Asas legalitas: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Asas legalitas menurut ahli
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Hapus pranala ke "Adagium": Halaman telah dihapus / belum tersedia (Per WP:FILM). (👮🏻‍♂️🔎)
 
(20 revisi perantara oleh 14 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Asas Legalitaslegalitas''' adalah suatu jaminan dasar bagi kebebasan individu dengan memberi batas aktivitas apa yang dilarang secara tepat dan jelas.<ref>{{Citation|last=Suharsono|first=Fienso|title=Kamus Hukum|publisher=Vandetta Publishing|place=|pages=6|date=2010|url=https://jdih.situbondokab.go.id/barang/buku/18.%20Kamus%20Hukum%20by%20Fiensho%20Suharsomno%20(z-lib.org).pdf|isbn=}}</ref><ref name="Referensi"/> Asas ini juga melindungi dari penyalahgunaan wewenang [[hakim]], menjamin keamanan individu dengan informasi yang boleh dan dilarang.<ref name="Referensi"/> Setiap orang harus diberi peringatan sebelumnya tentang perbuatan-perbuatan ilegal dan hukumannya.<ref name="Referensi"/> Jadi berdasarkan asas ini, tidak satu perbuatan boleh dianggap melanggar [[hukum]] oleh [[hakim]] jika belum dinyatakan secara jelas oleh suatu [[hukum pidana]] dan selama perbuatan itu belum dilakukan.<ref name="Referensi"/>
 
Dengan demikian, perbuatan seseorang yang cakap tidak mungkin dikatakan dilarang, selama belum ada ketentuan yang melarangnya, dan ia mempunyai kebebasan untuk melakukan perbuatan itu atau meninggalkannya, sehingga ada nash yang melarangnya.<ref name="Referensi"/> Ini berarti [[hukum pidana]] tidak dapat berlaku ke belakang terhadap suatu perbuatan yang belum ada ketentuan aturannya, karena itu [[hukum]] pidana harus berjalan ke depan.<ref name="Referensi">[http://www.referensimakalah.com/2012/12/asas-legalitas-dalam-hukum-islam.html referensimakalah.com]</ref>
 
Pada awalnya asas legalitas berhubungan dengan teori [[Von Feurbach]], yang disebut dengan [[teori Vom Psycologischen Zwang]].<ref name="Bimbingan"/> Teori ini berarti anjuran agar dalam penentuan tindakan-tindakan yang dilarang, tidak hanya tercantum macam-macam tindakannya, tetapi jenis pidana yang dijatuhkan.<ref name="Bimbingan">[{{Cite web |url=http://www.bimbingan.org/apa-itu-legalitas.htm |title=Pengertian Asas Legalitas] |access-date=2014-05-18 |archive-date=2014-05-18 |archive-url=https://web.archive.org/web/20140518174521/http://www.bimbingan.org/apa-itu-legalitas.htm |dead-url=yes }}</ref>
 
Asas legalitas berlaku dalam ranah [[hukum pidana]] dan terkenal dengan [[adagium]] legendaris [[Von Feuerbach]] yang berbunyi ''nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali''.<ref name="Hukum"/> Secara bebas, [[adagium]] tersebut dapat diartikan menjadi “tidak ada tindak pidana (delik), tidak ada hukuman tanpa (didasari) peraturan yang mendahuluinya”.<ref name="Hukum"/> Secara umum, [[Von Feuerbach]] membagi adagium tersebut menjadi tiga bagian, yaitu:<ref name="Hukum"/>
# Tidak ada hukuman, kalau tak ada ketentuan Undang-undang (''Nulla poena sine lege'');
 
1)# tidakTidak ada hukuman, kalau tak ada Undang-undang,perbuatan pidana (''Nulla poena sine crimine'');
3)# Tidak ada kejahatanperbuatan pidana, kalau tidak ada hukuman, yang berdasarkan Undang-undang (''Nullum crimen sine poena legali'').
2) Tidak ada hukuman, kalau tak ada kejahatan
3) Tidak ada kejahatan, kalau tidak ada hukuman, yang berdasarkan Undang-undang
[[Adagium]] tersebut merupakan dasar dari asas bahwa ketentuan pidana tidak dapat berlaku surut (asas non-[[retroaktif]]) karena suatu delik hanya dapat dianggap sebagai kejahatan apabila telah ada aturan sebelumnya yang melarang delik untuk dilakukan, bukan sesudah delik tersebut dilakukan.<ref name="Hukum">[http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt514810646f40f/asas-legalitas,-kebebasan-hakim-menafsirkan-hukum,-dan-kaidah-yurisprudensi hukumonline.com]</ref>
 
Eddy O.S. Hiariej (2012) memberikan makna dalam tigaadagium frasa itutersebut, sebagai asas yang memiliki dua fungsi: (i) Fungsi melindungi yang berarti Undang-Undang pidana melindungi rakyat terhadap kekuasaan Negara yang sewenang-wenang; (ii) Fungsi instrumentasi, yaitu dalam batas-batas yang ditentukan Undang-Undang, pelaksanaan kekuasaan oleh Negara tegas-tegas diperbolehkan. ''Fungsimelindungi''  Fungsi melindungi lebih pada hukum pidana materil (hukum pidana) yang mengacu pada frasa pertama  (''(nulla poena sine lege)'' ) dan kedua  (''(nulla poena sine crimine)''), sementara ''fungsiinstrumentalis''  fungsi instrumentalis lebih pada hukum pidana formil (hukum acara pidana) yang mengacu pada frasa ketiga  (''(nullum crimen sine poena legali).'').
Menurut sejarahnya,  asas legalitas pertama kali dicetuskan oleh Paul Johan Anselm von Feurbach. Setidaknya asas legalitas terkunci dalam postulat ''“nullum dellictum nulla poena sine praevia lege poenali”''—-tidak ada perbuatan pidana atau tidak ada pidana tanpa Undang-Undang pidana sebelumnya.
 
Jika ''principat'' dalam hukum pidana ini diturunkan lebih lanjut.maka akan menjadi tiga frasa, meliputi:
# ''Nulla poena sine lege'' (tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana menurut Undang-Undang);
# ''Nulla poena sine crimine'' (tidak ada pidana tanpa perbuatan pidana);
# ''Nullum crimen sine poena legali'' (tidak ada perbuatan pidana tanpa pidana menurut Undang-Undang)
Eddy O.S. Hiariej (2012) memberikan makna dalam tiga frasa itu, sebagai asas yang memiliki dua fungsi: (i) Fungsi melindungi yang berarti Undang-Undang pidana melindungi rakyat terhadap kekuasaan Negara yang sewenang-wenang; (ii) Fungsi instrumentasi, yaitu dalam batas-batas yang ditentukan Undang-Undang, pelaksanaan kekuasaan oleh Negara tegas-tegas diperbolehkan. ''Fungsimelindungi'' lebih pada hukum pidana materil (hukum pidana) yang mengacu pada frasa pertama ''(nulla poena sine lege)'' dan kedua ''(nulla poena sine crimine)'', sementara ''fungsiinstrumentalis'' lebih pada hukum pidana formil (hukum acara pidana) yang mengacu pada frasa ketiga ''(nullum crimen sine poena legali).''
 
Satu dan lain dalam perkara-perkara pidana, untuk pemecahan kasus-kasus perbuatan pidana, penting untuk diketahui; empat makna asas legalitas yang dikemukakan oleh Jeschek dan Weigend (Machteld Boot: 2001) diantaranya:
 
# Terhadap ketentuan pidana, tidak boleh berlaku surut ''(nonretroatkif/ nullum crimen nulla poena sine lege praviae/ lex praeviae);''
# KetentuanTerhadap ketentuan pidana harus tertulis dan, tidak boleh dipidanaberlaku berdasarkansurut hukum kebiasaan (nonretroaktif/''(nullum crimen nulla poena sine lege scriptapraevia''/ ''lex scripta);praevia'');
# Rumusan ketentuanKetentuan pidana harus jelastertulis dan tidak boleh dipidana berdasarkan hukum kebiasaan (''(nullum crimen nulla poena sine lege certascripta''/ ''lex certa);scripta'');
# KetentuanRumusan ketentuan pidana harus ditafsirkanjelas secara ketat dan larangan analogi (''(nullum crimen nulla poena sine lege strictacerta''/ ''lex stricta).certa'');
# Ketentuan pidana harus ditafsirkan secara ketat dan larangan analogi (''nullum crimen poena sine lege stricta''/''lex stricta'').
Berdasarkan keempat makna asas leglitaslegalitas di atas, menjadi dasar dalam menganggap, kemudian membuktikan sejelas-jelasnya, dari setiap orang yang telah melakukan perbuatan pidana, sehingga patut mempertanggungjawabkan perbuatannya itu.
 
Tujuan asas legalitas adalah untuk memberikan kepastian hukum dalam hukum pidana. Asas legalitas bertujuan untuk adanya kepastian hukum mengenai perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang oleh hukum tertulis. Sehingga memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap kesewenag-wenangan penguasa dalam menghukum seseorang. Selain itu, asas legalitas juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakata terkait perbuatan apa saja yang tidak boleh dilakukan. Sehingga, masyarakat tidak perlu cemas mengenai sewaktu-waktu akan dipidana karena perbuatannya.<ref>{{Cite web|title=Asas Legalitas Dalam Hukum Pidana|url=https://www.aksarahukum.my.id/2021/11/asas-legalitas-dalam-hukum-pidana.html|website=Aksara Hukum|language=id|access-date=2021-11-16}}</ref>
 
== Referensi ==