Tarian Pitu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k regexp replacement(s), replaced: ada kalanya → adakalanya
k →‎top: clean up, added orphan tag
 
(Satu revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Orphan|date=Januari 2023}}
[[Berkas:Kete' Kesu' Toraja.jpg|300x300px|jmpl|Suasana perkampungan [[Suku Toraja]] ]] '''Tarian Pitu''' atau dalam bahasa Toraja disebut sebagai ''Ra' Pitu'' merupakan 7 (tujuh) peradilan adat tradisional yang berasal dari [[Suku Toraja]], provinsi [[Sulawesi Selatan]]. Sistem peradilan adat tradisional ''Tarian Pitu'' tersebut sudah digunakan jauh sebelum pihak Hindia Belanda menduduki [[Kabupaten Tana Toraja|Tana Toraja]] pada tahun 1906. Sekarang sistem peradilat adat tradisional ''Tarian Pitu'' tersebut hanya berlaku di kampung sekitar [[Kabupaten Tana Toraja|Tana Toraja]] yang jauh dari pusat kota dimana yang sistem peradilannya kini sudah dilaksanakan oleh [[Pengadilan Negeri]].{{sfnp|Bararuallo|2010|p=127a|ps=: "Sebelum Pemerintah Hindia Belanda menguasai Toraja (sebelum 1906: Tana Toraja ketika itu), maka bentuk peradilan yang diberlakukan di atas Bumi Tana Toraja dinamakan Tarian Pitu atau Ra'Pitu (tujuh bentuk peradilan). Tarian Pitu atau Ra'Pitu saat ini masih sering dilaksanakan pada Pengadilan Adat di tempat tertentu, terutama yang jauh dari kotadimana sudah ada peradilan dengan hukum dan hukuman yang diatur oleh Pengadilan Negeri."}}
 
[[Berkas:Kete' Kesu' Toraja.jpg|300x300px|jmpl|Suasana perkampungan [[Suku Toraja]] ]] '''Tarian Pitu''' atau dalam bahasa Toraja disebut sebagai ''Ra' Pitu'' merupakan 7 (tujuh) peradilan adat tradisional yang berasal dari [[Suku Toraja]], provinsi [[Sulawesi Selatan]]. Sistem peradilan adat tradisional ''Tarian Pitu'' tersebut sudah digunakan jauh sebelum pihak Hindia Belanda menduduki [[Kabupaten Tana Toraja|Tana Toraja]] pada tahun 1906. Sekarang sistem peradilat adat tradisional ''Tarian Pitu'' tersebut hanya berlaku di kampung sekitar [[Kabupaten Tana Toraja|Tana Toraja]] yang jauh dari pusat kota dimanadi mana yang sistem peradilannya kini sudah dilaksanakan oleh [[Pengadilan Negeri]].{{sfnp|Bararuallo|2010|p=127a|ps=: "Sebelum Pemerintah Hindia Belanda menguasai Toraja (sebelum 1906: Tana Toraja ketika itu), maka bentuk peradilan yang diberlakukan di atas Bumi Tana Toraja dinamakan Tarian Pitu atau Ra'Pitu (tujuh bentuk peradilan). Tarian Pitu atau Ra'Pitu saat ini masih sering dilaksanakan pada Pengadilan Adat di tempat tertentu, terutama yang jauh dari kotadimanakota di mana sudah ada peradilan dengan hukum dan hukuman yang diatur oleh Pengadilan Negeri."}}
 
Peradilan adat tradisional ''Tarian Pitu'' umumnya dilaksanakan sebagai cara mengadili yang paling terakhir bagi kedua belah pihak yang bersengketa ketika tidak ada lagi pihak yang mampu lagi memediasi kedua belah pihak tersebut. Pelaksanaan pengadilan adat ''Tarian Pitu'' tersebut dilakukan oleh Badan Dewan Adat yang merupakan badan peradilan secara adat diakui dan sah oleh masyarakat suku [[Toraja]] tanpa melibatkan bukti tertulis dan saksi hidup lagi. Ketika proses mediasi gagal oleh kedua belah pihak yang berselisih, Badan Dewan Adat memberikan opsi salah satu dari tujuh ''Tarian Pitu'' tersebut dengan segala konsekuensi beserta keputusannya yang bersifat mutlak sehingga tidak dapat diganggugugat oleh pihak manapun.{{sfnp|Bararuallo|2010|p=127-128|ps=: "Ketujuh bentuk peradilan adat di atas merupakan cara mengadili kedua belah pihak yang sedang bersengketa tanpa menggunakan saksi-saksi hidup dan bukti-bukti tertulis yang ada, jika tidak ada orang atau pihak tertentu yang mampu mendamaikan lagi. Proses peradilan ini dilaksanakan oleh Badan Dewan Adat sebagai Badan Peradilan Adat yang sah dan diakui masyarakat. ... Keputusan Tarian Pitu berlaku mutlak dan tidak dapat diganggugugat oleh siapapun."}}
Baris 57 ⟶ 59:
== ''Si-Biangan'' atau ''Si-Rektek'' ==
[[Berkas:Shake the cup, and pick the stick that falls out (14605345405).jpg|200x200px|jmpl|Ilustrasi ''Si-Biangan'' atau ''Si-Rektek'']]
''Si-Biangan'' merupakan merupakan salah satu jenis peradilan adat ''Tarian Pitu'' yang mirip seperti [[Lotre]] atau bisa dikatakan sebagai peradilan menggunakan sistem probabilitas. Adapun langkahnya diawali dengan pembacaan mantra-mantra oleh Penghulu [[Aluk Todolo]] menggunakan perantara [[bambu]] kecil yang oleh [[Suku Toraja]] disebut ''Biang'' atau ''Tile'' yang umumnya tumbuh di tebing-tebing tertentu. Pertama-tama Penghulu [[Aluk Todolo]] mengambil sebatang (satu ruas) ''Sepotong Ruas Biang'' atau ''Tile'' tersebut kemudian dibelah sama besar. Setelah ''Sepotong Ruas Biang'' atau ''Tile'' tersebut terbelah, satu belahan tersebut diberi tanda yang nantinya akan dipilih oleh kedua belah pihak yang tengah berselisih tersebut. Salah satu pihak memilih bagian belakang belahan sementara pihak lainnya akan memilih bagian muka belahan kayu tersebut.{{sfnp|Bararuallo|2010|p=131b|ps=: "Bentuk peradilan Tarian Pitu ini dapat disamakan dengan permainan Loterei. Sistem untung-untungan. Caranya, setelah ada mantra-manra dari Penghulu Aluktodolo, diambillah sepotong ruas biang atau tille )semacam bamboo kecil) yang biasa tumbuh di tebing tertentu. Pertama diambil sepotong batang biang (satu ruas) lalu dibelah dua sama besar. Kemudian setiap belahan diberi tanda (sebagai tanda pilihan) untuk masing-masing orang (pihak) yang sedang berselisih. Seorang pemilih bagian belakang dari belahan batang biang tersebut dan yang seorang lagimemilih bagian mukanya."}}
 
Setelah selesai memilih lalu kedua belah pihak tersebut akan duduk berhadapan didepan Penghulu [[Aluk Todolo]]. Sebelum dimulai, kedua belah pihak yang berselisih tersebut diminta berdoa dan bersumpah oleh Penghulu [[Aluk Todolo]] dengan narasi ''Terkutuklah bagi pihak yang tidak benar'' dan ''Terberkatilah bagi pihak yang benar'' kemudian dilemparlah belahan batang ''Biang'' tersebut sebanyak 3 (tiga) kali secara berturut-turut keatas oleh Penghulu [[Aluk Todolo]] dihadapan Ketua Adat. Perbanding yang umum terjadi biasanya tiga banding nol (3:0) atau dua banding satu (2:1). Pihak yang mendapatkan nilai terbanyaklah yang akan memenangkan gugatan. Pemenang gugatan tersebut nantinya akan diputuskan oleh Ketua Adat dengan keputusan yang mutlak tanpa diganggugugat oleh pihak manapun.{{sfnp|Bararuallo|2010|p=131-132|ps=: "Setelah itu, kedua orang (pihak) yang sedang berselisih duduk berhadap-hadapan di depan Penghulu Aluktodolo untuk menerima sumpaj dan doa dari Penghulu Aluktodolo. Penghulu mengutuk yang tidak berkata benar dan mendoakan yang berkata benar. Sesudah itu, kedua belahan potongan batang biang tersebut dibuang tiga kali secara berturut-turut ke atas oleh Penghulu di hadapan Ketua Adat. Hasilnya, bisa dua banding satu (2:1) atau tiga berbanding nol (3:0). Nilai (angka) terbanyak dinyatakan sebagai pemenang dalam perkara. Pemenangnya segera diumumkan oleh Ketua Adat sebagai keputusan mutlak dan berlaku permanen (tidak boleh diganggugugat oleh siapapun)."}}
== ''Si-Tempoan'' ==
''Si-Tempoan'' merupakan merupakan salah satu jenis peradilan adat ''Tarian Pitu'' yang berbentuk saling menyumpahi atau ''Menggata'' satu sama lain antar pihak yang berselisih. Sebelum dimulai, Penghulu [[Aluk Todolo]] melakukan sumpah dan doa terhadap dua pihak yang saling berselisih tersebut. Pelaksanaan peradilan ''Si-Tempoan'' mirip dengan pelaksanaan pengambilan sumpah dalam [[Pengadilan Negeri]]. Setelah selesai, kedua pihak akan mengucapkan sumpah dihadapan keluarga pihak masing-masing dengan ulangan dari arahan doa dan sumpah dari Penghulu [[Aluk Todolo]]. Adapun sumpah tersebut berbunyi sebagai berikut:{{sfnp|Bararuallo|2010|p=132a|ps=: "Sitempoan merupakan salah satu bentuk Tarian Pitu, dimanadi mana ada dua orang (pihak) yang sedang berselisih, setelah disumpah dan didoakan oleh Penghulu Aluktodolo, keduanya mengucapkan sumpah di hadapan seluruh anggota keluarga kedua belah pihak dan Penghulu Aluktodolo. Isi sumpah yang diucapkan lebih dahulu oleh Penghulu Aluktodolo lalu diulang oleh wakil kedua belah pihak yang sedang bersengketa (berselisih)."}}
 
{{cquote|''Puang Matua, Deata To Tallu Esunganna Tomembali Puang laun rimpi' na' lan Tangnga Padang sia tang laana pasitirona' kameloan sia kamananmanan sae lakona ketanggumpokadana' tang tongan anna... seterusnya''}}
Baris 78 ⟶ 80:
Segala proses peradilan peperangan tersebut diawasi oleh Badan Pengawas Adat yang disepakati oleh kedua belah pihak. Pemenang peradilan ''Si-Rari Sangmelambi'' adalah pihak Penguasa Adat atau Bangsawan yang berhasil memasuki daerah lawannya. Selain itu, jika salah satu pihak Penguasa Adat atau Bangsawan terluka atau berdarah, maka Badan Pengawas Adat tersebut akan berteriak ''To' Do' Damo'' yang artinya sudah ada yang terluka atau berdarah. Jika sudah ada yang terluka atau berdarah maka peperangan akan selesai dan pihak yang kalah tersebut akan dinyatakan sebagai ''Talo Rari'' yang artinya kalah perang oleh Penguasa Adat dengan hasil keputusan mutlak tanpa gugatan pihak manapun.{{sfnp|Bararuallo|2010|p=134a|ps=: "Dengan batas Daerah tertentu serta jangka waktu yang sudah dinyatakan itu ada yang dapat memasuki Daerah lawannya maka dialah yang dianggap menang dalam perselisihan, atau dalam pertempuran itu ada diantaranya yang sudah mengalami kurban atau ada yang luka maka peperangan ini segera dimulai namun hari masih gelap dan kurban-kurban tak dapat disembunyikan karena ada badan pengawas sebagai saksi untuk memperhatikan semua kejadian itu, yang pada saat ada luka terus berteriak To'Do' Damo' artinya: sudah ada yang luka dan darah sudah menetes maka segera peperangan disuruh berhenti. Yang luka duluan atau yang kalah dinyatakan slaah dengan kata Talo Rari (kalah perang) dan segera penguasa Adat sebagai penengah mengumumkannya san berlaku mutlak. Peradilan Rari Sang Melambi' itu biasanya dilakukan oleh suatu rumpun keluarga tertentu lainnya..."}}
 
Peradilan ''Si-Rari Sangmelambi'' selain mengambil alih daerah lawan juga mewajibkan menyerahkan seluruh harta benda yang dimiliki kepada pihak lawan. Selain itu juga diwajibkan untuk membayar dengan benda tertentu sesuai kesepakatan atau sampai menjadi hamba untuk pihak lawan. Kewajiban membayar tersebut bagi [[Suku Toraja]] yang disebut sebagai ''Di Pakalao''. Kewajiban tersebut berbeda dengan kewajiban ''Pamali'' dalam kepercayaan [[Aluk Todolo]]. Jika ''Pamali'' terjadi karena adanya pelanggaran, maka ''Di Pakalao'' terjadi karena adanya persengketaan antar dua belah pihak.{{sfnp|Bararuallo|2010|p=134b|ps=: "... dan jikalau salah satunya kalah maka yang kalah itu adakalanya seluruh harta dari keluarga itu dibaslah atau dirampas, atau ada pula disuruh membayar dengan jumlah harta benda tertentu yang dinamakan Di Pakalao, serta ada pula dengan menjadikan hamba seluruh keluarga yang kalah dari yang menang. ...<br/> Hukuman yang dijatuhkan dalam Tarian Pitu tidak tidak sama dengan hukuman yang dijatuhkan dalam pelanggaran-pelanggaran Pemali seperti yang sudah diuraikan dalam BAB II bagian Pemali tersebut dimanadi mana sebab terjadinya peradilan menurut Tarian Pitu di atas adalah disebabkan oleh adanya pertentangan kedua belah pihak yang bersengketa tetapi dalam Pamali adalah pelanggaran aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan dalam Ajaran Aluktodolo."}}
 
== ''Pemali'' ==