Anwar Harjono: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
(14 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
[[File:Anwar Harjono, Hasil Rakjat Memilih Tokoh-tokoh Parlemen (Hasil Pemilihan Umum Pertama - 1955) di Republik Indonesia, p132.jpg|thumb|Portret resmi sebagai anggota DPR, 1956]]
Dr. '''Anwar Harjono''', S.H. (Krian, Sidoarjo, 1923-1999)<ref name=":0">{{Cite web|url=http://stidnatsir.ac.id/2017/12/21/dr-anwar-harjono-dari-gerakan-pemuda-hingga-gerakan-dunia-1/|title=Dr. Anwar Harjono, Dari Gerakan Pemuda Hingga Gerakan Dunia (1) -|last=Rokhman|first=Saeful|date=2017-12-21|language=id-ID|access-date=2018-12-31}}</ref> merupakan tokoh [[Partai Masyumi]] yang juga merupakan salah satu pendiri GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia).<ref name=":0" />▼
▲Dr. '''Anwar Harjono''', S.H. ({{lahirmati|[[Krian, Sidoarjo]], [[Jawa Timur]]|8|11|1923
== Riwayat Hidup ==
Baris 8 ⟶ 10:
Setibanya di Jakarta, Harjono bertemu dengan Rektor STI, K. H. [[Abdoel Kahar Moezakir]], bekas Direktur Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta yang telah lama mengenal Harjono. “Nama Saudara sekarang ditambah?” tanya Mudzakkir. Harjono tersenyum. Kepada gurunya, ia menjelaskan bahwa sejak nyantri di Tebuireng dia menambahkan “Anwar” pada nama aslinya, sehingga lengkaplah nama lelaki kelahiran [[Krian, Sidoarjo]] itu menjadi “Anwar Harjono”.
Di STI, Harjono tercatat sebagai salah seorang pendiri [[Gerakan Pemuda Islam Indonesia|Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII)]]. Menurut Anwar Harjono sendiri, GPII didirikan di Jakarta pada 2 Oktober 1945 oleh para mahasiswa Sekolah Tinggi Islam (STI).<ref>{{Cite web|url=https://www.rmol.co/read/2018/02/09/326093/Quo-Vadis-GPI-Dan-GPII--|title=Quo Vadis GPI Dan GPII?|last=Online|first=Rakyat Merdeka|website=rmol.co|access-date=2019-01-01}}{{Pranala mati|date=Februari 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
=== Membentuk Liga Demokrasi ===
Tidak lama sesudah Presiden [[Soekarno|Sukarno]] membubarkan DPR dan membentuk DPR Gotong Royong (DPR-GR) yang seluruh anggotanya ditunjuk dan diangkat oleh Presiden (padahal menurut UUD 1945 (yang telah diberlakukan kembali oleh [[Dekret Presiden 5 Juli 1959|Dekrit Presiden]] Sukarno) DPR tidak bisa dibubarkan oleh Presiden), Harjono bersama K. H. [[Fakih Usman|Faqih Usman]] ([[Partai Masyumi|Masyumi]]), Mr. [[Mohamad Roem]] (Masyumi), K. H. M. Dachlan (Ketua Liga Muslimin), Imron Rosjadi (Ketua [[Gerakan Pemuda Ansor|GP Ansor]]), [[Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono|I. J. Kasimo]] ([[Partai Katolik (Indonesia)|Partai Katolik]]), [[
Dalam anggaran dasar yang terdiri 7 pasal dinyatakan bahwa Liga Demokrasi dibentuk dengan tujuan “Membela Negara, Bangsa, Agama, dan Demokrasi” melalui berbagai usaha yang tidak bertentangan dengan UUD. Menurut Liga Demokrasi, pembentukan DPR-GR untuk menggantikan DPR hasil pilihan rakyat bertentangan dengan asas-asas demokrasi yang dijamin oleh UUD. Perubahan perimbangan di dalam DPR-GR, menurut Liga Demokrasi, pada hakikatnya memperkuat pengaruh dan kedudukan dari satu golongan tertentu yang mengakibatkan kegelisahan di dalam masyarakat dan memungkinkan timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan.
Berhadapan dengan kekuasaan Presiden Seumur Hidup, yang juga Pemimpin Besar Revolusi, Liga Demokrasi semakin tidak berdaya. Pada 27 Februari 1961, Presiden Sukarno selaku Penguasa Perang Tertinggi mengeluarkan Peraturan Peperti No. 8 Tahun 1961 tentang Larangan Adanya Organisasi Liga Demokrasi. Asas dan tujuan Liga Demokrasi dianggap tidak sesuai dengan [[Manifesto Politik]] (Manipol).<ref name=":0" />
=== Menjadi Tahanan Politik ===
Baris 21 ⟶ 23:
Ketika masyarakat Jakarta dan sekitarnya berbondong-bondong menuju [[Istora Gelora Bung Karno|Istora Senayan]] untuk menyaksikan upacara pembukaan Ganefo, Harjono digiring ke markas Komando Daerah Angkatan Kepolisian (Komdak, kini [[Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya|Kepolisian Daerah Metro]]) [[Kota Administrasi Jakarta Selatan|Jakarta Selatan]]. Dari Komdak, Harjono dibawa ke Rumah Tahanan Militer (RTM) di Jalan Keagungan, [[Taman Sari, Jakarta Barat]]. Setelah dua setengah bulan ditahan di RTM, Harjono dikeluarkan dan statusnya diubah menjadi tahanan kota. Status tahanan kota itu berakhir seiring dengan [[Gerakan 30 September|tumbangnya rezim Sukarno]].<ref name=":0" /> Sampai akhir hayatnya, Harjono tidak pernah tahu alasan penangkapan dirinya pada 1963 itu. Dia menduga gelombang besar penangkapan pada waktu itu sekadar untuk menjaring lawan-lawan politik [[Soekarno|Bung Karno]] yang bersikap kritis terhadap Soekarno dan Harjono termasuk salah seorang yang kritis terhadap Presiden Sukarno.<ref name=":0" />
=== Melanjutkan Kuliah ===
Setelah Masyumi dipaksa membubarkan diri, DPR dan Liga Demokrasi juga dibubarkan, Harjono kemudian cepat mengambil langkah lain. Karena di dunia politik Harjono merasa tidak dapat berkiprah lagi, sementara dunia bisnis bukan bidangnya, akhirnya ia memilih melanjutkan kuliah yang tertunda oleh revolusi kemerdekaan di Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan [[Universitas Islam Jakarta|Universitas Islam Djakarta]] (FHIPK-UID).
Waktu itu belum ada sistem kuliah terpimpin seperti sekarang, sehingga Harjono bisa bebas kuliah sambil secara diam-diam tetap melakukan aktivitas politiknya. Semua buku yang berhubungan dengan bidang studinya, dibeli dan dipelajari. Jika merasa sudah siap, Harjono menghubungi dosen mata kuliah yang bersangkutan untuk minta diuji. Hampir semua ujian dilakukan secara lisan. Ujian tertulis hanya satu-dua mata kuliah saja. Dengan sistem belajar bebas, mahasiswa tidak terikat oleh tingkat atau semester. Mata kuliah apapun, asal siap, boleh diambil. Dengan ketekunan dan semangat belajar yang tinggi, pada 1963 Harjono menyelesaikan kuliah di FHIPK-UID dan dinyatakan lulus sebagai Sarjana Hukum.
Sesudah lulus sebagai sarjana hukum, Harjono menghubungi Prof. Dr. [[Hazairin]], S.H. Kepada Guru Besar Hukum Islam itu, Harjono menyampaikan keinginannya untuk melanjutkan studi guna mencapai derajat doktor dalam ilmu hukum. Prof. Hazairin bukan hanya mendukung niat Harjono, bahkan menyatakan kesediaannya menjadi promotor. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Hazairin, Prof. Dr. [[Mohammad Rasjidi|H. M. Rasjidi]], dan Prof. Dr. H. Sumedi, Harjono mempersiapkan segala sesuatu untuk meraih gelar doktor dalam [[Hukum|ilmu hukum]]. Dengan status sebagai tahanan kota, sambil terus membina komunikasi dengan K. H. [[Fakih Usman|Faqih Usman]] (salah seorang tokoh Masyumi yang tidak ikut tertangkap), Harjono melakukan penelitian dan menulis disertasi. “Alhamdulillah, pada 22 Januari 1968, saya diuji dan dinyatakan lulus dengan yudisium memuaskan,” kenang Harjono. Promosi Doktor Harjono disaksikan antara lain Tokoh Proklamator Kemerdekaan, [[Mohammad Hatta]]. Disertasi Harjono berjudul “Hukum Islam Keluasan dan Keadilannya” kemudian diterbitkan menjadi buku pada tahun 1968 dan 1987.<ref name=":0" />
== Opini ==
Baris 41 ⟶ 42:
<references />
[[Kategori:Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta]]
[[Kategori:Tokoh dari Sidoarjo]]
[[Kategori:
▲[[Kategori:Kematian 1999]]
[[Kategori:Politikus Partai Masyumi]]▼
[[Kategori:Tokoh Muhammadiyah]]
[[Kategori:
[[Kategori:
[[Kategori:Penandatangan Petisi 50]]
[[Kategori:Tokoh
[[Kategori:
▲[[Kategori:Alumni Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah]]
▲[[Kategori:Pakar Hukum]]
|