud Nabi berbuat demikian?" Dia menjawab, "Beliau bermaksud tidak menyulitkan umatnya."'' (Muslim 2/152)<ref>{{id}} AL-ALBANI, M. Nashiruddin. ''Ringkasan Shahih Muslim''. Gema Insani: Jakarta. ISBN 9795619675</ref>
#* Ibnu Mundzir dan Ibnu Sirin, menurut Qaffal, memperbolehkan pelaksanaan men-''jama''' salat dalam segala kondisi tanpa syarat apapun.
 
==== Dalil yang memperkuat adalah: ====
==Referensi==
:''Dari Muadz bin Jabal: “Bahwa [[Rasulullah SAW]] pada saat perang Tabuk, jika matahari telah condong dan belum berangkat maka menjama’ shalatsalat antara Dzuhur dan Asar. Dan jika sudah dalam perjalanan sebelum matahari condong, maka mengakhirkan shalatsalat dzuhur sampai berhenti untuk shalatsalat Asar. Dan pada waktu shalatsalat Maghrib sama juga, jika [[matahari]] telah tenggelam sebelum berangkat maka menjama’ antara Maghrib dan ‘Isya. Tetapi jika sudah berangkat sebelum matahari matahari tenggelam maka mengakhirkan waktu shalatsalat Maghrib sampai berhenti untuk shalatsalat ‘Isya, kemudian menjama’ keduanya.”'' (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
<references/>
 
=== Menurut Syi'ah ===
==Pranala Luar==
Mazhab [[Syi'ah]] seperti [[Dua Belas Imam]] berpendapat bahwa setiap orang walaupun tidak dalam perjalanan jauh, berdiam di rumahnya, tidak berada dalam keadaan sakit, dapat menjama' shalatsalat, baik jama' taqdim maupun jama' taqdimta'khir. Dalil yang memperkuat hal tersebut adalah:
*{{id}}[http://www.pks-anz.org/print.php?sid=824 Shalat dan adab musafir, PKS ANZ]
:''Dirikanlah shalatsalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalatsalat) subuh. Sesungguhnya shalatsalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).'' (QS. al-Israa' [17]:78)
{{Shalat}}
 
Dalil-dalil lain yang memperkuat hal ini ada dalam Ringkasan [[Shahih Muslim]], Kitab ShalatSalat Musafir, Bab 6: Menjamak Dua ShalatSalat ketika Bermukim (Di Rumah, Tidak Bepergian);
:''[[Ibnu Abbas]] r.a. berkata, "Rasulullah pernah menjama' shalatsalat [[Dzuhur]] dan shalatsalat [[Ashar]], dan menjama' [[Maghrib]] dan [[Isya]] di [[Madinah]] bukan karena khauf (sedang berperang) dan bukan karena hujan."''
:''Menurut hadits Waki', dia berkata, "Aku tanyakan kepada [[Ibnu Abbas]], 'Mengapa beliaudia melakukan hal itu?" [[Ibnu Abbas]] menjawab, 'Agar beliaudia tidak menyulitkan umatnya.'"''
:''Menurut hadits Mu'awiyah, ditanyakan kepada [[Ibnu Abbas]], "Apa maksud Nabi berbuat demikian?" Dia menjawab, "BeliauDia bermaksud tidak menyulitkan umatnya."'' (Muslim 2/152)<ref>{{id}} AL-ALBANI, M. Nashiruddin. ''Ringkasan Shahih Muslim''. Gema Insani: Jakarta. ISBN 9795619675979-561-967-5</ref>
 
== Referensi ==
{{reflist}}
 
== Pranala Luarluar ==
* {{id}} [http://www.pks-anz.org/print.php?sid=824 Salat dan adab musafir, PKS ANZ] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070929001051/http://www.pks-anz.org/print.php?sid=824 |date=2007-09-29 }}
* {{id}} [http://www.mediamuslim.info/index.php?option=com_content&task=view&id=415&Itemid=13 Salat Jama' Dan Salat Qashar, Media Muslim INFO] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20110928215229/http://www.mediamuslim.info/index.php?option=com_content&task=view&id=415&Itemid=13 |date=2011-09-28 }}
* {{id}} [https://kepowin.com/menjamak-salat-karena-hujan/ Menjamak Salat Karena Hujan]{{Pranala mati|date=Juni 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}. [http://muslim.or.id/ Muslim.or.id].
 
{{Salat}}
 
[[Kategori:Salat]]