Perang Saudara Pahang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Pierrewee (bicara | kontrib)
rev
k top: clean up
 
(Satu revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan)
Baris 18:
|casualties2=
}}
'''Perang Saudara Pahang''' ([[abjad Jawi|Jawi]]: ڤرڠ ساودارا ڤهڠ), juga dikenal sebagai '''Perang Bendahara''' adalah sebuah [[perang saudara]] yang berlangsung dari tahun 1857 hingga 1863, antara pasukan yang setia kepada [[Raja Bendahara]] yang berkuasa, [[Tun Mutahir dari Pahang|Tun Mutahir]], dan pasukan yang setia kepada saudaranya [[Sultan Ahmad al-Muadzam Shah|Wan Ahmad]], atas [[Urutan suksesi|penggantian]] takhta [[Kerajaan Pahang|Pahang]].<ref name="Ahmad Sarji Abdul Hamid 2011 83">{{harvnb|Ahmad Sarji Abdul Hamid|2011|p=83}}</ref><ref name="Linehan 1973 66">{{harvnb|Linehan|1973|p=66}}</ref>
 
Ketika [[Kesultanan Johor|Kerajaan Johor]] runtuh pada awal abad kesembilan belas, Bendahara ke-22 kerajaan, [[Tun Ali dari Pahang|Tun Ali]] menyatakan otonominya dan telah merebut kekuasaan di Pahang, seperti halnya yang telah dilakukan [[Temenggong]] di negeri [[Johor]].<ref>{{harvnb| name="Ahmad Sarji Abdul Hamid| 2011|p= 83}}<"/ref> Kedamaian dan kemakmuran tercapai di Pahang di bawah pemerintahannya yang berlangsung hingga tahun 1857. Setelah kematiannya, putra tertua Tun Mutahir menggantikan mahkota itu, tetapi tidak mengikuti kehendak ayahnya untuk memberikan pendapatan pajak dari [[Kuantan]] dan [[Endau]] kepada adiknya, Wan Ahmad. Wan Ahmad marah dan bersama dengan para prajuritnya, bergerak ke [[Pulau Tekong]], merencanakan serangannya pada tahun 1857.<ref>{{harvnb|Leong|2012|p name=11}}<"Ahmad Sarji Abdul Hamid 2011 83"/ref><ref>{{harvnb| name="Linehan| 1973|p= 66}}<"/ref><ref>{{harvnb|Ahmad Sarji Abdul HamidLeong|20112012|p=8311}}</ref>
 
Tun Mutahir menerimamemperoleh dukungan dari [[Temenggong Daeng Ibrahim|Temenggong Tun Daeng Ibrahim]] dan putranya [[Abu Bakar dari Johor|Abu Bakar]], yang karena hubungan dekat dengan komunitas bisnis Singapura, meyakinkan banyak dari mereka bahwa kepentingan komersial [[Imperium Britania|Britania]] berada di tangan Tun Mutahir. Wan Ahmad meminta dukungan [[Ali dari Johor|Sultan Ali]] di [[Muar (kota)|Muar]], yang melihat peluang untuk membalas dendam terhadap Temenggong Johor. [[Kerajaan Rattanakosin]] Siam mempertimbangkan berada di pihak Wan Ahmad, melihat kekalutan tersebut sebagai kesempatan untuk melaksanakan penguasaan yang lebih besar atas negeri-negeri pembayar upeti pantai timur mereka dan memperluas pengaruh mereka lebih jauh ke selatan hingga ke Pahang. Sultan [[Omar Riayat Shah dari Terengganu|Baginda Omar]] dari [[Terengganu]] juga mendukung Wan Ahmad, melihatnya sebagai alat untuk melawan kebangkitan Temenggong.<ref>{{harvnb|Linehan|1973|pp=66–67}}</ref><ref name="Baker 2010 120">{{harvnb|Baker|2010|p=120}}</ref> Distrik [[Kemaman]] di Terengganu merupakan pangkalan utama bagi sebagian besar kampanye yang dilancarkan oleh Wan Ahmad selama perang ini.<ref>{{harvnb|Linehan|1973|pp=67–68}}</ref>
 
Perseterun dimulai pada bulan November 1857, ketika pasukan Wan Ahmad menembaki distrik [[Distrik Pekan|Pekan]] dan Ganchong, tetapi gagal untuk memperoleh keuntungan permanen yang signifikan.<ref>{{harvnb|Linehan|1973|pp=68–71}}</ref> Dalam kampanye kedua, yang dilakukan pada Maret 1861, pasukan penyerbu berhasil memperkuat posisi mereka di [[Endau]], setelah menduduki [[Kuala Pahang]] dan [[Kuantan]]. Mereka juga melancarkan serangan signifikan lebih jauh ke pedalaman, menduduki sebagian besar distrik di hulu [[Sungai Pahang]]. Namun, pada bulan November, gerak maju mereka kembali dihentikan oleh pasukan Bendahara. Wan Ahmad dan pasukannya melarikan diri ke Terengganu, mengerahkan pasukannya yang kacau untuk serangan lainnya.<ref>{{harvnb|Linehan|1973|pp=74–75}}</ref>
 
Pada tahap awal perang, [[Mayor Jenderal]] [[William Orfeur Cavenagh]], [[Daftar Gubernur Britania Negeri-Negeri Selat|Gubernur Britania Negeri-Negeri Selat]], menawarkan diri untuk menjadi penengah tetapi ditolak oleh kedua belah pihak. Wan Ahmad merasa bahwa Cavenagh bias mendukung abangnya karena pengaruh Temenggung dan para saudagar Singapura. Tun Mutahir menolak mediasi karena dia sedang memenangkan perang.<ref>{{harvnb| name="Baker| 2010|p= 120}}<"/ref>
 
Pada tahun 1862, Wan Ahmad melancarkan serangan skala penuh dari Terengganu, ketika dia melintasi perbatasan dari [[Kemaman]] ke Ulu Tembeling. Dengan dukungan dari lebih banyak penghulu Pahang yang beralih pihak, dia berhasil menduduki posisi Bendahara di [[Temerloh]], Batu Gajah, dan [[Chenor]]. Dia kemudian menyerbu ibu kota, [[Distrik Pekan|Pekan]], dan menang dengan mudah. Tun Mutahir mundur ke Temai dan pada Mei 1863, dia melarikan diri ke [[Kuala Sedili]], tempat dia meninggal bersama putranya, Wan Koris.<ref>{{harvnb|Linehan|1973|pp=83–89}}</ref>